ILMU PERBANDINGAN AGAMA
PENDEKATAN STUDI ILMIAH TERHADAP
AGAMA-AGAMA
Dosen Pengampu : Drs. I Ketut
Indrayasa, M.Pd.H
IHDN Denpasar
Jurusan
Pendidikan Agama Hindu
Fakultas
Dharma Acarya
Institut
Hindu Dharma Negeri Denpasar
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Seiring
berkembangnya zaman, banyak sekali kajian–kajian penelitian ilmiah mengenai
berbagai permasalahan studi agama. Bahkan, menetapkan makna agama tidak kalah
sulitnya dengan kajian ilmiah lainnya. Banyak sekali tulisan tentang bidang ini
karena manusia sangat memperhatikan masalah ini, yang pada dasarnya bersifat
kontroversial. Seringkali tulisan agama dipandang sebagai respon manusia
terhadap kekuatan alam yang besar dan tidak dapat dikontrol, seperti ‘’penyakit
bahasa’’, munculnya ketakutan dan dorongan terhadap keamanan.
Ketika
kegiatan penelitian terhadap agama mulai digalakkan sekitar tahun 1970-an,
banyak yang mempertanyakan, ‘’agama kok diteliti?’’ Bagi mereka, agama sudah
pasti benar karena ia kebenaran wahyu dari Tuhan, sedangkan penelitian dipahami
sebagai ketidakpercayaan terhadap kebenaran itu. Pemahaman semacam ini dapat
dimengerti karena pengertian tentang agama dan penelitian waktu itu memang
masih demikian di masyarakat umum. Barangkali, pengertian semacam itu masih
berlangsung hingga saat ini di sebagian masyarakat.
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu,
1. Apa
tujuan dari mempelajari Studi Ilmiah terhadap Agama ?
2. Mengapa
mempelajari Sejarah Agama-agama sangat diperlukan ?
3. Pokok-pokok
apa saja yang terdapat dalam kandungan Agama-agama dunia ?
1.3.
Tujuan
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu,
1. Untuk
mengetahui jenis-jenis pendekatan dalam Studi Ilmiah terhadap Agama.
2. Untuk
mengetahui sejarah dari masing-masing Agama.
3. Untuk
mengetahui hal pokok yang terkadung dalam Agama-agama dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
Agama
adalah keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan, ajaran atau kepercayaan yang
mempercayai satu atau beberapa kekuatan ghaib yang mengatur dan menguasai alam,
manusia dan jalan hidupnya.
Menurut
Elizabet K. Nottingham dalam bukunya Agama dan
Masyarakat, berpendapat bahwa agama adalah: gejala yang begitu
sering terdapat di mana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk
membuat abtraksi ilmiah.
Adapun
menurut Harun Nasution agama adalah ; 1. Pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia, 2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai
manusia, 3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi
perbuatan-perbuatan manusia, 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang
menimbulkan cara hidup tertentu, 5. Suatu sistem tingkah laku ( code of conduct
) yang berasal dari kekuatan gaib, 6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban
yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib, 7. Pemujaan pada sumber
kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap
kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
2.2
Studi Ilmiah terhadap Agama
Kalau
dibandingkan dengan generasi-generasi terdahulu , orang sekarang mengetahui
agama lebih banyak.Akan tetapi,orang tidak dapat lari dari pengaruh mereka
ketika berpikir tentang agama,karena mereka telah menata kerangka pemikiran
teoritik yang telah diterapkannya.Pada umumnya studi ilmiah sosiologis atau
cultural terhadap agama dapat dibedakan menjadi lima bentuk pendekatan dasar,
yaitu (1) Pendekatan historis , (2) pendekatan psikologi, (3) pendekatan
sosiologis, (4) pendekatan fenomenologis, dan (5)pendekatan structural.Belakangan
ini selain lima pendekatan itu masih ada juga pendekatan yang lain yaitu
filosofis dan pendekatan teologis.
2.2.1 Pendekatan Historis
Hampir semua studi terhadap
agama-agama mengisyarakan adanya beberapa pengetahuan tentang sejarah.Maka
pendekatan sejarah untuk mengkaji agama tidaklah unik atau khas dalam
perhatiannya terhadap ketelitian atau terhadap sejarah suatu agama.Ia adalah
khas karena anggapan dasar,bahwa jika seseorang ingin memahami atau menjelaskan
agama ,orang itu harus tahu asal-usulnya.Artinya agama dapat dijumpai dalam
sejarahnya dan tugas besar dalam pendekatan ini (historis) adalah mengikuti
mengikuti jejak tradisi agama kembali pada asalnya.Studi tentang asal-usul
agama telah mencapai puncaknya dengan lahirnya Teori evolusi dan Teori antropologi yang terdapat dalam karya-karya
para sarjana besar.seperti:Tylor,Muller,Frazer,Sehmidt,dan studi terhadap
agama-agama menjadi identik dengan studi tentang evolusi kemanusian.
