BAB 1
APAKAH PSIKOLOGI KOMUNIKASI ITU?
Komunikasi amat esensial buat pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-ahli ilmu social telah berkali-kali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian (Davis, 1940: Wasserman, 1924). Antropolog terkenal, Ashley montagu (1967:450), dengan tegas menulis:” The most important agency through which the child learns to be human is communication, verbal also noverbal” kedua, komunikasi sangat erat kaitannya dengan prilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Tidak mengherankan, bahwa komunikasi selalu menarik perhatian peneliti psikologi.
Dilihat dari sejarah perkembangannnya, komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikologi. Tiga diantara empat orang Bapak ilmu komunikasi yang disebut Wilbur Schramm (1980:73-82) adalah sarjana-sarjana psikologi. Kurt Lewin adalah ahli psikologi dinamika kelompok. Ia memperoleh gelar doktornya dalam asuhan Koffka, Kohler, dan Wertheimer, tokoh-tokoh psikologi Gestalt. Paul Lazarsfeld, pendiri ilmu komunikasi lainnya, adalah psikolog yang banyak dipengaruhi Sigmund Freud, bapak psikoanalisis. Walaupun demikian, komunikasi bukan sub disiplin dari psikologi. Sebagai ilmu, komunikasi banyak disiplin ilmu. Sebagai gejala perilaku, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi. Bab ini akan menjelaskan pandangan psikologi tentang arti komunikasi, karakteristik pendekatan psikologi komunikasi, dan perbandingan antara filsafat komunikasi , sosiologi komunikasi, dan psikologi komunikasi.
1. Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi
Telah banyak dibuat definisi komunikasi. Bila Kroeber dan Kluckhohn (1957) berhasil mengumpulkan 164 definisi kebudayaan, Dance (1970) menghimpun tidak kurang dari 98 definisi komunikasi. Definisi-definisi tersebut dilatar belakangi berbagai perspektif; mekanistis, sosiologistis, dan psikologistis. Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu; bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons pada individu yang lain. Psikologi bahkan meneliti lambang-lambang yang disampaikan. Psikologi meneliti proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap prilaku manusia. Penelitian ini melahirkan ilmu blasteran antara psikologi dan linguistic, psikolinguistik.
Ketika komunikasi dikenal sebagai proses mempengaruhi orang lain, disiplin-disiplin yang lain menambah perhatian yang sama besarnya seperti psikologi. Para ilmuwan dengan berbagai latar belakang ilmunya, dilukiskan George A. Miller sebagai “participating in and contributing to one of the great intellectual adventures of the twentieth century” (ikut serta dalam dan bersama-sama memberikan sumbangan pada salah satu petualangan intelektual besar pada abad kedua puluh). Komunikasi begitu ujar George A. Miller selanjutnya, telah menjadi “one of the principal preoccupation of our time” (salah satu kesibukan utama pada zaman ini).
2. Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi
Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia mesti sekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi: antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, engineering, neurofisiologi, filsafat dan sebagainya (Budd dan Ruben,1972).
Yang agak menetap mempelajari komunikasi adalah sosiologi, filsafat, dan psikologi. Sosiologi mempelajari interaksi social. Interaksi social harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Karena itu, setiap buku sosiologi harus menyinggung komunikasi. Dalam dunia modern, komunikasi bukan saja mendasari interaksi social. Teknologi komunikasi telah berkembang begitu rupa sehingga tidak ada satu masyarakat modern yang mampu bertahan tanpa komunikasi. Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi social, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.
Fisher menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi: Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respons (internal mediation of stimuli), prediksi respons (prediction of response), dan peneguhan respons (reinforcement of responses).
3. Penggunaan Psikologi Komunikasi
Komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan kita dengan dunia disekitar kita. Hubungan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup kita. Bila anda selalu gagal untuk mendorong orang lain bertindak, anda telah gagal dalam komunikasi. Komunikasi anda tidak efektif.
Bagaimana tanda-tanda komunikasi yang efektif? Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1974;9-13) paling tidak menimbulkan lima hal; pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.
BAB 2
KARAKTERISTIK MANUSIA KOMUNIKAN
Pemeran utama dalam proses komunikasi adalah manusia. Sebagai psikolog, kita memandang komunikasi justru pada perilaku manusia komunikan. Tugas ahli tekniklah untuk menganalisa berapa banyak “ noise” terjadi di jalan sebelum pesan sampai pada komunikate, dan berapa banyak pesan yang hilang. Psikolog mulai masuk ketika membicarakan bagaimana manusia memproses pesan yang diterimanya, bagaimana cara berpikir dan cara melihat manusia dipengaruhi oleh lambang-lambang yang dimiliki. Fokus psikologi komunikasi adalah manusia komunikan. Karena itu, penting lebih dahulu kita mengenal diri kita.
2.1 Konsepsi Psikologi Tentang Manusia
Walaupun psikologi telah banyak melahirkan teori-teori tentang manusia, tetapi empat pendekatan yang dicontohkan diatas adalah yang paling dominan; psikoanalisis, behaviorisme, psikologi kognitif, dan psikologi humanistis. Kita tidak akan mengulas teori mana yang paling kuat. Karakteristik manusia tampaknya merupakan sintesis dari keempat pendekatan itu.
Konsepsi Manusia dalam Psikoanalisis.
Kita mulai dengan psikoanalisis. Karena dari seluruh aliran psikologi, psikoanalisis secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia. Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psikologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia,bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah (Asch,1959;17).Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga sub system dalam kepribadian manusia yaitu; Id, Ego, dan superego. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia pusat instink (hawa nafsu-dalam kamus agama). Subsistem yang kedua, Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntunan rasional dan realistic. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional (pada pribadi yang normal). Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Unsur moral dalam pertimbangan terakhir disebut superego. Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma social dan cultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.
Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak nampak). Behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional;behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh factor-faktor lingkungan. Dari sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo mechanicus).
Konsepsi Manusia dalam Psikologi kognitif
Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, psikologi social bergerak kearah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagai mahluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai mahluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya; mahluk yang selalu berfikir (Homo Sapiens). Pikiran yang dimaksudkan behaviorisme sekarang didudukkan lagi diatas tahta.
Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukkan kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini hidup dan mulai berfikir. Tetapi manusia bukan sekedar mahluk yang berfikir, ia juga berusaha menemukan identitas dirinya dan menccapai apa yang didambakannya.
Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psikologi humanistic dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan, pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Dalam behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa, tanpa nilai.
Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis Neofreudian (sebenarnya Anti-Freudian) seperti Adler, Jung, Rank, slekel,Ferenczi; tetapi lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif.
Khotbah Frankl menyimpulkan asumsi-asumsi Psikologi Humanistik; keunikan manusia, pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya.
2.2 Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Dewasa ini ada dua macam psikologi social. Yang pertama adalah psikologi social (dengan huruf P besar) dan yang kedua Psikologi social (dengan huruf S besar). Ini menunjukkan dua pendekatan dalam psikologi social: ada yang menekankan factor-faktor psikologis dan ada yang menekankan factor-faktor social; atau dengan istilah lain; factor-faktor yang timbul dari dalam individu (factor personal), dan factor-faktor yang berpengaruh yang dating dari luar diri individu (factor environmental).
Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan factor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kebribadian, system kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar ada dua factor: Faktor biologis dan factor sosiopsikologis.
Faktor Biologis.
Manusia adalah mahluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan factor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan prilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975).
Faktor Sosiopsikologis
Karena manusia mahluk social, dari proses social ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklasifikasinya kedalam tiga komponen yaitu, komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen yang pertama, yang merupakan aspek emosional dari factor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.
Motif Sosiogenis.
Motif sosiogenis sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang” . Peranannya dalam membentuk perilaku social bahkan sangat menentukan. Secara singkat ada beberapa jenis motif-motif sosiogenesis sebagai berikut:
Motif ingin tahu
Motif Kompetensi
Motif cinta
Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas
Kebutuhan akan nilai, kedambaan, dan makna kehidupan
Kebutuhan akan pemenuhan diri
Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi social dan yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar (Sheriff dan Sherif, 1956;489). Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan seraf (neural settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai definisi kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu. Ketiga, sikap relative lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan, sehingga Bem memberikan definisi sederhana; “Attitudes are likes and dislikes.” (1970;14). Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gajala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologi. Bila orang yang anda cintai mencemooh anda, Anda akan bereaksi secara emosional karena anda mengetahui makna cemoohan itu (kesadaran). Emosi tidak selalu jelek. Emosi memberikan bumbu kepada kehidupan, tanpa emosi hidup ini akan kering dan gersang.
Paling tidak ada empat fungsi emosi (Coleman dan Hammen, 1974;462). Pertama, emosi adalah pembangkit energy (energizer). Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati. Kedua, emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita. Ketiga, emosi bukan hanya pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Keempat, emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengetahuinya ketika kita merasa sehat walafiat. Kita mencari keindahan dan mengetahui kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estesis dalam diri kita.
Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari factor sosiopsikologis. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi hanyalah “keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, atau intuisi” (Hohler, et al., 1978;48). Jadi kepercayaan dapat bersifat rasional atau irrasional.
Menurut Solomon E. Asch (1959;565-567), kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan.
Kebiasaan
Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak direncanakan. Kebiasaan mungkin merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali.
Kemauan
Kemauan erat kaitannya dengan tindakan, bahkan ada yang mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan. Menurut Richard Dewey dan W.J Humber, kemauan merupakan:(1) hasil keinginan untuk mencapai tujuan tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan nilai-nilai yang lain, yang tidak sesuai dengan pencapaian tujuan:(2) berdasarkan pengetahuan tentang, cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan:(3) dipengaruhi oleh kecerdasan dan energy yang diperlukan untuk mencapai tujuan:(4) pengeluaran energy yang sebenarnya dengan satu cara yang tepat untuk mencapai tujuan.
2.3 Faktor-faktor Situasional yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Reaksi agresif diungkapkan berlainan pada situasi yang berlainan sehingga Delgado menyimpulkan bahwa respons otak sangat dipengaruhi oleh “setting” atau suasana yang melingkupi organism (Packard, 1978;45).
Kesimpulan Delgado membawa kita kepada pengaruh situasional terhadap perilaku manusia. Edward G. Sampson merangkumkan seluruh factor situasional sebagai berikut:
I. Aspek-aspek objektif dari lingkungan
a. Factor ekologis
1. Faktor geografis
2. Faktor iklim dan meteorologist
b. Faktor desain dan arsitektural
c. Faktor temporal
d. Analisis suasana perilaku
e. Faktor teknologis
f. Faktor social
1. Struktur organisasi
2. System peranan
3. Struktur kelompok
4. Karakteristik populasi
II. Lingkungan psikososial seperti dipersepsi oleh kita
a. Iklim organisasi dan kelompok
b. Ethos dan iklim institusional dan cultural
III. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku
a. Orang lain
b. Situasi pendorong perilaku (Sampson, 1976;13-14).
BAB 3
SISTEM KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
3.1 Sensasi
Tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “bila alat-alat indra mengubah informasi menjadi implus-implus sarafdengan ‘bahasa’ yang dipahami oleh (‘komputer’) otak maka terjadilah proses sensasi, “kata Denis Coon (1977:79). “sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra, “tulis Benyamin B. Wolman (1973:343).
Kita mengenal lima indera atau pancaindera. Psikologi menyebut sembilan bahkan ada yang menyebut sebelas, alat indera penglihatan, pendengaran, kinestesis, vestibular, perabaan, temperatur, rasa sakit, perasaan dan penciuman. Kita dapat mengkelompokan pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi dari dunia luar ( eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar indera oleh eksteroseptor (misalnya telinga atau mata). Informasi dari dalam indera oleh interoseptor (misalnya sistem peredaran darah), gerakan tubuh kita sendiri diindera oleh proprioseptor (misalnya organ vestibular)
3.2 Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiswa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli ninderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori ( Desidngan keoeerato, 1976:129)
Persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. David Krechdan Ricard S. Crutchfield (1977:235) menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor lain yang juga mempengaruhi persepsi yaitu perhatian.
3.2.1 Perhatian (Attention)
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah ini menurut Kenneth E. Andersen (1972:46). Faktor-faktorian yang mempengaruhi perhatian ada dua yaitu:
1. Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Gerakan
Intensitas stimuli
Kebaruan
perulangan
2. Faktor Internal Penaruh Perhatian
Faktor- faktor Biologis
Faktor-faktor Sosiopsikologis
Motif sosiogenis, sikap, kebiasaan, dan kemauan, mempengaruhi apa yang kita perhatikan
3.2.2 Faktor-faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman massa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu
3.2.3Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi
Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu.para psikolog Gesalt, seperti Kohle, Wartheimer(1959), dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural. Prinsip-prinsip ini kemudian dikenal dengan teori Gesalt. Menurut Gesalt apabila kita memperspsi sesuatu , kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan.
3.3 Memori
Lalu apakah memori itu?
Memori adalah sistem yang sangat berstruktur , yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya menurut Schlssingre dan Groves (1976:352)
Secara singkat memori melewati tiga proses : perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan (storage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berapa lama informasi itu berada beserta kita, kita dalam bentuk apa, dan dimana, penyimpanan bisa aktif atau pasif. Pemanggilan (retrieval) adalah menggunakan informasi yang disimpan (Mussen dan Rosenzweig, 1973:499)
3.3.1 Jenis-jenis Memori
Kita tidak menyadari pekerjaan memori pada tahap yang pertama kita hanya mengetahui memori pada tahap ketiga : pemanggilan kembali. Pemanggilan ada empat cara :
1) Pengingatan (Recall) dalah proses aktif untuk menghasilkan kembalifakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.
2) Pengenalan (Recognition) adalah suatu proses yang agak sukar untuk meningat kembali sejumlah fakta, lebih mudah mengenalinya kembali.
3) Belajar lagi (Relearning) adalah menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori
4) Redintegrasi (Redintegration) adalah merekontruksi seluruh masa lalau dari satu petunjuk memori kecil
3.3.2 Mekanisme Memori
Sudah lama oarang ingin mengetahui bagaimana cara kerja memori. Secara praktis, orang ingin mencari cara-cara untuk mengefektifkan pekerjaan memori. Bukankah bila memori kita handal, kita dapat menggunakannya sebagai arsip yang murah, praktis, efisiensi, dan portable (mudah dibawa). Tetapi memori kita sering tidak berfungsi , kita sering lupa. Untuk mengetahui pekerjaan memori, kita harus menjawab mengapa orang lupa? Jawabannya menjelaskan mengapa kita ingat?, ada tiga teori yang menjelaskan memori:
Teori AUS (Disuse Theory)
Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Seperti otot, memori yang kuat, bila dilatih terus-menerus.
Teori Interferensi (Interference Theory)
Menurut toeri ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Katakanlah, pada kanvas itu sudah terlukis hukum relativitas. Segera setelah itu, anda mencoba merekam hukum medan gabungan. Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Ini disebut interferensi.
Teori Pengolahan Informasi ( Information Processing Theory)
Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory stroge (gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek), lalu dilupakan atau dikonding untuk dimasukkan ke dalam long term memori ( STM, memori jangka panjang.
3.4 Berpikir
3.4.1 Apakah Berpikir Itu?
Proses keempat yang mempengaruhi penafsiran kita kita terhadap stimuli adalah berpikir. Menurut Paul Mussen dan Mark R. Rosenzweig, “the term ‘thinking’ refers to many kind of activities that involve the manipulation of concepts and symbol, representations of objects and events” (1973:410). Jadi berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep atau lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa.
Tetapi untuk apakah orang berpikir? Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity). Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal. Sehingga dengan singkat, Anita Taylor et al mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan. Thinking is a inffering process (Taylor et al. 1977:55)
3.4.2 Bagaimana Orang Berpikir?
Bagaimana orang berpikir? Atau bagaimana orang menarik kesimpulan? Secara garis besar ada dua macam berpikir: berpikir autistikdan berpikir realistik. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Fantasi, menghayal, wishful thinking, adalah contoh-contohnya. Dengan berpikir autistik orang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantasi. Berpikir realistik, disebut nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch menyebutkan tiga macam berpikir realistik yaitu:
1. Berpikir deduktif ialah mengambil kesimpulan yang dimulai dari hal-hal yang umum dan mengambil kesimpulan khusus
2. Berpikir induktif ialah mengambil kesimpulan yang dimulai dari hal-hal yang khusus dan mengambil kesimpulan umum
3. Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan.
3.4.3 Menetapkan Keputusan (Decision Making)
Salah satu fungsi berpikir ialah menetapkan keputusan, sepanjang hidup kita harus menentukan keputusan. Sebagian dari keputusan itu ada yang menentukan masa depan kita. Keputusan yang kita ambil beraneka ragam. Tetapi ada tanda-tanda umumnya yaitu:
1. Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual
2. Keputusan yang di ambil selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif
3. Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaanya boleh ditangguhkan atau dilupakan.
3.4.4 Memecahkan Persoalan (problem solving)
Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui lima tahap (tentu tidak selalu begitu!) yaitu:
1. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu. Anda mula-mula akan mengatasinya dengan pemecahan yang rutin. Mobil mogok, anda starter berkali-kali, Anak mogok anda beri dia uang, Istri mogok bicara anda membujuknya. Bila cara biasa ini gagal maka akan timbul masalah
2. Anda mencoba menggali memori anda untukmengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada masa lalu. Mobil mogok bisa didorong, anak mogok bisa diancam, dan istri mogok bisa dibohongi.
3. Pada tahap ini anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang pernah anda ingat atau yang dapat anda pikirkan. Semua anda coba. Ini disebut penyelesaian mekanis ( mechanical solution) dengan uji coba , triad and error
4. Anda mulai menggunakan lambang-lambang verbal atau grafis untuknmengatsi masalah. Anda mencoba memahami situasi yang terjadi,mencari jawaban, dan menemukan kesimpulan yang tepat, anda mungkin menggunakan deduksi, atau induksi, tetapi jarang memperoleh informasi lengkap, anda lebih sering menggunakan analogi.
5. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran anda suatu pemecahan . “aha sekarang saya tahu, anak saya tersinggung karena ucapan saya. Saya harus meminta maaf. “ kilasan pemecahan masalah ini disebut Aha Erlebnis ( pengalaman Aha), atau lebih lazim disebut insight solution
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pemecahan Masalah
Seperti perilaku manusia yang lain, pemecahan masalah dipengaruhi faktor-faktor situasional dan personal. Faktor-faktor situasional terjadi, miaslnya pada stimulus yang menimbulkan masalah, pada sifat-sifat masalah: sulit-mudah, baru-lama, penting-kurang penting, melibatkan sedikit atau banyak masalah lain. Kita tidak membahas faktor-faktor situasional secara lebih terperinci.
Selain faktor situasional dan personal ada lagi faktor lain yang mempengaruhi proses pemecahan masalah yaitu faktor biologis dan faktor sosiologis.faktor biologis adalah faktor yang secara langsung mempengaruhi tubuh kita sendiri contohnya saat simpanse yang terlalun lapar tidak mampu memecahkan masalah,sedangkan simpanse yang yang setengah lapar memecahkan masalah dengan cepat. Manusi yang kurang tidur mengalami penurunan kemampuan berpikir, begitu pun bila terlalu lelah, inilah faktor biologis
Sedangkan faktor sosiopsikologis lebih mengarah pada luar diri kita sendiri contoh-contohnya yaitu:
A. Motivasi, motinasi yang rendah mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas.
B. Kepercayaan dan sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita, bila kita percaya bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan material, kita akan mengalami kesulitan ketika memecahkan penderitaan batin kita.
C. Kebiasaan, kecendrungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien. Ini menimbulkan kejumudan pikiran (rigid mental set). Lawan dari ini adalah kekenyalan pikiran (fleksible mental set) yang merupakan, “cara berpikir yang ditandai oleh semacam kekuranghormatan pada jawaban-jawaban lama, aturan yang mapan, atau prinsip-prinsip yang sudah diterima.
D. Emosi, dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat berpikir betul-betul objektif. Sebagai manusia yang bukan hambatan utama. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang terlalu tinggi sehingga menjadi stress, barulah kita menjadi sulit berpikir efisien.
3.4.5 Berpikir Kreatif (Creative thinking)
Apa itu kreativitas?
Berpikir kreatif, menurut James C. Coleman dan CoustanceL. Hammen (1974:452), adalah “ thinking which produces new methods, new concepts, new understandings, nwe inventions, new york of art.” Berpikir kreatif diperlukan mulai dari komunikator yang harus mendesain pesannya, insinyur yang harus merancang bangunan, ahli iklan yang harus menata pesan verbal dan pesan grafis, sampai pada pemimpin masyarakat yang harus memberikan perspektif baru dalam mengatasi masalah sosial.
Berpikir kreativitas harus memenuhi tiga syarat yaitu:
1. Yang pertama, kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara secara statistiksangat jarang terjadi.
2. Yang kedua, kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis.
3. Yang ketiga, kreativitas merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkan sebaik mungkin (Mackinnon. 1962:485)
Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tidak kreatif dengan konsep berpikir konvergen dan divergen. Berpikir konvergen, yakni kemampuan untuk memberikan satu jawaban yang tepat pada pertanyaan yang diajukan, contoh apabila anda ditanya “apa ibu kota Republik Indonesia”?. Berpikir divergen, yakni kemampuan untuk memberikan jawaban lebih dari satu jawaban pada pertanyaan yang di ajukan, contohnya “apakah perbedaan antara bank dengan kooperasi”?
Kata Guilford, orang kreatif ditandai dengan pola berpikir divergen, yakni mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban. Berpikir konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan, divergen erat kaitannya dengan kretivitas. Berpikir divergen dapat diukur dengan fluency, flexibility, dan originality, jika saya meminta anda dapat menyebutkan sebanyak mungkin kata-kata berakhiran dengan- si, saya mengukur fluency anda. Jika jawaban anda bukan hanya panjang, tetapi juga menunjukan keragaman dan hal luar biasa, anda memiliki skor yang tinggi dalam fleksibility dan originality. Berpikir kreatif adalah berpikir analogis-metaforis.Proses Berpikir Kreatif, Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif:
1. Orientasi : masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasi
2. Preparasi: pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah
3. Inkubasi: pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita.
4. Huminasi: masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis.
5. Verifikasi: tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kreatif
Berpikir kretif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Orang-orang kreatif memiliki temperamen yang beraneka ragam, seperti:Wagner yang sombong dan sok ngatur, Tchaikovsky yang pemalu, pendiam dan pendiam, Byronyang hyperseksual, Newton yang tidak toleran dan pemarah, Einstein yang rendah hati dan sederhana (Hunt, 1982:284). Walaupun demikian, ada beberapa faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif (Coleman dan Hammen, 1974:455):
1. Kemampuan kognitif: termasuk disini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasa-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif.
2. Sikap yang terbuka: orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal, ia memiliki minat yang beragam dan luas.
3. Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak senang senang “digiring”, ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya, ia tidak terlalu terikat pada konvensi-konvensi sosial. Mungkin inilah sebabnya, orang-orang kreatif sering di anggap “nyentrik” atau gila.
BAB 4
SISTEM KOMUNIKASI INTERPERSONAL
4.1 Persepsi Interpersonal
Pada tahun 1950-an dikalangan psikologi sosial timbul aliran baru (disebut’’New Look’’) yang meneliti pengaruh faktor-faktor sosial seperti interpersonal, nilai-nilai kultural,dan harapan-harapan yang dipelajari secara sosial.Persepsi sosial memperoleh konotasi baru sebagai proses mempersepsi objek-objek dan peristiwa sosial.
Ada empat perbedaan persepsi objek dengan persepsi interpersonal.
Pertama, pada persepsi objek, stimuli di tangkap dengan alat indera kita melalui benda-benda fisik; pada persepsi interpersonal stimuli mungkin sampai pada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang di sampaikan pada pihak ketiga.
Kedua, bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat batiniah objek itu: pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera kita.
Ketiga, ketika kita mempersepsi objek,objek tidak bereaksi pada kita,sehinnga menyababkan persepsi interpersonal sangat cenderung keliru.
Keempat, objek relatif tetap,pada persepsi interpersonal menjadi mudah salah.
4.1.1 Pengaruh Faktor-faktor Situasional pada Persepsi Interpersonal
Deskripsi Verbal
Bagaimana rangkaian kata sifat menentukan persepsi orang.
Petunjuk Proksemik
Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan,dan bagaimana menyimpulkan jarak sesuatu dari jarak interpersonal?
Pertama, seperti Edward T.Hall,kita juga menyimpulkan keakraban seseorang dengan orang lain dari jarak mereka, seperti yang kita amati.
Kedua, erat kaitannya dengan yang pertama,kita menanggapi sifat-sifat orang lain dari caranya orang itu membuat jarak dengan kita.
Ketiga, caranya orang itu mengatur ruang mempengaruhi persepsi kita tentang orang itu. Jadi kita menanggapi orang lain berdasarkan jarak yang di buat oleh orang itu dengan orang lain lagi.
Petunjuk kinesik(Kinesic Cues)
Suatu eksperimen yang menggunakan gambar-gambar keramgka(‘’stick figurs’’) dengan berbagai gerak,diperlihatkan pada subjek eksperimen.
Petunjuk Wajah
Seperti ppetunjuk kinesik,petunjuk wajah pun meniimbulkan persepsi yang dapat diandalkan.petunjuk fasial adalah yang paling penting dalam mengenali perasaan personal stimuli.walaupun petunjuk fasial dapat mengungkapkan emosi,tidak semua orang mempersepsi emosi itu dengan cermat.
Petunjuk Paralinguistik
Yang dimaksud dengan paralinguistik ialah cara bagaimana orang mengucapkan lambang-lambang verbal. Petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya.
Petunjuk Artifaktual
Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak potongan tubuh,kosmetik yang di pakai, baju, tas, pangkat, badge, dan atribut-atribut lainnya.yang dimaksud dengan petunjuk verbal ialah isi komunikasi personal stimuli,bukan cara.
4.1.2 Pengaruh Faktor-faktor Personal pada persepsi Interpersonal
Pada faktor-faktor personal yang secara langsung mempengaruhi kecermatan persepsi,bukan proses persepsi itu sendiri.Persepsi interpersonal besar pengaruhnya bukan saja pada komunikasi interpersonal,tetapi juga pada hubungan interpersonal.
Pengalaman
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi,pengalaman tidak selalu melalui proses belajar formal.pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi.
Motivasi
Proses konstuktif sangat banyak melibatkan unsur-unsur motivasi.motif personal lainnya yang mempengaruhi persepsi interpersonal adalah kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil.
Kepribadian
Dalam psikoanalisis di kenal proyeksi,sebagai salah satu cara pertahanan ego,proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman subjektif secara tidak sadar.
4.1.3 Proses Pembentukan Kesan
Stereotyping
Semua sifat anak cerdas akan dikenakan kepada mereka, inilah yang disebut stereotyping. Menurut psikologi kognitif, pengalaman-pengalaman baru akan dimasukan pada ‘’laci’’kategori yang ada dalam memori kita,berdasarkan kesamaannya dengan pengalaman masa lalu. Stereotyping menjelaskan terjadinya primacy effect dan halo effect.Primacy effect secara sederhana menunjukan bahwa kesan pertama amat menentukan; karena kesan itulah yang menentukan kategori begitupun halo effect.persona stimuli yang kita senangi telah mempunyai kategori tertentu, yang positif dan pada kategori itu sudah disimpan semua sifat yang baik.
Implicit Personality Theory
Konsepsi ini merupakan teori yang di pergunakan orang ketika membentuk kesan tentang orang lain, teori ini tidak pernah dinyatakan, karena itu disebut Implicit Personality Theory.
Atribusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud dan karakteristik orang lain dengan cara melihat pada perilaku yang tampak.
4.1.4 Proses Pengelolaan Kesan (Impression Management)
Kesulitan persepsi timbul karena persona stimuli berusaha menampilkan petunjuk-petunjuk tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu pada diri penanggap. Erving Goffman menyebut proses ini pengelolaan kesan, (impression management).
4.1.5 Pengaruh Persepsi Interpersonal pada Komunikasi Interpersonal
Perilaku kita dalam komunikasi interpersonal amat bergantung pada persepsi interpersonal. Bila kedua belah pihak menanggapi yang lain secara tidak cermat, terjadilah kegagalan komunikasi (communication breakdowns). Adanya kesenjangan antara persepsi dengan realitas sebenarnya mengakibatkan bukan saja perhatian selektif, tetapi juga penafsiran pesan yang keliru.
Persepsi interpersonal juga mempengaruhi komunikate.Bila orang berperilaku sesuai dengan persepsi orang lain terhadap dirinya, terjadilah apa yang di sebut self-fulfilling prophecy (nubuat yang dipenuhi sendiri).
4.2 Konsep Diri
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi ,sosial, dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran deskritif, tetapi juga penilaian Anda tentang diri Anda.
Ada dua komponen konsep diri; komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra-diri (self image), dan komponen afektif disebut harga-diri(self-esteem).
4.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Orang lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.konsep diri juga bisa terbentuk karena pujian orang lain, pada satu kelompok, subjek-subjek eksperimen yang menilai dirinya dengan baik diberi peneguhan dengan anggukan, senyuman, atau pertanyaan mendukung pendapat mereka.pada kelompok lain, penilaian positif tidak di tanggapi sama sekali. Kelompok pertama menunjukan peninggkatan citra diri yang lebih baik, karena mendapat sokongan dari orang lain.
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh terhadap diri kita .Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. Dalam perkembangan, signifikan others meliputi orang yang memperngaruhi prilaku, pikiran, dan perasaan kita. Ketika kita tumbuh dewasa kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Role taking amat penting artinya dalam pembentukan konsep diri.
Kelompok Rujukan (Reference Group)
Dalam pergaulan bermasyarakat, kita menjadi anggota berbagai kelompok, setiap kelompok mempunyai norma norma tertentu. Ada kelompok yang secara emosional yang mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan.
4.2.2 Pengaruh Konsep Diri pada Komunikasi Interpersonal.
Buat yang Dipenuhi Sendiri
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri. Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri anda. Sebagai peminat komunikasi,sebaiknya kita mampu mengidentifikasi tanda-tanda konsep diri yang fositip dan negatif. Menurut William D.Brooks dan Philip Emmert (1976:42-43) ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif.
Pertama, dia peka terhadap kritik. Orang ini tidak tahan kritik yang di terimanya, dan mudah marah, dan naik pitam.
Kedua, orang yang memiliki konsep diri negatif, renponsif sekali terhadap pujian.
Ketiga, sikap hiferkritis, mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
Keempat, orang yang konsep dirinya negatif,cenderung tidak disenangi orang lain.
Kelima, orang yang konsep dirinya negatif,selalu bersikap pesimis.
Sebaliknya, orang yang memiliki konsep positf ditandai dengan 5 hal:
1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah;
2. Ia merasa setara dengan orang lain;
3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu;
4. Ia menyadari,bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan ;
5. Ia mampu memperbaiki dirinya karna ia sanggup mengungkapkan aspek aspek kepribadian yang tidak di senangi dan berusaha mengubahnya.
Membuka Diri.
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat, pada kenyataannya.
Percaya Diri
Keinginan untuk menutup diri, selain karna konsep diri yang negatif, timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri.
4.3 Atraksi Interpersonal
Dean C. Barlund, ahli komunikasi menulis, ‘’Mengetahui garis-garis atraksi dan penghindaran dalam sistem sosial artinya mampu meramalkan dari mana pesan akan muncul, kepada siapa pesan itu akan mengalir, dan lebih-lebih lagi bagaimana pesan akan di tertarik kepada siapa atau siapa menghindar siapa, kita dapat meramalkan arus komunikasi interpersonal yang akan terjadi.
4.3.1 Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Atraksi Interpesonal
Kesamaan Karakteristik Personal
Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat sosioekonomis, agama, ideologis, cenderung saling menyukai. Reader dan English mengukur kepribadian subyek-subyeknya dengan rangkaian tes kepribadian. Diketemukan, mereka yang bersahabat menunjukkan korelasi yang erat dalam kepribadiannya. Penelitian tentang pengaruh kesamaan ini banyak dilakukan dengan berbagai kerangka teori. Asas kesamaan ini pada kenyataannya bukanlah satu-satunya determinan atraksi. Atraksi interpersonal akhirnya merupakan gabungan dari efek keseluruhan interaksi di antara individu. Walaupun begitu , bagi komunikator lebih tepat untuk memulai komunikasi dengan mencari kesamaan di antara semua peserta komunikasi.
Tekanan Emosional (stress)
Bila orang berada dalam keadaan yang mencemaskan atau harus memiliki tekanan emosional, ia akan menginginkan kehadiran orang lain. Stanley Schachter (1959) membuktikan pernyataan di atas dengan sebuah eksperimen. Ia mengumpulkan dua kelompok maahasiswi. Kepada kelompok pertama diberitahukan bahwa mereka akan menjadi subjek eksperimen yang meneliti efek kejutan listrik yang sangat menyakitkan. Kepada kelompok ke dua diberitahukan bahwa mereka hanya akan mendapat kejutan ringan saja. Schachter menemukan di antara subyek pada kelompok pertama (kelompok yang tingkat kecemasannya tinggi), 63 persen ingin menunggu bersama orang lain, dan di antara subyek pada kelompok kedua hanya 33 persen yang memerlukan sahabat. Schachter menyimpulkan bahwa situasi penimbul cemas meningkatkan kebutuhan akan kasih sayang.
Harga diri yang rendah
Menurut kesimpulan Walster, bila harga diri direndahkan, hasrat afiliasi ( bergabung dengan orang lain) bertambah, dan ia akan makin responsif untuk menerima kasih sayang orang lain. Dengan perkataan lain, orang yang rendah diri cenderung mudah mencintai orang lain.
Isolasi sosial
Manusia adalah mahluk sosial, itu sudah diketahui orang banyak. Manusia mungkin tahan hidup terasing beberapa waktu, tetapi tidak untuk waktu yang lama. Isolasi sosial adalah pengalaman yang tidak enak. Beberapa orang peneliti telah menunjukkan bahwa tingkat isolasi sosial amat besar pengaruhnya terhadap kesukaan kita pada orang lain.
4.3.2 Faktor-faktor Situasional yang Memepengaruhi Atraksi Interpersonal
Daya tarik fisik (Physical Attactiveness)
Kita telah menceritakan peneliti Dion, Berscheid, dan Walster (1972) tentang penilaian orang pada wajah-wajah yang cantik. Merekka cenderung dinilai akan lebih berhasil dalam hidupnya, dan di anggap memuliki sifat-sifat yang baik. Walaupun apa yang disebut cantik belum di sepakati, kata sebagian orang relatif, ada orang-orang yang disepakati banyak orang sebagai cantik atau tampan. Agak sukar, misalnya untuk menemukan orang yang menganggap jelek pada Lidya Kandau, Sherley Malinton, Meriam Bellina, Robby Sugara, atau Roy Marten.
Ganjaran (Reward)
Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita. Ganjaran itu berupa bantuan , dorongan moral, pujian, atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita. Kita akan menyukai orang yang menyukai kita; kita akan menyenangi orang yang memuji kita. Menurut teori pertukaran sosial (social exchange theory), interaksi sosial adalah semacam transaksi dagang. Kita akan melanjutkan interaksi bila laba lebih banyak dari biaya. Atraksi , dengan demikian , timbul pada interaksi yang banyak mendatangkan laba.
Familiarity
Familiarity sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Prinsip familiarity di cerminkan dalam pribahasa indonesia, ‘’kalau tak kenal, maka tak sayang’’ (lebih jelas lagi dalam bahasa jawa ‘’Witing Tresno Jalaran Soko Kulino’’). Jika kita sering berjumpa dengan seseorang –asal tidak ada hal-hal lain –kita akan menyukainya.
Kedekatan (Proximity)
Erat kaitannya dengan familiarity adalah kedekatan. Orang cenderung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan. Persahabatan lebih mudah tumbuh di antara tetangga yang berdekatan (Whyte, 1956) , atau diantara mahasiswa yang duduk berdampingan , (Byrne dan Buehler , 1955). Mungkin di pertanyakan apakah karena saling menyukai orang berdekatan , atau karena berdekatan orang saling menyukai.
Kemampuan ( Competence )
Kita cenderung menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi dari pada kita, atau lebih berhasil dalam kehidupannya. Pemain-pemain bulutangkis di puja orang ketika mereka berhasil mengalahkan lawannya, dan di caci maki ketika mereka gagal. Orang-orang yang sukses dalam bidang apapun – propesional atau nonpropesional – umumnya mendapat simpati orang banyak.walaupun demikian, seperti faktor-faktor atraksi lainnya, ada beberapa situasi ketika kemampuan tidak menimbulkan atraksi interpersonal.
4.3.3 Pengaruh Atraksi Interpesonal pada Komunikasi Interpersonal
Penafsiran pesan dan penilaian
Sudah di ketahui bahwa pendapat dan penilaian kita tentang orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional. Kita juga mahluk emosional. Karna itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya , jika kita membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif (masih ingatkah anda pada halo effect ?). seperti akan kita bicarakan nanti dalam bab 6, komunikator yang di pandang menarik – karena kesamaan, kedekatan, daya tarik fisik – lebih efektif dalam mempengaruhi perubahan pendapat dan sikap.
Efektifitas komunikasi
Komunikasi interpersonal di nyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila anda berkumpul dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan dengan anda, anda bira dan terbuka, berkumpul dengan orang-orang yang anda benci akan membuat anda tegang, resah, dan tidak enak. Anda akan menutup diri dan menghindari komunikasi. Anda ingin segera mengakhiri komunikasi anda. Bila keadaan seperti ini, yang sudah di buktikan oleh Wolosin (1975) , kita berluas pada situasi komunikasi lainnya, kita dapat menyatakan bahwa komunikasi akan lebih efektif bila para komunikan saling menyukai. Dalam pendidikan , atraksi interpersonal telah di teliti pengaruhnya terhadap prestasi akademis.
4.4 Hubungan Interpersonal
Seperti telah kita jelaskan pada bab pertama, komunikasi yang efektif di tandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita di pahami, tetapi hubungan di antara komunikan menjadi rusak. ‘’komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barang kali yang paling penting, ‘’tulis Anita Taylor et al. (1977:187)’’ banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik di antara di komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, dan paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubngan yang jelek. ‘’ setiap kali kita melakukan kamunikasi , kita bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan; kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal kurang bukan hanya menentukan ‘’content’’ tetapi juga ‘’relationship’’.
4.4.1 Teori-teori Hubungan Interpersonal
Ada sejumlah model untuk menganalisa hubungan interpersonal, tetapi – dengan mengikuti iktisar dari Coleman dan Hamen (1974:224-231) –kita akan menyebutkan 4 buah model : (1)model pertukaran sosial (social exchange model); 2. Model peranan ( role model); 3.model permainan( the games people play model ) dan 4. Model interaksional( interactional model).
Model pertukaran sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka utama dari model ini , menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut, ‘’asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara suka rela memasuki dan tinggal dalam lingkungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan di tinjau dari segi ganjaran dan biaya . ‘’ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini. Ganjaran ialah setiap akibat yang di nilai positif yang di peroleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang di pegangnya.
Model peranan
Bila model pertukaran sosial memandang hubungan interpersonal sebagai transaksi dagang, model peranan melihatnya sebagai panggung sandiwara. Di sini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan ,’’naskah ‘’ yang telah di buat masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan (role expectation) dan tututan peranan (role the mands), memiliki keterampilan peranan ( role skills) , dan terhindari dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
Model permainan
Model ini berasal dari psikiater eric berne (1964. 1972) yang menceritakannya dalam buku games people play. Analisisnya kemudian di kenal sebagai analisis transaksional. Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia – orang tua, orang dewasa, dan anak. Orang tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan prilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang dewasa adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional , sesuai dengan situasi dan biasanya berkenaan dengan maslah-maslah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang di ambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.
Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, intregratif, dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai satu kesatuan. Untuk memahami sistem , kita harus melihat struktur. Selanjutnya semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibritum sistem terganggu, segera akan di ambil tindakannya. Dalam mempeertahankan ekuilibrium, sistem dan subsistem harus melakukan transaksi yang tepat dengan lingkungannya ( medan).
4.4.2 Tahap-tahap Hubungan Interpersonal
Pembentukan Hubungan Interpersonal
Tahap ini sering disebut tahap perkenalan (acquaintance process); di uraikan secara terinci oleh Theodore Newcomb dalam The Acquaintance Process (1961), Donny Byrne dalam The Attraction Paradigm (1971), dan Dalmas A. Taylor dalam Social Penetration: The Development of Interpersonal Relationship (1973). Disini kita tidak akan menguraikan proses ini secara terinci. Fokus kita ialah pada proses penyampaian dan penerimaan informasi dalam pembentukan hubungan .
Peneguh Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Ada empat faktor yang amat penting dalam memelihara keseimbangan ini: keakraban , kontrol, respons yang tepat, dan nada emosional yang tepat. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang di perlukan. Menurut Argyle, jika dua orang melakukan tingkat keakraban yang berbeda akan terjadi ketidakserasian dan kejanggalan.
Pemutusan hubungan interpersonal
Walaupun kita dapat menyimpulkan bahwa jika empat faktor di atas tidak ada, hububfan interpersonal akan di akhiri , penelitian tentang pemutusan hubungan masih jarang sekali di lakukan. Bahkan menurut Brooks dan Emmert, ‘’ there is almost no research literature on this topic ‘’. Walaupun demikian, kita dapat mengambil analisis R.D. Nye (1973) dalam bukunya Conflict among Humans.
4.4.3 Faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal.
Pola-pola komunikasi interpersonal efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain , makin baik hubungan mereka. Yang menjadi soal bukan lah berapa kali komunikasi di lakukan. Tetapi bagaimana komunikasi itu di lakukan. Bila antara anda dengan saya berkembang sikap curiga, makin sering anda berkomunikasi dengan saya makin jauh jarak kita. Lalu, apa saja faktor2 yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik ?, seperti telah di sebutkan di muka , disini kita akan menyebutkan tiga hal : percaya, sikap sportif, dan sikap terbuka.
Percaya (trust)
Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, faktor percaya adalah yang paling penting. Bila saya percaya kepada anda , bila prilaku anda dapat saya duga, bila saya yakin anda tidak akan menghianati atau merugikan saya, maka saya akan lebih banyak membuka diri saya kepada anda.sejak tahap yang pertama dalam hubnungan interpersonal ( tahap perkenalan), sampai pada tahap kedua ( tahap peneguhan), ‘’percaya’’ menentukan efektifitas komunikasi. Secara ilmiah, ‘’percaya’’ didefinisikan sebagai ‘’percaya’’ mengandalkan prilaku orang untuk mencapai tujuan yang di hendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko.
Sikap Suportif
Sikap Suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defrensif bila ia tidak menerima , tidak jujur , dan tidak empatis. Sudah jelas, dengan sikap deprensif komunikasi interpersonal akan gagal; karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang di tanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal ( ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman depensif, dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional . diantara faktor-faktor situasional adalah prilaku komunikasi orang lain.
Sikap terbuka
Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme; sehingga untuk memahami sikap terbuka, kita harus mengidentifikasikan lebih dahulu karakteristik orang dogmatis. Milton Rokeach mendefinisikan dogmatisme sebagai ‘’a) a relatively closed cognitive organization of beliefs and disbeliefs about reality, b). organized around a central set of beliefs about absolute authority which, in turn, c) provides a frame-work for patterns of intolerance toward others’’ (Rokeach, 1954:194-204). Rokeach, yang kemudian memperjelas pemikirannya dalam bukunya the open and Closed Mind (1960), menegaskan pengaruh dogmatisme terhadap proses penerimaan dan pengolahan informasi. Dengan menggunakan Brooks dan Emmert (1977) sebagai rujukan, karakteristik orang yang besikap terbuka di kontraskan dengan karakteristik orang tertutup ( dogmatis ).
BAB 5
SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK
5.1 Kelompok dan Pengaruhnya pada Perilaku Komunikasi.
5.1.1 Klasifikasi Kelompok
Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul di terminal bus, yang antri di depan loket bioskop, yang berbelanja di pasar, semuanya disebut agregat – bukan kelompok.
Supaya agregat menjadi kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka.kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Jadi, dengan perkataan lain, kelompok mempunyai dua tanda psikologis. Pertama, anggota – anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok – ada sense of belonging – yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota- anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain (Baron dan byrne, 1979 : 558)
Para ahli psikologi – juga ahli sosiologi – telah mengembangkan berbagai cara untuk mengklasifikasikan kelompok. Disini, kita akan menjelaskan empat dikotomi : primer – sekunder, ingroup-outgroup, rujukan keanggotaan, deskriptif-preskriptif.
Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Kelompok sekunder, secara sederhana, adalah lawan kelompok primer. Hubungan kita dengannya tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Termasuk ke dalam kelompok sekunder ialah organisasi massa, fakultas, serikat buruh, dan sebagainya.
Kita dapat melihat perbedaan utama antara kedua kelompok ini dari karakteristik komunikasinya.
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal.
3. Pada kelompok primer, komunikasi lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi.
4. Ekspresif
5. Informal
Ingroup dan Outgroup
Ingroup adalah kelompok kita, dan outgroup adalah kelompok-mereka. Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluarga kita adalah ingroup yang kelompok primer. Fakultas kita adalah ingroup yang kelompok sekunder. Perasaan Ingroup diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerjasama. Untuk membedakan ingroup dan outgroup, kita membuat batas (boundaries), yang menentukan siapa masuk orang dalam, dan siapa orang luar.
Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan
Bila Cooley membedakan kelompok primer dan sekunder, dan Sumner membagi kelompok menjadi ingroup dan outgroup, maka Theodore Newcomb, pada tahun 1930-an, melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group).
Dari sinilah definisi kelompok rujukan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.
Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980:45) dari Illinois State University, membagi kelompok pada dua kategori: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Kategori preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Masih menurut Cragan dan Wright (1980:45), ada enam format kelompok, yaitu diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokuium, dan prosedur parlementer. Kita akan menguraikan keenam format kelompok itu, ditambah tiga sistem agenda pemecahan masalah.
5.1.2 Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi.
Perubahan perilaku idividu terjadi karena — apa yang lazim disebut dalam psikologi sosial sebagai — pengaruh sosial (social influence). "Social influence occurs whenever our behavior, feelings, or attitudes are altered by what others say or do' , begitu definisi Baron dan Byrne (1979: 253). Di sini, kita akan mengulas tiga macam pengaruh kelompok: konformitas, fasilitasi sosial dan polarisasi.
Konformitas (Conformity)
Menurut Kiesler dan Kiesler (1969), konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok — yang real atau yang dibayangkan.
Konformitas tidak selalu jelek, juga tidak selalu baik. Untuk nilai nilai sosial yang dipegang teguh oleh sistem sosial, konformitas diperlukan. Untuk kebersihan moral, kita memerlukan konformitas. Tetapi untuk perkembangan pemikiran, untuk menghasilkan hal-hal yang baru dan kreatif, konformitas merugikan (Hollander, 1975).
Fasilitasi Sosial
Prestasi individu yang meningkat karena disaksikan kelompok disebut Allport sebagai fasilitasi sosial. Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah") menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok.
Polarisasi
Polarisasi mengandung beberapa implikasi yang negatif. Pertama kecenderungan ke arah ekstremisme menyebabkan peserta komunikasi menjadi lebih jauh dari dunia nyata; karena itu, makin besar peluang bagi Mereka untuk berbuat kesalahan. Kedua, polarisasi akan mendorong ekstremisme dalam kelompok gerakan sosial atau politik.
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifen Kelompok
5.2.1 Faktor Situasional Karakteristik Kelompok
1. Ukuran Kelompok
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok (performance) bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok ialah tujuan kelompok.
2. Jaringan Komunikasi
Dalam sebuah ruangan, Anda berbicara di depan, menghadapi barisan kursi yang sejajar, diduduki oleh para hadirin. Pada kesempatan lain, Anda — bersama kawan-kawan Anda — duduk melingkari meja bundar. Perbedaan pengaturan ruang ini ternyata menimbulkan perbedaan pola komunikasi.
3. Kohesi Kelompok (Group Cohesiveness)
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasaan. Marquis, Guetzkow, dan Heyns (1951) mengamati anggota-anggota yang menghadiri berbagai konferensi. Ia menemukan makin kohesif kelompok yang diikuti, makin besar tingkat kepuasan anggota.
4. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhu kelompok untuk bergerak kearah tujuan kelompok (Cragan dan Wright, 1980:73). Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka menyebutkan tiga gaya kepemimpinan: otoriter, demokratis, dan laissez faire.
5.2.2 Faktor Personal: Karakteristik Anggota Kelompok
Cragan dan Wright menyebutkan dua dimensi interpersonal yang mempengaruhi keefektifan kelompok — kebutuhan interpersonal dan proses interpersonal — di samping perbedaan individual seperti usia, suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepribadian, dan homogenitas atau heterogenitas kelompok.
Kebutuhan Interpersonal
Tindak Komunikasi
Peranan
5.3 Bentuk-Bentuk Komunikasi Kelompok
5.3.1 Komunikasi Kelompok Deskriptif
Para ahli komunikasi kelompok menunjukkan tiga kategori kelompok yang besar- kelompok tugas, kelompok pertemuan dan kelompok penyadar. Untuk setiap kategori kelompok terdapat beberapa model yang melukiskan tahapan perkembangan proses kelompok. Untuk sekadar memperkenalkan, kita hanya akan mengambil sebuah model untuk setiap kelompok.
Kelompok Tugas : Model Fisher
Aubrey Fisher meneliti tindak komunikasi kelompok tugas dan menemukan bahwa kelompok melewati empat tahap : orientasi, konflik, pemunculan, dan peneguhan.
Kelompok Pertemuan : Model Bennis dan Shepherd
Seperti kita ketahui, orang memasuki kelompok pertemuan untuk mempelajari diri mereka dan mengetahui bagaimana mereka dipersepsi oleh anggota yang lain.
Kelompok Penyadar : Model Chesebro, Cragan dan McCullough
Diskusi kelompok ini menggunakan komunikasi kelompok untuk menimbulkan kesadaran pada anggota-anggotanya.
5.3.2 Komunikasi Kelompok Preskriptif
Berbagai komunikasi kelompok ini menurut formatnya dapat di klasifikasikan pada dua kelompok besar; privat dan publik (terbatas dan terbuka). Kelompok pertemuan (kelompok terapi), kelompok belasjar, panitia, konferensi (rapat) adalah kelompok privat. Panel, wawancara terbuka (public interview), forum, simposium termasuk kelompok publik. Di sini kita akan menggunakan format diskusi menurut Cragan dan Wright (1980): meja bundar, simposium, diskusi panel, macam-macam forum, kolokuium, dan prosedur parlementer.
Format Diskusi
Diskusi Meja Bundar : Susunan tempat duduk yang bundar menyebabkan arus komunikasi yang bebas diantara anggota-anggota kelompok.
Simposium : Serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari sebuah topik atau posisi yang pro dan kontra terhadap masalah yang kontroversial, dalam format diskusi yang sudah dirancang sebelumnya ( Cragan dan Wright, 1980).
Diskusi Panel : Format khusus yang anggota-anggota kelompoknya berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui seorang mediator, di antara mereka sendiri dan dengan hadirin, tentang masalah yang kontroversial.
Macam-macam Forum : Forum adalah waktu tanya jawab yang terjadi setelah diskusi terbuka, misalnya simposium. Jadi khalayak mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan. Ads lima macam forum :
1. Forum Ceramah adalah format diskusi yang dilakukan terutama sekali untuk saling berbagi informasi.
2. Forum Debat dimaksudkan untuk menyajikan pro dan kontra terhadap proposisi yang kontroversial.
3. Forum Dialog menggunakan kombinasi antara dukungan dan pertanyaan sehingga menjadi struktur diadik atau triadik yang melahirkan dialog.
4. Forum Panel
5. Forum Simposium
Kolokium : sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan kepada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seseorang (atau beberapa orang ahli).
Prosedur parlementer : Format diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi yang besar pada periode waktu yang tertentu ketika sejumlah keputusan harus dibuat. Para peserta harus mengikuti peraturan tata tertib yang telah ditetapkan secara eksplisit.
BAB 6
SISTEM KOMUNIKASI MASSA
6.1 Pengertian Komunikasi Massa
Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980:10); “Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people”(Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Ahli komunikasi lain yang lain mendefinisikan komunikasi dengan memperinci karakteristik komunikasi massa. Gebner (1967) menulis, “Mass communication is the technologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continous flow of messages in industrial societies”( Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang dikontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri).
Merangkum definisi –definisi di atas, disini komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Perkataan “dapat” dalam definisi ini menekankan pengertian bahwa jumlah sebenarnya penerima komunikasi massa pada saat itu tidaklah esensial.
Sistem Komunikasi Massa Versus Sistem Interpersonal
Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni suratkabar, majalah, radio, televisi dan film. Bila sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal, secara teknis kita dapat menunjukkan empat tanda pokok dari komunikasi massa (menurut Elizabeth-Noelle Neuman, 1973:92) (1) bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis ; (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (para komunikan); (3) bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim; (4) mempunyai publik yang secara geografis tersebar.
Karena perbedaab teknis, maka sistem komunikasi massa juga mempunyai karakteristik psikologis yang khas dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal. Ini tampak pada pengendalian arus informasi, umpan balik, stimulasi alat indra, dan proporsi unsur isi dengan hubungan.
Pengendalian Informasi
Mengendalikan arus informasi berarti mengatur jalannya pembicaraan yang disampaikan dan yang diterima. Menurut Cassata dan Asante (1979:12), bila arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator, situasi dapat menunjang persuasi yang efektif. Sebaliknya bila khalayak dapat mengatur arus informasi, situasi komunikasi akam mendorong belajar yang efektif. Mungkin dengan penjelasan inilah kita dapat memahami mengapa belajar langsung dari guru lebih memudahkan pengertian daripada sekedar membaca buku.
Umpan Balik
Dalam komunikasi, umpan balik diartikan sebagai respons, peneguhan, dan servomekanisme internal (Fisher, 1978: 286-299). Sebagai respons, umpanbalik adalah pesan yang dikirim kembali dari penerima ke sumber, memberi tahu sumber tentang reaksi penerima, dan memberikan landasan kepada sumber untuk mementukan perilaku selanjutnya. Umpan balik sebagai respons mempunyai volume yang tidak terbatas dan lewat berbagai saluran pada komunikasi interpersonal. Tidak demikian pada komunikasi massa ;umpan balik sebagai respons boleh dikatakan hanyalah zero feedback, dari segi ini kita dapat mengatakan komunikasi massa adalah komunikasi yang satu arah.
Stimulasi Alat Indera
Dalam komunikasi interpersonal, orang menerima stimuli lewat seluruh alat inderanya. Ia dapat mendengar, mencium, melihat, meraba dan merasa. Dalam komunikasi massa, stimuli alat indera bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar. Pada televisi dan film, kita mendengar dan melihat.
Proporsi Unsur Isi dengan Hubungan
Seperti di jelaskan pada sistem komunikasi interpersonal, setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus. Pada komunikasi interpersonal, unsur hubungan sangat penting. Sebaliknya, pada komunikasi massa, unsur isilah yang penting.
6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Khalayak pada Komunikasi Massa
Seperti diuraikan, model jarum hipodermis menunjukkan kekuatan media massa yang perkasa untuk mengarahkan dan membentuk perilaku khalayak. Dalam kerangka behaviorisme, media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelazimanklasik, pelaziman operan, atau prose imitasi (be;lajar sosial). Khalayak sendiri dianggap sebagai kepala kosong yang siap untuk menampung seluruh pesan komunikasi yang dicurahkan kepadanya (Dervin, 1981: 74). Pesan komunikasi dianggap sebagai “benda” yang dilihat sama baik oleh komunikator maupun komunikate.
Teori Defleur dan Ball-Rokeach tentang Pertemuan dengan Media
Defleur dan Ball-Rokeach melihat pertemuan khalayak dengan media berdasarkan tiga kerangka teoritis: perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial, dan perspektif hubungan sosial.
Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut.
Perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial, yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama.
Perspektif hubungan sosial menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa.
Secara singkat, berbagai faktor akan mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa. Faktor-faktor ini meliputi organisasi personal-psikologis individu seperti potensi biologis, sikap, nilai, kepercayaan, serta bidang pengalaman ; kelompok-kelompok sosial dimana individu menjadi anggota ; dan hubungan-hubungan interpersonal pada proses penerimaan, pengelolaan, dan penyampaian informasi.
Pendekatan Motivasional dan Uses and Gratification
Menurut para pendirinya, Elihu Katz, Jay G. Blumler, and Michael Gurevitch, uses and gratification meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain, barangkali termasuk juga yang tidak kita inginkan (Katz, Blumler, Gurevitch, 1974:20). Mereka juga merumuskan asumsi-asumsi dasar dari teori ini :
1. Khalayak di anggap aktif, artinya sebagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan.
2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah bagian dari rentangan kebutuhan manusia yang lebih luas. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung kepada perilaku khalayak yang bersangkutan.
4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak, artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak. (Blumler dan Katz, 1947:22)
Jumlah kebutuhan yang dapat dipenuhi media belum di sepakati, sebagaimana para psikolog mempunyai klasifikasi motif yang bermacam-macam. Berdasarkan berbagi “aliran” dalam psikologi motivasional, William J. McGuire (1947) menyebutkan 16 motif. Mula-mula motif dikelompokkan pada dua kelompok besar : motif kognitif (berhubungan dengan pengetahuana) dan motif afektif (berkaitan dengan “perasaan”).
Motif Kognitif dan Gratifikasi Media
Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu.
Pada kelompok motif kognitif yang berorientasi pada pemeliharaan keseimbangan, Mc Guire menyebut empat teori:
1. Teori Konsistensi, memandang manusia sebagai makhluk yang dihadapkan pada berbagai konflik.
2. Teori Atribusi, memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya.
3. Teori Kategorisasi, memandang manusia sebagai mahluk yang selalu mengelompokkan pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah dipersiapkannya.
4. Teori Objektifikasi, memandang manusia sebagai makhluk yang pasif, yang tidak berpikir, yang selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk merumuskan konsep-konsep tertentu.
Keempat teori diatas menekankan aspek kognitif dari kebutuhan manusia, yang bertitik tolak dari individu sebagai mahluk yang memelihara stabilitas psikologisnya. Empat teori kognitif berikutnya yaitu:
1. Teori Otonomi, melihat manusia sebagai mahluk yang berusaha mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom.
2. Teori Stimulasi, memandang manusia senagai makhluk yang “lapar stimuli”, yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya.
3. Teori Teleologis, memandang manusia sebagai makhluk yang berusaha mencocokkan persepsinya tentang situasi sekarang dengan representasi internal dari kondisi yang dikehendaki.
4. Teori Utilitarian, memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup.
Motif Afektif dan Gratifikasi Media
Delapan teori diatas berkenaan dengan aspek-aspek kognitif, delapan teori yang berikutnya berkenaan dengan motif afektif yang ditandai oleh kondisi perasaan atau dinamika yang menggerakkan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu.
1. Teori Reduksi Tegangan, memandang manusia sebagai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada pengurangan ketegangan.
2. Teori Ekspresif, menyatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkapkan eksistensi dirinya-menampakkan perasaan dan keyakinannya.
3. Teori Ego-defensif,beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentu dan kita berusaha untuk mempertahankan citra diri ini serta berusaha hidup sesuai dengan diri dan dunia kita.
4. Teori Peneguhan, memandang bahwa orang dalam situasi tertentu akan bertingkah laku dengan suatu carqa yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialaminya pada waktu lalu.
5. Teori Penonjolan, memandang manusia sebagai mahluk yang selalu mengembangkan seluruh potensinya untuk memperoleh penghargaan dari dirinya dan orang lain.
6. Teori afiliasi, memandang manusia sebagai mahluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan orang lain.
7. Teori Identifikasi, melihat manusia sebagai pemain peranan yang berusaha menuaskan egonya dengan menamnbahkan peranan yang memuaskan pada konsep dirinya.
8. Teori Peniruan, memandang manusia sebagai mahluk yang selalu mengembangkan kemampuan afektifnya.
Menurut “aliran” uses and gratification, perbedaan motif dalam konsumsi media massa menyebabkan kita bereaksi pada media massa secara berbeda pula. Lebih lanjut ini berarti bahwa efek media massa juga berlainan pada setiap anggota khalayaknya.
6.3 Efek Komunikasi Massa
Efek komunikasi massa merupakan sesuatu yang kita peroleh dari media massa yang mengarah pada suatu perubahan sikap atau menggerakkan prilaku kita. Juga perolehan pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan kita.
Donald K. Robert (Schramm dan Roberts, 1977) beranggapan bahwa “efek” hanyalah sebuah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan dari media massa. Karena fokusnya pesan, maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa.
Menurut Steven M. Chaffee (Wilhoit dan Harold de Bock, 1980:78) mengungkapkan beberapa pandangan terhadap pendekatan tentang efek media massa. Pertama, pendekatan dalam melihat media massa. Kedua, pendekatan dalam melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa( perubahan kognitif, afektif, behavorial. Ketiga, meninjau suatu observasi yang terkena efek komunikasi massa (individu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau bangsa.
Efek Kehadiran Media Massa
Teori McLuhan mengatakan bahwa media adalah sebuah perluasan dari alat indra manusia (sense extention theory). Contoh telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpajangan mata. Kehadiran media massa bukan saja menghilangkan perasaan, tetapi ipun dapat menumbuhakan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positive ataupun negative pada media tertentu.
Efek Kognitif Komunikasi Massa
Bila media massa terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan menyampaikan informasi, kita juga dapat menduga media massa tertentu berperan juga dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang baik.
Efek Afektif Komunikasi Massa
Kebanyakan peneliti yang biasanya dikutip dalam membicarakan efek komunikasi massa terhadap pendapat dan sikap, telah dilakukan dengan prosedur eksperimental yangmencakup penerpaan secara paksa khalayak terpilih pada komunikasi yang tunggal. Hasil penelitian itu umumnya menunjukkan sedikit sekali bukti yang menunjukkan adanya efek media massa pada perubahan sikap.
Prinsip umum tentang media massa (Joseph klapper, 1960) :
1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok.
2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah ( agen of change ).
3. Bila kmunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada konversi (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang dimana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.
5. Komunikasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bilatidak ada predisposisiyang harus diperteguh( Oskamp, 1977).
Efek Behavioral komunikasi massa
pada waktu membicarakan efek kehadiran media massa, secara sepintas kita telah membicarakan efek behavioral seperti pengalihan kegiatan dan penjadwalan pekerjaan sehari-hari. Di situ kita melihatpada media massa semata-mata sebagai benda fisik. Disini kita melihat juga efek pesan media massa pada perilaku khalayak.
Teori-teori Efek Komunikasi Massa
Menurut innis (1951), media mempengaruhi bentuk-bentuk organisasi sosial. Setiap media memiliki kecenderungan memihak ruang atau waktu – communication bias. Dengan demikian, setiap media komunikasi membentuk jenis kebudayaan tertentu. Media lisan mengandung bias waktu, karena sukar didengar dari jarak jauh.
Dari Innis, McLuhan belajar banyak. Di poles dengan teori Sapir-Whorf yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi cara berpikir, lahirlah teori “Medium is the message” (Sekali-sekali dengan lincah McLuhan menggantikannya menjadi “medium is the message” atau medium is the messa-ge”). Menurut McLuhan, setiap media mempunyai tata bahasanya sendiri. Yang dimaksud dengan tata bahasa ialah seperangkat peraturan yang erat kaitannya dengan berbagai alat indra dalam hubungannya dengan penggunaan media. Setiap tata bahasa memiliki kecenderungan (bias) pada alat indra tertentu.
Baik Innis maupun McLuan mengumukakan teori efek sosial berdasarkan analisis logis (dan historis); jadi bukan berdasarkan penelitian empiris. Sebaliknya, kedua teori berikutnya lahir dari pengamatanempiris yang cermat. Teori pertama dikemukakan oleh George Gerbner, dekan Annenberg School of Communicaions, University of Pensylvania, dan peneliti analisis isi dari berbagai media – terutama sekali media elektroni. Teori kedua dikemukakan oleh David P. Phillips, profesor sosiologi di University of California, San Diego.
Gerbner mengecam penelitian tradisional yang menelah media massa sebagai suatu gejala yang terpisah dari sistem sosial. Penelitian terdahulu di fokuskan pada efek kognitif, efektif, danbehavioraldan mengesampingkan efek idiologis. Idiologis itu melahirkan dirinya dalam bentuk teks, pesan-pesan yang diproduksi lembaga-lembaga sosial dan tampak pada proses komunikasi. Distribusi pesan menciptakan lingkungan simbolis (symbolic environment)yang mencerminkan struktur dan fungsi lembaga yang memproduksi pesan itu. Yang baru dari Phillips ialah penggunaan kerangka teori imitasi pada efek media massa terhadap anggota- anggota masyarakat.
Penelitian Phillips menarik. Apalagi setelah ia juga menganalisa hubungan antara publikasi peristiwa bunuh diri dengan kecelakaan pesawat terbang di Amerika Serikat. Ia menyebut proses imitasi ini sebagai penularan kultural (culturalcontagion) yang ia analogikan dengan penularan penyakit(biological contagion). Ia menyebutkan 6 karakteristik penularan kultural;
1) Periode Inkubasi. Dalam penularan penyakit, gejala penyakit baru muncul beberapa saat setelah orang di kenai mikroorganisme. Phillips membuktikan bahwa peristiwa bunuh diri berikutnya terjadi rata-rata tiga atau empat sesudah pemberitauan bunuh diri.
2) Imunisasi. Penyakit menular dapat dihindari dengan imunisasi. Kita dapat mengimunisasi orang terhadap penyakit cacar dengan menginjeksikan dalam dosis kecil mikroorganisme lain yang sejenis(misalnya, cowpox). Begitu pula, orang tidak akan terpengaruh oleh peristiwa bunuh diri, bila kepadanya telah diberikan berita-berita bunuh diri yang kecil-kecil.
3) Penularan khusus atau umum. Dalam penularan biologis, mikroorganisme tertentu hanya menyebabkan penyakit tertentu. Bakteri diphteria hanya menyebabkan diphteria. Menurut phillips,kisah bunuh diri ternyata dapat menular khususdan juga umum.
4) Kerentanan untuk ditulari. Orang-orangyang terganggu kesehatannya biologisnya mudah ditulari penyakit. Demikian pula mereka yang psikologis sakit (misalnya; rendah diri, sering gagal, kehilangan pegangan hidup) cendrung mudah meniru peristiwa bunuh diri.
5) Media Infeksi. Beberapa penyakit di tularkan lebih efektif lewat media tertentu. Kolera lebih mudah menyebar melalui air daripada udara, Pheumonia sebaliknya.
6) Karantina. Penyebaran penyakit dapat di hentikan dengan mengkaratinakan individu yang menderita penyakit itu.
Menurut phillips, analogis ini tidak seluruhnya benar. Masih di perlukan penelitian lanjut. Ia juga menambahkan bahwa penelitian yang dilakukannya berkenan dengan penyakit(patologis).
BAB 7
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR DAN PSIKOLOGI PESAN
7.1 Psikologi Komunikator
Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang di katakan, tetapi juga keadan dia sendiri. Ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang dia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Kadang-kadang siapa lebih penting dari apa. Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menulis;
Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat di percaya. Kita lebih penuh dsn lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain.Ini berlaku uumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi . tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang di ungkapkan pembicara tidak terpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya. Sebaiknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya.
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhalak yang baik, dan maksud yang baik(goodsense,good moral,character,good will).
Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur: Expertise(keahlian) dan trustworthiness(dapat dipercaya).
Dimensi-dimensi Ethos
Diatas telah kita uraikan bahwa ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhiefektivitas komunikator terdiri kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosialyang ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman (1975) pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal: internalisasi(internalization), identifikasi(identification), dan ketundukan(compliance).
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena prilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya.
Identifikasi terjadi bila individumengambil prilaku yang berasal dari orang atau kelompok lainkarena prilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan(satisfying self- defining relationship)dengan orang atau kelompok itu.
Ketundukan (kompliance) terjadi apbila individu mendapat pengaruhdari orang atau kelompok lain ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut.
Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal :
1. Kredibilitas adalah persepsi komunikate; jadi tidak inheren dalam diri komuniator,
2. Kredibilitas berkenan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas.
Atraksi (attactiviness)
Atraksi fisik menyebabka komunikator menarik, dan karena menarik ia memilki daya persuasif. Tetapi kita juga tertarik kepada seseorang karena adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita. Herbert W. Simons(1976) menamainya sebagai “estabilishing comonn grounds”. Kita dapat mempersamakan diri kita dengan komunikate dengan menegaskan persamaan dala kepercayaan,sikap, maksud, dn nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan. Simons menyebutkan kesamaan ini sebagai kesamaan disposisional(dispositional similarity).
Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki esamaan dengan komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif. Pertama, kesamaan mempermudah proses penyandibalikan ( decoding ), yakni proses menerjemahkan lambang-ambangyang diterima menjadi gagasan-gagasan. Kedua, kesamaan membantu membangun premisyang sama. Premis yang sama mempermudah roses deduktif. Ini berarti bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, orang akan terpengaruh oleh komunikator. Ketiga, kesamaan menyebabkan komunikate ertarik pada komunikator. Seperti sudah berulang kali kita sebutkan, kita cenderung menykai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisonal dengan kita. Karena tertarik pada komunikator, kita akan cenderung menerima gagasan-gagasannya. Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator.
Kekuasaan
Dalam kerangka teori Kelman, kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Kekuasaan menyebabkan seseorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memilikisumber daya yang sangat penting(Critical Resources).
Limajenis kekuasaan :
1. Kekuasaan Koersif, menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate.
2. Kekuasaan Keahlian, ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komuniator.
3. Kekuasaan Infomasional, ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komuniator.
4. Kekuasaan Rujukan, disini komunikate menjadikan komunikator sebagikerangka rujukan untuk menilai dirinya.
5. Kekuasaan Legal, ini berasal dari seperangkat peraturan yang menyebabkan kominikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan.
Psikologi Pesan
Kita akan membicarakan pesan linguistik dengan menguraikan ihwal bahasa, hubungan bahasa dengan persepsi dan berpikir, makna dan teori general semantic dari Korzybski yang menganalisa proses pengendalian (encoding). Pesan para linguistik dan pesan ekstralinguistik akan kita uraikan dalam satu bagianyang kita sebut saja pesan nonverbal. Selajutnya, kita juga akan membicarakan struktur dan imbauan pesan. Ini perlu untuk membantu kita menggunakan pesan secara efektif dalam mengatur, menggerakkan, dan mengendalikan prilaku orang lain.
Pesan Linguistik
Ada dua cara untuk mendefenisikan bahasa: fungsional dan formal :
Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan.
Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa.
Pesan Nonverbal
Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan gagasan, keinginan atau maksud yang terkandung dalam hati kita.
1. Fungsi pesan nonverbal
Lima fungsi pesan nonverbal (Mark L. Knapp 1972), yaitu:
a. Repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal.
b. Substitusi, menggantikan lambang-lambang verbal.
c. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal.
d. Komplemen, melengkapi dan memperkaya pesan nonverbal.
e. Aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya.
2. Klasifikasi pesan nonverbal
Enam jenis pesan nonverbal menurut Scheflen :
a. Kinesik atau gerak tubuh
Pesan kinesik, yang menggunakan gerak tubuh yang berarti terdiri dari 3 komponen utama:
a. Pesan fasial, menggunakanair muka untuk menyampaikan makna tertentu.
b. Pesan gestural, menunjukkan gerakan sebagai anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasikan sebagai makna.
c. Pesan postural, berkenan dengan keseluruhan anggota badan.
b. Pesan Proksemik ialah pesan yang disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang.
c. Pesan artifaktual ialah pesan yang diungkapkan melalui penampilan, bentuk tubuh, pakaian, dan kosmetik.
d. Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara mengucapkan pesan verbal,satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda apabila diucapkan dengan cara yang berbeda.
e. Pesan sentuhan atau bau-bauan (factile and olfactory messages) adalah termasuk pesan nonverbal nonvisual dan nonvokal.
3. Organisasi pesan
Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan “taxis” dalam memperkuat efek pesan persuasif. Taxis adalah pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan agar setiap pembicaraan disusun menurut urutan : pengantar, pernyataa, argumen, dan kesimpulan.
Ada banyak penelitian tentang pengorganisasian pesan, diantaranya penelitian yang paling terkenal dan paling terdahulu adalah penelitian yang dikemukakan oleh H. Monroe pada akhir tahun 1930-an. Urutan ini disebut motivated sequence. Ia menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan :
1. Attention
2. Need
3. Satisfaction
4. Visualization
5. Action
Jadi, bila adndaingin mempengaruhi orang lain, rebutlah dahulu perhatiannya, selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara membangkitka kebutuhannya itu, gambarkan dalam pikirannya bagaimana keuntungan dan kerugian apabila menerapkan atau tidak gagasan anda, dan terakhir doronglah ia untuk bertindak.
4.Struktur pesan
Menurut koehler et al (1978), dengan mengutip Cohen, menyebutkan kesimpulan penelitian tersebut sebagai berikut :
1. Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan, tidak ada keuntungan berbicara yang pertama, karena berbagai kondisi akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh.
2. Bila pendengar secara terbuka memihak satu sisi argumen, sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka.
3. Jika pembicara menyajikan dua sisi persoalan, biasanya kitalebih terpengaruh terhadap sisi persoalan yang pertama atau terdahulu.
4. Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki.
5. Urutan pro-kontra lebih efektif daripada urutan kontra-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.
6. Argumen yang terakhir didengar akan ebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama diantara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.
5.Imbauan pesan
Dalam uraian ini kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran, dan imbauan motivasional.
a. Imbauan rasional
Pada dasarnya manusia makhluk rasional yang baru bereaksi pada imbauan emosional, bila imbauan rasional tidak ada.
b. Imbauan emosional
Menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh emosi komuniate
c. Imbauan takut
Menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam,atau meresahkan.
d. Imbauan ganjaran
Menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau merekainginkan.
e. Imbauan motivasional
Menggunakan imbauan motif yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia. Ada dua klasifikasi motif besar, yaitu motif biologis dan motif psikologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar