Selasa, 13 November 2012
UPACARA DEWA YADNYA PADA HARI RAYA PURNAMA TILEM, BERDASARKAN PAWUKON, PERTEMUAN SAPTAWARA DAN PANCAWARA SERTA UPACARA PADA HARI LAINNYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Panca Yadnya adalah lima macam yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu yang terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya. Dalam pelaksanaan yadnya ini disamping didasari oleh rasa ketulusan dan keikhlasan juga di dukung oleh tata pelaksanaan yang disebut upacara serta sarana yang melengkapi pelaksanaan yadnya yang disebut dengan upakara atau bebanten. Jadi upacara yadnya adalah tata cara atau pelaksanaan suatu yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu. Sedangkan upakara adalah segala sarana yang dipersembahkan.
Pada dasarnya pelaksanaan yadnya ini tidak bisa lepas dari Dewa dan Bhuta Yadnya. Setiap pelaksanaan yadnya pasti melakukan permohonan kepada Ida Sang Hyang Widi beserta manifestasi-Nya dan menghaturkan sesajen kepada Beliau,agar pelaksanaan yadnya berjalan lancar serta memperoleh wara nugraha yang diharapkan. Pelaksanaan yadnya khususnya Dewa yadnya sudah sering kita temukan dalam sehari-hari. Mulai dari pelaksanaan secara sederhana sampai dengan berbagai kemeriahan.
Upacara dewa yadnya adalah upacara pemujaan dan persembahan sebagai wujud bakti kehadapan Hyang Widhi dan segala manifestasi-Nya, yang diwujudkan dalam bermacam-macam bentuk upakara. Upacara ini bertujuan untuk pengucapan terima kasih kepada Hyang Widhi atas kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga kehidupan dapat berjalan damai. Upacara dewa yadnya umumnya dilaksanakan di sanggah-sanggah, pamerajan, pura, kayangan dan tempat suci lainnya yang setingkat dengan itu. Upacara dewa yadnya ada yang dilakukan setiap hari dan ada juga yang dilakukan secara periodik atau berkala. Contoh dari upacara dewa yadnya yang dilakukan setiap hari adalah puja tri sandya dan yadnya cesa. Sedangkan upacara dewa yadnya yang dilakukan pada hari-hari tertentu seperti: Galungan, Kuningan, Saraswati, Ciwaratri, Purnama dan Tilem, dan piodalan lainnya.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu,
1. Apa yang di maksud dengan Dewa Yadnya serta tujuan dari upacara tersebut ?
2. Bagaimana upacara Dewa Yadnya pada hari raya Purnama dan Tilem ?
3. Upacara Dewa Yadnya apa saja yang dilaksanakan berdasarkan Pawukon,pertemuan Saptawara dan Pancawara serta hari lainnya ?
1.3. Tujuan
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu,
1. Untuk mengetahui pengertian Dewa Yadnya serta tujuan dari upacara tersebut.
2. Untuk mengetahui upacara Dewa Yadnya pada hari raya Purnama dan Tilem.
3. Untuk mengetahui upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan berdasarkan Pawukon, pertemuan Saptawara dan Pancawara serta hari lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Dewa Yadnya
Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa beserta segala bentuk manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata : Div yang artinya sinar atau cahaya suci. Seperti halnya cahaya yang berasal dari matahari, demikianlah para Dewa adalah sumber dari sang pencipta yaitu Hyang Widi Wasa. Dewa sebagai manifestasinya Tuhan memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda seperti misalnya Dewa Wisnu, Dewa Brahma, Dewa Iswara dan yang lainnya memiliki kekuasaan yang berbeda, tetapi para Dewa tetap bersumber dari Tuhan. Dengan demikian pemujaan dan persembahan yang ditujukan kepada para Dewa pada dasarnya adalah ditujukan kepada Tuhan.
Dari pelaksanaan Dewa Yadnya adalah karena adanya hutang kepada Sang Hyang Widi Wasa yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk didalamnya adalah manusia, manusia bisa memanfaatkan isi alam ini dengan semuanya bersumber dan diciptakan oleh Tuhan. Hutang ini disebut dengan Dewa Rna. Atas dasar itu umat hindu sewajibnya berbhakti kepada Sang Hyang Widi dengan melaksanakan persembahan dalam bentuk Dewa Yadnya. Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain :
a. Untuk menyatakan rasa terimakasih kepada Tuhan
b. Sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa
c. Sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan pengampunan atas segala dosa.
d. Sebagai pengejawantahan ajaran Weda.