Bagi Tylor,sejarah agama adalah
rekor dari perkembangan rasionalitas. Agama dapat dapat dikembalikan kepada
asal-usulnya,yaitu animisme, sebagai
tingkatan terendah dari perkembangan agama atau tingkatan pertama dari
agama.menurut Tylor ,agama berkembang melalui beberapa tingkatan mulai dari; (1)animisme ke(2) naturisme, terus ke(3) politheisme
langsung ke(4) monotheisme dan (5) metafisik. Masing-masing urutan tingkat semakin
rasional dan semakin abstrak,dan tingkat paling akhir/tinggi mencapai puncaknya
pada ilmu dan etika Barat.
Bagaimanapun pendekatan sejarah
tidak perlu terhadap tingkatan-tingkatan evolusi agama itu.Apa yang dia terima
adalah bahwa sekali orang telah mengikuti sejarah suatu agama ,orang itu
berarti telah menjelaskannya. Problem dasar dari pendekatan ini adalah suatu
penjelasan tentang sebuah agama tidak akan pernah sempurna dan berakhir. Selalu
ada hari esok yang bisa membawa perubahan,dan usaha merujukan kembali agama ke
aslinya akan selalu bersifat rabaan. Pendekatan sejarah juga dipakai untuk
meneliti dan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan mitos dan kepercayaan-kepercayaan
agama-agama besar,seperti mitos atau cerita tentang Buddha ,
yesus,musa,dianalisa dengan memperhatikan muatan sejarahnya. Diasumsikan bahwa
berbagai mitos itu menunjuk pada peristiwa-peristiwa atau pribadi-pribadi dalam
sejarah yang benar-benar eksis,sebab tanpa terdapat basis dalam sejarah maka
cerita-cerita itu tidak lain hanya akan bersifat fiksi atau khayal belaka.Untuk
menyempurnakan pendekatan sejarah ,maka metode-metode
archeologis,philologist,hermeneutic,menjadi sangat penting, disamping
perbandingan, antropologi, etnografis,dan fenomenologi sendiri.
2.2.2 Pendekatan Psikologis
Hampir semua teori psikologi mulai
dari anggapan bahwa agama adalah sebuah proyeksi dari adanya konflik di bawah
sadar atau ketidaksadaran otak manusia.Pandangan Freud tentang agama masih merupakan dasar dari pendekatan ini
.Setelah mengembangkan teorinya ,Oedipal
Complex ,atau Oedipus Complex,sebagai
aspek terpenting dari perkembangan pribadi seseorang,Freud menganalisa asal-usul agama dengan menggunakan teori ini
.Uraian psikologis tentang agama biasanya mencari kepercayaan agama itu dan
juga praktek-prakteknya yang berasal dari masa kanak-kanak.Persamaan antara
tingkah laku mereka yang mendapat gangguan kejiwaan dengan orang-orang yang
menganut kepercayaan,menyebabkan Freud
dan pengikutnya mengambil kesimpulan bahwa dua hal tersebut (agama dan gangguan
kejiwaan) dapat dijelaskan dengan mekanisme represi yang terjadi pada masa awal
kanak-kanak.Psikoanalisis ini diterapkan oleh Freud dalam bukunya “Totem
ung Taboo “ Baginya agama adalah gangguan jiwa yang universal dari
kemanusiaan (obsessional neurosis).
2.2.3 Pendekatan Sosiologis
Perbedaan antara pendekatan
psikologis dengan pendekatan sosiologis terhadap agama dapat ditemukan dalam
asumsi-asumsinya mengenai kehidupan agama itu sendiri. Studi – studi psikologis
terhadap agama menekankan fungsi agama sebagai proyeksi simbolis dari komflik
kejiwaan atausres kejiwaan yang tidak disadari. Sedangkan dari pandangan
sosiologis, agama adalah symbol yang mencerminkan kehidupan social. Rumusan
klasik dari pendekatan ini dapat dilihat dalam karya Emile Durkheim yang
berjudul “The Elementary Forms Of The Religious Life”. Harus di ingat bahwa
semua pendekatan yang dikemukakan ini timbul dari kemunduran yang sangat
memperihatinkan dari pendekatan teologi dan metafisik sebagai
disiplin-disimpilin yang obyektif. Anggapan-anggapan dasar yang diketengahkan
sebagai kesadaran diri oleh para sejarawan,psikolog, dan sosiolog adalah
keyakinan positivism yang menganggap bahwa segala yang tidak empiric atau yang
tidak bias diamati adalah musthil, karena mereka tidak mempunyai dasar dan
bukti untuk membuktikannya.
Durkheim yakin bahwa sejarah agama
bukanlah sejarah yang tanpa makna, palsu, dn khayalan. Agama adalah sebuah
manifestasi simbolik dari nasyarakat. Terhadap banyak sekali kenyataan dalam
kehidupan social, dan agama tidak bias diteliti terpisah dari kehidupan
bersama, karena agama adalah sungguh-sungguh merupakan fenomena social, maka
studi agama berarti studi agama berarti studi tentang kenyataan social
(pendekatan sosiologis).
2.2.4 Pendekatan fenomenologis
Salah satu cara untuk memahami
fenomenologi agama adalah menganggapnya sebagai reaksi terhadap
pendekatan-penekatan sejarah, sosiologi, dan psikologis. Kebanyakan ahli
fenomenologi mengangggap semua pendekatan semacam itu sebagai mereduksi agama
menjadi semata – mata aspek sejarah, atau aspek social, atau aspek kejiwan.
Menurut pendekatan ini agama adalah sebuah ekspresi simbolik tentang yang suci, maka tugas
pendekatan ini adalah mendeskripsikan, mengintegrasikan atau menyusun tipologi
dari semua data yang diperoleh dari seluruh agama dunia. Sakral atau suci
menurut pandangan ini adalah suatu realitas yang transenden dan metafisik, yang
sering juga disebut sebagai Wholly Other,Ultimate Realyti,Absolute, berada
diluar waktu dan sejarah Otto, Van der Leeuw,Eliade, dan Kristensen adalah
tokoh-tokoh tangguh dalam bidang pendekatan Fenomenologi ini.
2.2.5 Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural adalah usaha
paling akhir dalam studi agama. Dibangun atas dasar linguistic, maka senantiasa
diindentifikasikan sebagai sebuah cabang dari Semiologi,studi tentang tanda-
tanda. Analisis structural adalah analisis system. Tekanannya ditempatkan pada
analisa tentang hubungan antara berbagi istilah atau unit-unit tertentu dari
system agama. Jadi persoalan yang timbul di sini bukanlah dari mana asal-usul
agama itu menurut sejarahnya, atau apa symbol-simbol individual yang dapat
dalam masyarakat, atau apakah hakikat yang terdalam dari yang suci, melainkan
“apakah oramg dapat menemukan system yang memberikan norma-norma pengatur
hubungan berbagai symbol satu samalain dengan makana masing-masing.
Kesimpulanya yang dapat ditarik dari
semua pendekatan ini adalah bahwa setiaporang yang tertarik pada studi agama
segera akan terhubung dengan kontroversi tentang apakah agama itu rasional atau
nonrasional,prasaan atau ekspresi;apakah kepercayaan keagamaan itu lebih
menyerupai ilmu atau musik atau seni. Tidak ada pendekatan-pendekatan yang
sudah diuraikan di atas yang telah mengupas persoaalan ini.
Berbagai
Teori:
1) Linear
2) Siklus
3) Fusi
4) Difusi
5) Warisan
6) Ciptaan
7) Sebab-akibat
8) Kausalitas
dan Dialektik
9) Rasis
10) Etnografis
dan Geografis
11) Revelasi
(Wahyu)
12) Evolusi
13) Founded
Klasifikasi
:
1) Rasis
2) Geografis
3) Non
–wahyu
4) Ruang
dan Waktu,dan
5) Teologis.
Sejarah
Agama:
1. Umum:
a. Suatu
cabang ilmu agama yang berusaha untuk mempelajari dan mengumpulkan fakta-fakta
asasi dari pada agama dengan ukuran-ukuran ilmiah yang lazim.
b. Berusaha
menilai data tarikhi dan berusaha mendapatkan gambaran yang jelas, yang dengan
gambaran itu konsepsi-konsepsi tentang pengalaman keagamaan dapat dihargai dan
dipahami.
c. Membicarakan
sejarah agama pada umumnya.
2. Khusus:
a. Mempelajari
apa yang terjadi akibat dari saling persentuhan agama-agama tertentu dalam
sejarah manusia (misalnya; manakah pengaruh Babel dan Mesir terhadap Alkitab).
b. Melakukan
pekerjaan persiapan dalam menyelesaikan berbagai pertanyaan umum yang timbul
dalam penyelidikan ini, seperti dapatkah orang menemukan sumber jejak suatu
agama, apakah agama itu suatu gejala manusiawi yang umum, apakah ada bangsa
yang dapat ditunjukkan sebagai bangsa tanpa agama, bagaimana harus dijelaskan
gejala bahwa agama-agama tertentu sudah mati, apakah ada semacam urutan derajat
agama, dapatkah ditemukan semacam perkembangan dalam pengalaman agama bagi umat
manusia, dan sebagainya.
2.3. Mempelajari Sejarah Agama-Agama
Joachim Wach menyarankan 7 (tujuh) hal untuk
diperhatikan dalam membicarakan dan mengajarkan Sejarah Agama-agama, yaitu: (1)
Secara integral, (2) Kompeten, (3) Harus ada hubungannya dengan kenyataan yang
ada, (4) Selektif, (5) Seimbang, (6) Imaginatif, serta (7) Menerima dan
menetapkan berbagai tingkat pengajaran yang wajar, dan yang lebih penting
adalah keadaan, lapangan, dan metode sejarah agama-agama itu sendiri harus
kongkrit. Sejarah agama-agama sering dianggap sebagai alat oleh agama-agama
missi atau dakwah (agama yang didalamya berusaha menyebarluaskan kebenaran dan
mmengajak orang-orang yang belum mempercayainya dianggap sebagai tugas suci
oleh pendirinya atau oleh para penggantinya dan juga oleh
pengikut-pengikutnya).
Lepas mengenai kontroversi mengenai masalah
tersebut, maka yang penting dapat diketahui bahwa kegunaan hasil-hasil studi
Sejarah Agama-agama anatara lain adalah:
1. Dapat
mengetahui tentang kekayaan agama-agama yang sangat mengagumkan itu. Atas dasar
kekaguman ini, ahli-ahli agama telah menghasilkan karya-karya besar mereka
tentang ilmu agama.
2. Timbul
rasa hormat terhadap agama-agama lain.
3. Lahirnya
kesadaran akan sia-sianya hidup penuh polemik dimasa-masa yang lalu antara
pemeluk agama yang berbeda atau intern satu agama.
4. Menggantikan
akal saling curiga yang telah terujam selama ini, maka penelitian Sejarah
Agama-agama yang menemukan kembali setahap demi setahap adanya hubungan yang
erat antara berbagai agama yang berbeda.
5. Pandangan
ini sampai pada cita-cita tentang
kesatuan atau satunya agama.
2.4. Kandungan Agama-agama Dunia
Menurut
Sejarah Agama-agama, terdapat 7 (tujuh) hal pokok yang semua agama memilikinya,
yaitu:
1. Adanya
Realitas yang transenden, Yang Maha Suci, Tuhan atau nama lain. Dia adalah
Realitas dari Realitas yang ada (satyasa satyam), Esa tiada tandingannya (ekam
advityam) dalam upanisad; Al-haq dalam tasauf islam; Tao dalam agama Cina lama;
Rtam bagi agama India lama; Logos bagi Yunani kuno, dan sebagainya. Realitas
yang transenden itu tetap dipersonifikasikan sebagai: SHWH, Varuna, Ahura
Mazda, Vishnu, Krishna, Budhha , Kali, Kwan Yin, dan juga dipanggil father,
ibu, teman, dan sebagainya.
2. Realitas
yang transenden itu adalah immanen dilubuk hati manusia, bersemayam dalam jiwa
manusia. Jiwa manusia menjadi biara tempat Roh Tuhan berada.
3. Realitas
itu bagi manusia adalah kebaikan tertinggi, kebenaran tertinggi, maha tinggi,
maha indah, summum bonum kata mistik Neo-Platonis.
4. Realitas
Ketuhanan ini adalah cinta sejati yang mewujudkan dirinya dalam manusia dan
pada manusia.
5. Jalan
manusia menuju Tuhan adalah Universal, yaitu korban dan sembahyang. Jalan
keselamatan ini dimanapun juga dimulai dengan menyerahkan diri, etik disiplin
diri sendiri dan asketik (bertapa).
6. Semua
agama besar mengajarkan tidak saja jalan menuju Tuhan, tetapi dalam waktu yang
sama juga mengajarkan cara bertetangga dan bermasyarakat, serta menjaga
lingkungan.
7. Cinta
adalah jalan yang paling tinggi menuju Tuhan.
2.5. Eksklusif dan Toleran
Arnold Tyonbee (1956) menulis buku
dengan judul “An Historians’s Approach to Religion”, buku ini merupakan sebuah
wahyu, yakni: Yahudi, Masehi, dan Islam mempunyai kecendrungan ke arah exclusivism
dan intolerance. Masing-masing menganggap dirinya sebagai pemilik kebenaran
yang absolut. Ketiga agama terutama Kristen, begitu bersifat eksklusif,
sehingga menganggap dirinya sebagai pemilik satu-satunya yang selamat.
Penganut agama lain adalah dosa,
berasal dari kesehatan dan berada dalam keadaan celaka. Dalam sejarah Kristen,
Justin sebagai seorang filsuf Kristen abad ke-2 mengatakan bahwa semua yang
percaya pada Tuhan, kekekalan akan alam semesta adalah Kristen, termasuk mereka
yang menganggap dewa-dewa itu tidak ada, seperti Sokrates dan Heraklitas. Tokoh
lain, Origen mengatakan disamping percaya bahwa Tuhan mengutus Nabi kepada
semua bangsa sepanjang waktu, juga menganjurkan pengikutnya untuk melakukan
ibadah penyembah berhala. Tokoh-tokoh kebatinan abad ke-16 , seperti Sebastian
Franck mengatakan bahwa Tuhan telah berbicara begitu lebih jelas bersama
penyembah berhala seperti Plato dan Plotinus dari pada dengan Musa.
Sedangkan agama-agama yang muncul di
India berbeda dengan pandangan agama-agama tersebut di atas, yang menganggap
agama-agama lain sebagai manifestasi lain dari eksistansi agama mereka.
Agama-agama ini penuh toleransi. Raj Asoka yang hidup 250 dalam sejarah agama
Buddha, bukan saja menganjurkan toleransi, melinkan juga mempelopori mencintai
agama lain. Pandangan toleransi yang berlebihan dapat menjurus ke arah
sinkretisme, menganggap semua agama sama saja. Perumpamaan “orang buta meraba
gajah”, “orang mendaki gunung menuju puncaknya”, dan”sungai semua mengalir ke
laut” adalah ekspresi dari sinkritisme ini. islam tidak menghendaki
sinkritisme, yang dianjurkan adalah toleransi, saling hormat-menghormati, agree
in disagreement.
2.6. Beberapa Kritik
Banyak ahli filsafat, teologi dan
sosial yang meragukan dan menolak integritas Sejarah Agama-Agama sebagai suatu
disiplin akademik. Mereka memberi kritik pada ilmu ini (sejarah agama-agama,
religionswissenschaft) dalam empat macam kritik yaitu :
1. Beberapa
diantaranya menyatakan ,bahwa sejarawan-sejarawan agama itu sebenarnya adalah
filsuf-filsuf agama, atau setidak-tidaknya akan menjurus ke situ, walaupun
kenyataanya belum.
2. Pendekatan
yang dikatakan objektif dalam sejarah agama-agama itu sebetulnya belum cukup
objektif, sesuai dengan keadaan subjektifnya.
3. Sejarah
Agama-agama tidak begitu sungguh-sungguh memperhatikan aspek-aspek khusus dari
masing-masing agama yang sangat multi dimensi itu.
4. Dikhawatirkan
bahwa peneliti-peneliti sejarah agama tidak bisa bersikap ilmiah, betul-betul
dalam studi mereka, karena mereka sangat mungkin tetap terpengaruh oleh
latarbelakang agama dan kebudayaanya sendiri-sendiri. Kalau hal ini terjadi,
maka yang muncul hanyalah apologi agama.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agama
adalah keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan, ajaran atau kepercayaan yang
mempercayai satu atau beberapa kekuatan ghaib yang mengatur dan menguasai alam,
manusia dan jalan hidupnya. Kalau dibandingkan dengan generasi-generasi
terdahulu , orang sekarang mengetahui agama lebih banyak.Akan tetapi,orang
tidak dapat lari dari pengaruh mereka ketika berpikir tentang agama,karena
mereka telah menata kerangka pemikiran teoritik yang telah diterapkannya.Pada
umumnya studi ilmiah sosiologis atau cultural terhadap agama dapat dibedakan
menjadi lima bentuk pendekatan dasar, yaitu (1) Pendekatan historis , (2)
pendekatan psikologi, (3) pendekatan sosiologis, (4) pendekatan fenomenologis,
dan (5)pendekatan structural.Belakangan ini selain lima pendekatan itu masih
ada juga pendekatan yang lain yaitu filosofis dan pendekatan teologis.
3.2 Saran
Adapun saran
yang ingin disampaikan dalam makalah ini, agar para pembaca dapat memberikan
kontribusinya berupa kritikan dan saran yang membangun. Selain itu di harapkan
kedepannya kita selaku umat hendaknya mau mempelajari hal yang terkait
pandangan-pandangan dari setiap agama di dunia.