Jadi Yadnya yang kita persembahkan adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widi atas segala karunia-Nya. Pelaksanaan dari Dewa Yadnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1. Pemujaan yang dilakukan setiap hari (Nitya), seperti : Tri Sandya, menghaturkan canang di setiap palinggih pada pagi atau sore hari, ngejot dan mesaiban.
2. Upacara yadnya tergolong upacara peringatan hari-hari suci (Naimitika) tertentu seperti Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan sebagainya.
3. Upacara yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan.
4. Upacara pada waktu dan hari yang khusus seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.
Pelaksanaan Dewa Yadnya ini disamping menggunakan sarana upakara, juga menggunakan puja mantra, serta dilengkapi pula dengan persembahyangan. Sembahyang memiliki pengertian memuja, menyembah, menghormat kepada Ida Sang Hyang Widhi, para Dewa, atau kepada sesuatu yang dianggap suci. Sembahyang merupakan perwujudan dari rasa bhakti umat manusia kehadapan Sang Pencipta. Bhakti adalah penyerahan diri sepenuhnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala ketulusikhlasan dan tanpa adanya ikatan ataupun pamrih. Adapun yang menjadi tujuan umat Hindu melaksanakan persembahyangan adalah untuk mewujudkan rasa bhakti kepada Tuhan beserta segala manifestasiNya, memohon wara nugraha serta petunjuk untuk menuju kehidupan yang lebih baik, sebagai wujud penyerahan diri, penyucian lahir bhatin, serta tujuan-tujuan lain yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Pelaksanaan Dewa Yadnya yang pelaksanaannya pada waktu-waktu tertentu (Naimitika Yadnya) ada yang berdasarkan pawukon, wewaran atau juga berdasarkan sasih.
2.2. Upacara Dewa Yadnya Pada Hari Raya Purnama dan Tilem
Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan pada hari Tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya merupakan manifestasi dari Hyang Widhi yang berfungsi sebagai pelebur segala kekotoran (mala). Pada kedua hari ini hendaknya diadakan upacara persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya.
Pada hari Purnama dan Tilem ini sebaiknya umat melakukan pembersihan lahir batin. Karena itu, disamping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, umat juga hendaknya melakukan pembersihan badan dengan air. Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat penting karena dalam jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula. Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan, terutama dalam hubungan dengan pemujaan kepada Hyang Widhi.
Umat Hindu memiliki hari raya yang didasarkan pada sasih/ bulan yaitu Purnama dan Tilem. Hari suci ini dirayakan setiap 15 hari sekali dalam setiap bulannya. Jadi dapat disimpulkan dalam 1 tahunnya umat Hindu merayakan 12 kali hari raya Purnama dan 12 kali hari raya Tilem. Pada hari Purnama umat Hindu memuja Sang Hyang Chandra. Dan pada hari raya Tilem Umat Hindu memuja Sang Hyang Surya. Kombinasi purnama tilem ini merupakan penyucian terhadap Sang Hyang Rwa Bhinneda yaitu Sang Hyang Surya dan Chandra. Pada waktu gerhana bulan beliau dipuja dengan Candrastawa (Somastawa) dan pada waktu gerhana matahari beliau dipuja dengan Suryacakra Bhuwanasthawa.
Pada hari suci purnama tilem ini biasanya umat Hindu menghaturkan Daksina dan Canang Sari pada setiap pelinggih dan pelangkiran yg ada di setiap rumah. Untuk Purnama atau Tilem yang mempunyai makna khusus biasanya ditambahkan dengan banten sesayut.
Berikut hari Purnama Tilem yang mempunyai makna khusus bagi Umat Hindu :
1. Sasih Kapat (Purnama Kapat)
Pada hari Purnama Kapat ini merupakan beryoganya Sang Hyang Purusa Sangkara yang diiringi oleh para Dewa, Rsigana, Dewa Pitara atau leluhur semuanya. Hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepadaNya, khusus untuk para pandhita wajib melakukan yoga dengan Suryasewana dan Candrasewana. Dalam melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Candra patut mempersembahkan penek jenar, prayascita luwih, pareresikan, daging ayam, dan menghaturkan pula segehan agung. Untuk para widyadara dan widyadari di haturkan sesayut widyadari di tempat tidur dan untuk para leluhur juga menghaturkan suci lengkap. Untuk para bhuta dipersembahkan segehan agung 1 soroh. Semua itu dilakukan sebagai wujud bhakti untuk memohon kedirgayusan dan kesucian.
Pada saat Tilem sasih Kapat, umat Hindu hendaknya melakukan penyucian diri dan memusnahkan kecemaran diri, yang disebut Pamugpug raga roga, dengan mengahaturkan canang wangi, di sanggah, menghaturkan satu soroh sesayut widyadari di atas tempat tidur guna memuja Sang Hyang Widyadara Widyadari, untuk memohon ketenangan pikiran dalam melakukan tugas sehari-hari. Pada tengah malam hendaknya melakukan monabrata, memuja Sang Hyang Widhi.
2. Sasih Kapitu
Sehari sebelum Tilem sasih kapitu disebut Hari Raya Siwaratri. Pada malam harinya umat Hindu melakukan brata siwaratri yang terdiri dari Mona Brata yang artinya tidak berbicara, Upawasa yang artinya tidak makan dan minum, dan Jagra yang artinya tidak tidur dari pagi sampai pagi kembali. Pada malam ini Bhatara Siwa melakukan Yoga Samadhi, yang hendaknya umat Hindu mengikuti pula dengan melakukan penyucian diri melalui palukatan atau prayascita. Keesokan harinya yaitu pada Tilem Kapitu umat Hindu melakukan pabersihan diri kembali serta melakukan pemujaan di sanggah atau parahyangan masing-masing.
3. Sasih Kasanga
Pada sasih kesanga tepatnya pada Tilem sasih kesanga merupakan hari penyucian para Dewa dan waktu untuk melakukan Butha Yadnya. Pada tilem kasanga hendaknya melakukan pecaruan di perempatan desa pakraman serta menghaturkan segehan di depan rumah. Esok harinya umat Hindu melakukan Catur Brata Penyepian yang bertepatan dengan Hari Raya Nyepi atau tahun baru Caka.
4. Sasih Kadasa
Pada saat Purnama Kadasa merupakan pujawali kehadapan Sang Hyang Surya Amrta disetiap parahyangan dengan menghaturkan suci, daksina, ajuman, ajengan, wewangian, dan pareresikan. Pada hari ini umat hendaknya melakukan penyucian diri dengan prayascita.
2.3. Upacara Dewa Yadnya Berdasarkan Pawukon
Adapun hari raya berdasarkan Pawukon, yaitu
1. Wuku Sinta
a. Banyupinaruh
Hari suci ini jatuh pada Redite Pahing. Banyu pinaruh merupakan rangkaian dari hari raya Saraswati. Pada hari ini umat Hindu melakukan pensucian (melukat) dengan mandi di pantai atau sumber air yang dianggap suci. Hal ini sebagai simbolis untuk mendapatkan kesucian secara lahiriah yang kemudian hendaknya diharapkan bisa berlaksana yang suci pula.
b. Soma Ribek
Hari suci ini jatuh pada Soma Pon. Hari ini adalah khusus untuk memuliakan Dewi Sri sebagai sakti dari Dewa Wisnu yang dalam perwujudannya sebagai Sang Hyang Tri Pramana. Upacara ini dilakukan di tempat penyimpanan padi atau beras dengan mengahaturkan Nyahnyah Gringsing, Biu mas, canang ajuman dengan wewangian. Demikian pula persembahyangan dilakukan parhyangan. Pada hari suci ini umat Hindu khususnya petani melakukan pebrataan dengan tidak menjual padi atau beras, tidak menurunkan padi dari lumbung, karena Dewi Sri adalah Dewi yang dipuja dan disucikan oleh kaum petani.
c. Sabuh Mas
Hari suci ini jatuh pada Anggara Wage sebagai hari-hari pemujaan kepada Sang Hyang Rambut Sedana yang dipuja sebagai Dewa harta benda yang dipuja sebagai emas dan perak. Hari suci ini juga disebut Sabuh Pipis. Pada hari ini umat Hindu melakukan brata dengan tidak melakukan transaksi hutang piutang, apalagi menjual emas.
d. Pagerwesi
Hari suci ini jatuh pada Buda Kliwon sebagai hari turunnya Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasiNya sebagai Sang Hyang Pramestiguru untuk memberikan anugrah kepada manusia berupa kekuatan iman, kerahayuan, dan kedirgayusan. Selain melakukan persembahyangan di tempat-tempat suci umat Hindu melaksanakan upacara persembahan kepada Pitara atau Leluhur baik di paibon maupu di setra (kuburan). Hal tersebut menunjukkan adanya ikatan antara anak (sentana) dengan leluhur (Guru Rupaka).
2. Wuku Landep
Hari suci pada wuku Landep jatuh pada Saniscara Kliwon yang disebut Tumpek Landep. Pada hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati. Secara umum unat Hindu menghaturkan upacara yang dilengkapi dengan sesaji kepada segala peralatan yang digunakan dalam bekerja, seperti peralatan tukang, bengkel, senjata-senjata, dan peralatan lainnya yang terbuat dari logam atau besi yang banyak membantu pekerjaan, sehingga peralatan tersebut selalu bertuah saat digunakan. Namun secara filosofis makna dari perayaan Tumpek Landep adalah memohon kepada Sang Hyang Pasupati agar selalu menganugrahkan ketajaman hati dan pikiran kepada kita semua, agar mampu mengahadapi suka duka kehidupan ini, mampu memecahkan setiap permasalahan, serta mampu memilih dan memilah mana yang baik dan mana hal yang buruk.
3. Wuku Ukir
Hari suci pada wuku ini adalah jatuh pada Redite Umanis yang meruppakan hari khusus unutk melakukan pemujaan kepada Bhatara Guru yang malinggih di sanggah Kamulan sebagai Sang Hyang Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa.
4. Wuku Kulantir
Hari suci pada wuku Kulantir jatuh pada hari Anggara Kliwon yang disebut Anggarkasih Kulantir. Pada hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Mahadewa melalui sanggah kamulan.
5. Wuku Tolu
Soma Umanis Tolu memuja para Bhatara dan Dewa di pemerajan, paibon, panti kahyangan masing-masing dengan mempersembahkan sesaji berupa ajuman putih kuning, daging telur itik, sesayut pengambean, peras, canang wangi, memohon agar melimpahkan wara nugraha.
6. Wuku Gumbreg
Pada Buda Kliwon, pemujaan ditujukan kepada para Dewa terutama Bhatari Sri agar melimpahkan keuliaan, dengan menghaturkan canang yasa, canang raka, canang sari, pareresikan di Sanggah Kamulan.
7. Wuku Wariga
Hari suci pda wuku Wariga jatuh pada hari Saniscara Kliwon yang disebut Tumpek Wariga. Biasanya disebut juga Tumpek Pengarah, Pengatag, atau Uduh. Hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Snagkara, yang telah menciptakan dan memelihara serta melestarikan semua tumbuh-tumbuhan yang member kemakmuran dan kesejahteraan bagi kehidupan di dunia ini.
8. Wuku Warigadean
Pemujaan pada wuku Warigadean dilakukan pada hari Soma Pahing yang ditujukan kepada Bhatara Brahma dengan menekang base di Paibon. Demikian pula pemujaan dilakukan setiap Buda Wage yang disebut dengan Buda Cemeng, dimana Sang Manik Galih beryoga menurunkan Sang Hyang Ongkara Mreta di bumi ini. Pemujaan dilakukan di sanggah Kamulan memohon semoga diciptakan kemakmuran.
9. Wuku Julungwangi
Pemujaan pada wuku Julungwangi dilakukan pada hari Anggara Kliwon yang disebut dengan Anggarkasih Julungwangi.
10. Wuku Sungsang
Pemujaan pada wuku Sungsang, terdiri dari beberapa rangkaian. Pada hari Buda Pon disebut Sugihan Tenten merupakan persiapan untuk rangkaian upacara yaitu dengan membersihkan tempat suci, perlengkapan upacara, wastra, dan sebagainya. Keesokan harinya yaitu pada Wrespati Wage disebut Sugihan Jawa dimana umat Hindu melakukan pemujaan yang bertujuan untuk menyucikan Bhuana Agung (alam semesta) karena pada hari ini Bhatara Bhatari turun ke dunia diiringi oleh Dewata dan Pitara hingga sampai pada hari raya Galungan. Selanjutnya pada Sukra Kliwon disebut Sugihan Bali dengan melakukan pembersihan dan penyucian Bhuana Alit (diri sendiri) baik secara lahir maupun bhatin.
11. Wuku Dungulan
Pada wuku Dungulan puncak dari hari raya suci adalah pada hari Buda Kliwon yang disebut Hari Raya Galungan yang dirayakan setiap 210 hari. Yang memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma. Pada hari ini pula umat Hindu melakukan persembahyangan dan mempersembahkan sesajen banten di tempat-tempat suci memuja Ida Sang Hyang Widi Wasa, para dewa, bhatara, pitara dan member persembahan kepada Bhuta.
12. Wuku Kuningan
Hari raya suci pada wuku ini adalah hari raya Kuningan yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Kuningan. Hari raya Kuningan juga disebut dengan Tumpek Kuningan sebagai hari turunnya para Dewa dan Bhatara diiringi oleh leluhur akan menyari persembahan dari umatnya. Pada setiap bangunan palinggih, sanggah parhyangan dan juga rumah di pasang tamiang, ending, dan gegantungan. Tamiang adalah sombol perisai sebagai sarana untuk memohon perlindungan dan tuntunan lahir bhatin sehingga mendatangkan kesentosaan dan kedirgayusan.Pelaksanaan hari raya Kuningan ini sebaiknya dilakukan sebelum tengah hari karena menurut kepercayaan setelah tengah hari para Dewa, Bhatara dan leluhur telah kembali kealamnya.
13. Wuku Langkir
Hari suci pada wuku ini adalah Buda Wage (Buda Cemeng). Umat Hindu mengahaturkan persembahan di Sanggah Kamulan pada Sang Hyang Manik Galih yang menurunkan Ongkara Mreta sehingga tercipta kemakmuran di dunia ini.
14. Wuku Medangsia
Hari suci pada wuku ini adalah Anggara Kliwon yang disebut Anggar Kasih Medangsia.
15. Wuku Pujut
Pada hari Anggara Pahing melakukan pemujaan kepada Bhatara Guru dengan mempersembahkan canang ajuman, raka-raka di sanggah Kamulan atau Pamerajan memohon anugrah ilmu pengetahuan dan menolak segala halangan.
16. Wuku Pahang
Hari suci pada wuku ini adalah Buda Kliwon yang disebut Pegatwakan. Maksud dari Pegatwakan adalah Pegating warah, selesai brata yoga dan Samadhi. Pegatwakan ini adalah 42 hari setelah hari raya Galungan, jadi Pegatwakan adalah penutup dari rangkaian hari raya Galungan. Pada hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada para Dewa dan Bhatara mohon keselamatan, karena pada hari ini para Dewa dan Bhatara telah kembali ke kahyangan.
17. Wuku Krulut
Hari sucinya jatuh pada Saniscara Kliwon yang disebut Tumpek Krulut. Pada hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa yang menganugrahkan kesenian berupa gamelan yang dapat memberi rasa senang dan damai(lulut). Tumpek Krulut ini biasanya menjadi rahinan khusus bagi para seniman untuk membuat banten yang dipersembahkan pada alat-alat gamelan.
18. Wuku Merakih
Pada wuku ini disamping Buda Wage Cemeng hari sucinya juga pada hari Sukra Umanis yang merupakan pujawali Sang Hyang Sri dan Sang Hyang Rambut Sedana yang menganugrahkan harta benda.
19. Wuku Tambir
Pada wuku ini hari sucinya jatuh pada Anggara Kliwon yang disebut Anggarkasih Tambir.
20. Wuku Medangkungan
Pada wuku ini pemujaan dilakukan pada Anggara Pahing memuja Dewa Brahma di pamerajan memohon kesejahteraan sehingga memiliki daya cipta untuk bias membangun masyarakat yang adil dan makmur.
21. Wuku Matal
Hari sucinya jatuh pada Buda Kliwon Matal, melakukan persembahan kepada Sang Hyang Ayu atau Sang Hyang Nirmala Jati.
22. Wuku Uye
Hari suci pada wuku Uye ini adalah Saniscara Kliwon yang disebut Tumpek Uye atau Tumpek Kandang. Hari raya ini adalah upakaranya ditujukan kepada binatang peliharaan. Pemujaan ditujukan kepada Sang Hyang Rudra.
23. Wuku Menail
Hari sucinya jatuh pada Buda Wage (Buda Cemeng)
24. Wuku Perangbakat
Pada wuku ini perayaan jatuh pada Anggara Kliwon yang disebut Anggarkasih perangbakat.
25. Wuku Bala
Pada wuku ini tepatnya Anggara PAhing, memuja Bhatara Sri guna memohon keselamatan dan kerahayuan.
26. Wuku Ugu
Hari sucinya jatuh pada Buda Kliwon Ugu.
27. Wuku Wayang
Pada saniscara kliwon disebut Tumpek Wayang. Pada hari ini melakukan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa agar menetralisir segala kekotoran (cemer/leteh) yang ada pada alam semesta.
28. Wuku Kulawu
Pada Buda Wage Kulawu disebut Buda Cemeng yang merupakan pujawali kepada Bhatara Rambut Sedana yang berwujud harta benda, bertujuan mohon keselamatan dan kesejahteraan. Pada hari ini tidak boleh meminjamkan uang atau memutuskan perkara tentang harta. Selain itu pada Saniscara Pahing adalah pujawali Bhatari Sri, hendaknya mebanten di tempat penyimpanan padi atau beras. Pada hari ini jangan menumbuk padi atau menjual beras.
29. Wuku Dukut
Pemujaan dilakukan pada Anggara Kliwon yang disebut Anggarkasih Dukut.
30. Wuku Watugunung
Pemujaan dilakukan pada Saniscara Umanis yang disebut hari raya Saraswati sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan. Pada hari ini melakukan pensucian unutk pustaka-pustaka, rontal atau kitab-kitab untuk disucikan.
2.4. Upacara Dewa Yadnya Berdasarkan Pertemuan Sapta Wara dan Panca Wara
Seperti telah diketahui bahwa Sapta Wara adalah istilah lain dari nama hari-hari masehi seperti Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu. Sapta Wara itu terdiri dari Redite, Soma, Anggara, Buda, Wrespati, Sukra, Saniscara. Sedangkan untuk Panca Wara terdiri Umanis, Pahing, Pon, Wage, Kliwon.
Rerahinan yang berdasarkan pertemuan antara Panca Wara dengan Sapta Wara antara lain :
1. Anggara Kliwon yang disebut Anggarkasih, pada hari ini adalah payogan Bhatara Ludra unutk melenyapkan kejahatan. Umat Hindu hendaknya melakukan penyucian diri dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widi.
2. Buda Kliwon, pada hari ini adalah pasucian Sang Hyang Ayu. Hendaknya melakuka pemujaan di pamerajan atau diatas tempat tidur memuja dan mohon keselamatan kepada Sang Hyang Nirmala Jati di sertai dengan canang harum kembang payasan.
3. Saniscara Kliwon yang disebut dengan Tumpek. Nama dari Tumpek ini disesuaikan dengan nama wuku, misalnya Tumpek yang jatuh pada wuku Landep maka disebut Tumpek Landep sebagai hari untuk melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Parama Iswara.
4. Buda Wage yang disebut Buda Cemeng merupakan hari payogan Hyang Manik Galih yang menganugrahkan amerta di dunia.
2.5. Upacara Dewa Yadnya Pada Hari Lainnya
Upacara Dewa Yadnya pada hari lainnya juga dilaksanakan pada hari tertentu atau berkaitan dengan tempat suci dan waktu yang khusus. Adapun upacara Dewa YAdnya yang terkait dengan tempat suci, yaitu:
1. Pamelaspas, upacara ini adalah upacara penyucian terhadap tempat suci yang biasanya tempat atau bangunan-bangunan suci tersebut baru selesai dibuat atau diperbaiki. Biasanya upacara ini di dahului dengan pemilihan tempat, dilanjutkan dengan upacara Pangruwakan dan Pacaruan.
2. Pujawali, upacara ini adalah sebagai hari jadi dari tempat suci tersebut. Pada saat Pujawali, umat penyungsung Pura itu melakukan upacara yadnya.
3. Piodalan, upacara ini bias dilakukan tidak secara tepat pada waktu yang berkala. Piodalan biasanya dilakukan di sanggah jajaran, Pamerajan Agung, Sanggah Dadia atau sejenisnya, dan pelaksanaannya tergantung pada situasi dan kondisi atas kesepakatan karma penyungsung disamping pula pelaksanaan piodalan tidak terlepas dari Desa, Kala, Patra.
Selanjutnya terdapat pula upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan pada waktu yang khusus, yaitu:
1. Ngusaba
Upacara Ngusaba adalah suatu upacara pemujaan yang berkaitan erat dengan masalah pertanian atau subak. Upacara Ngusaba cenderung melibatkan masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Upacara Ngusaba terdiri dari 2 bagian, yaitu :
a. Ngusaba Nini, adalah upacaraselamatan unutk lahan pertanian yang basah terutama yang menghasilkan padi.
b. Ngusaba Desa, adalah upacara selamatan untuk lahan kering seperti lading dan kebun.
Pada dasarnya upacara Ngusaba ini dilaksanakan bertujuan agar kegiatan pertanian dapat berjalan dengan baik dan member hasil melimpah yang baik pula serta memohonkan agar lahan pertanian beserta tanamannyatidak diganggu oleh segala macam hama dan penyakit yang dapat merugikan pertanian. Dapat pula diartikan sebagai upacara penyucian terhadap karang desa pakraman. Untuk upacara Ngusaba yang di pujaadalah Dewa Wisnu dan Dewi Sri sebgaai penguasa kesuburan dan kemakmuran.
2. Ngaci-aci
Aci-aci adalah upacara ritual keagamaan yang berfungsi sebagai persembahan kehadapan Dewi Sri, Dewi Uma, dan Dewi Parwati. Pada prinsipnya upacara ini sama dengan upacara Ngusaba Nini. Masyarakat khususnya para petani melakukan pemujaan dan memohon tirtha amertha yang kemudian dipercikkan di sawah agar Dewi Sri (Dewi Uma) sebagai Dewi kesuburan dan kemakmuran memberikan wara nugraha sehingga tanaman padi atau tanaman sawah dapat hidup dengan baik tidak di ganggu oleh hama dan penyakit sehingga bias member hasil yang baik dan melimpah.
3. Melasti
Upacara Melasti disebut juga Mekiis atau Melis. Upacara Melasti ini mempunyai makna untuk menyucikan berbagai sarana yang terkait dengan pelaksanaan upacara di suatu Pura atau tempat suci seperti misalnya arca, pratima, pralingga dan perlengkapan upacara lainnya. Selain itu upacara Melasti ini juga memiliki makna nganyud sarwa mala ring gumi supaya Bhuana Agung dan Bhuana Alit bersih dan suci. Sekaligus dalam upacara Melasti melakukan pemujaan untuk memohon tirtha suci. Upacara Melasti ini dilaksanakan di tepi laut atau pantai, bias juga di mata air terdekat yang dipandang suci seperti danau, sungai, da yang lainnya yang sesuai dengan tradisi setempat. Setelah upacara Melasti dilaksanakaan barulah Ida Bhatara-Bhatari yang disimbolkan dengan Nyasa-nyasa diistanakan di pelinggih tempat suci. Demikianlah uraian singkat mengenai pelaksanaan Dewa Yadnya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini adalah Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa beserta segala bentuk manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata : Div yang artinya sinar atau cahaya suci. Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain untuk menyatakan rasa terimakasih kepada Tuhan, sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan pengampunan atas segala dosa, sebagai pengejawantahan ajaran Weda.
Jadi Yadnya yang kita persembahkan adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widi atas segala karunia-Nya. Pelaksanaan dari Dewa Yadnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu : Pemujaan yang dilakukan setiap hari (Nitya), seperti : Tri Sandya, menghaturkan canang di setiap palinggih pada pagi atau sore hari, ngejot dan mesaiban, Upacara yadnya tergolong upacara peringatan hari-hari suci (Naimitika) tertentu seperti Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan sebagainya berdasarkan Pawukon, atau pertemuan Saptawara dan Pancawara serta Upacara yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan, Upacara pada waktu dan hari yang khusus seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.
3.2. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan dalam makalah ini, agar para pembaca dapat memberikan kontribusinya berupa kritikan dan saran yang membangun. Selain itu di harapkan kedepannya kita selaku umat Hindu mampu melaksanakan upacara Dewa Yadnya tersebut secara teratur seperti apa yang telah di bahas dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mas Mt Putra, Ny. I G. A. 1998. Panca Yadnya. Surabaya : Paramita
Pemprop Bali. 2003. Panca Yadnya.
Sanjaya, Putu. 2010. Acara Agama Hindu. Surabaya : Paramita
http://www.hindubatam.com/upacara/dewa-yadnya/hari-purnama-dan-tilem.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar