Kamis, 12 Desember 2013

SIVA SIDDANTHA DI INDIA

SIVA SIDDHANTA 1
SIVA SIDDHANTA DI INDIA

Dosen Pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S. Pd. H




IHDN Denpasar
Oleh :
Kelompok 1 PAH A Semester 4
1.      Ni Kadek Yudiaddi                                 (10.1.1.1.1.3818)
2.      Luh Widastri                                           (10.1.1.1.1.3820)
3.      Gede Adnyana                                        (10.1.1.1.1.3822)        
4.      Putu Erik Sutrisna                                  (10.1.1.1.1.3824)
5.      Gede Sedana Artayasa                           (10.1.1.1.1.3826)
6.      Gede Angga Damendra                          (10.1.1.1.1.3828)
7.      Kadek Handara                                      (10.1.1.1.1.3830)
8.      Kadek Iwan Suarcahyana                     (10.1.1.1.1.3832)
9.      I Gusti Putu Arya Wibawa                    (10.1.1.1.1.3834)
10.  Ni Kadek Cintiani                                   (10.1.1.1.1.3836)


Jurusan Pendidikan Agama Hindu
Fakultas Dharma Acarya
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
2012


KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,        
            Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Widi Wasa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Siva Siddhanta di India ” dengan tepat waktu.
            Makalah ini penulis susun dalam rangka tugas kelompok yang pertama dari mata kuliah Siva Siddhanta 1, semester genap yang dalam pengerjaannya dilakukan  secara berkelompok.
            Namun penulis sangat menyadari bahwasannya makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan kemungkinan masih banyak kekurangan dan kesalahan pada penulisannya oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik yang sifatnya konstruktif dari pembaca khususnya Bapak Dosen beserta rekan-rekan mahasiswa demi perbaikan kualitas makalah yang penulis susun kembali di masa mendatang. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan konstribusinya terhadap proses pengerjaan makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya.
            Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca sekalian. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Om Shantih, Shantih, Shantih Om.


Singaraja,        Maret 2012

Penulis


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL                                                                                                             i          
KATA PENGANTAR                                                                                               ii
DAFTAR ISI                                                                                                              iii
BAB I. PENDAHULUAN                                                                                        1
1.1.Latar Belakang                                                                              1
1.2.Rumusan Masalah                                                                         2
1.3.Tujuan Penulisan                                                                           2
BAB II. PEMBAHASAN                                                                                         3
            2.1. Sejarah Perkembangan Agama Hindu di India                                       3         
2.2. Saiva Siddhanta                                                                                       4
            2.3.Saiva Siddhanta di India                                                                          8
2.3.1. Sumber Ajarannya                                                                          8
2.3.2. Ajarannya                                                                                        8
2.3.3. Tempat Pemujaannya                                                                      9
2.3.4. Penerapan Saiva Siddhanta di India                                               9
2.3.5. Pengikutnya                                                                                                11
2.3.6. Hari Sucinya                                                                                   12
2.3.7. Orang Sucinya                                                                                14
BAB III. PENUTUP                                                                                                  16
            3.1. Simpulan                                                                                                  16
            3.2. Saran                                                                                                        17
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                            18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Agama Hindu merupakan agama tertua diantara sekian banyak agama yang ada dianut oleh manusia. Sejarah perkembangan agama Hindu sangatlah penting diketahui untuk memahami jejak awal hingga kini mengenai keberadaan agama Hindu yang dianut oleh umat manusia di dunia. Memang sangat sulit untuk menyatakan secara tegas awal pertama dan tempat dimulainya pertumbuhan Agama Hindu. Nama Agama Hindu atau Hindu Dharma ini sedemikian rupa berkembang dan bahkan diberikan oleh orang-orang barat yang datang ke India. Di India perkembangan agama Hindu itu dapat dipilah menjadi empat jaman ( yuga ) yakni : pertama, jaman Weda, kedua, jaman Brahmana, ketiga, jaman Upanisad, dan keempat, jaman Tantrayana.
Bila berbicara tentang perkembangan ataupun sejarah perkembangan Agama Hindu maka hal itu juga berhubungan dengan perkembangan filsafat-filsafat timur salah satunya adalah ajaran Saiva Siddhanta. Saiva Siddhanta adalah filsafat dari Saivaisme bagian selatan, yang bersumber tidak dari penyusun tunggal, yang merupakan jalan tengah antara adwaitanya Sankara dan Wasista-adwaitanya Ramanuja. Sistim filsafat Saiva Siddhanta merupakan intisari saringan dari Wedanta. Ia berkembang di India Selatan, bahkan pada waktu sebelum jaman Kristen. Tirunelweli dan Madirai adalah pusat-pusat aliran Saiva Siddhanta. Bahkan sekarang ini, Saiwisme merupakan aliran filsafat yang sangat popular di India.
Ajaran pokok dari filsafat Saiva Siddhanta adalah bahwa Siwa merupakan realitas tertinggi dan jiwa atau roh pribadi adalah dari intisari yang sama dengan Siwa, tetapi tidak identik. Sebenarnya perjalanan atau perkembangan Saiva Siddhanta ini bermula dari India.  Nah, untuk lebih jelasnya maka disusunlah makalah yang berjudul “ Saiva Siddhanta di India”.






1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini, yaitu:
1.2.1. Bagaimana sejarah perkembangan Agama Hindu khususnya di India ?
1.2.2. Apa itu Saiva Siddhanta dan bagaimana pemahamannya ?
1.2.3. Bagaimana perkembangan Saiva Siddhanta di India ?

1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu:
1.3.1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Agama Hindu khususnya di India.
1.3.2. Untuk mengetahui Saiva Siddhanta dan pemahamannya.
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana  perkembangan Saiva Siddhanta di India.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perkembangan Agama Hindu di India
Mengenai perkembangan agama Hindu di India dapat di pilah menjadi empat jaman (yuga) yakni: pertama jaman Weda, kedua jaman Brahmana, ketiga jaman Upanisad, dan keempat jaman Tantrayana. Dari masing-masing jaman tersebut memiliki kekhasan tersendiri, terutama dalam penonjolan aktifitas religiusnya. Jaman Weda ini dimulai dengan kedatangan bangsa Arya kira-kira 5000 SM tahun yang lalu, didaerah hulu sungai Sindhu yang terkenal dengan nama Panjab (lima sungai). Bangsa Arya itu yang termasuk induk bangsa Indo Eropa, mula-mula adalah bangsa pengembara. Dari tempat mereka terakhir di daerah Asia Tengah, sebagian dari mereka masuk dan menetap di dataran tinggi Iran, dan sebagian lagi di Panjab. Pada waktu itu di sepanjang lembah sungai Sindhu terdapat suatu peradaban bangsa Dravida yang sudah tinggi sekali tingkatannya. Peradaban ini berpusat di kota-kota yang diperkuat dengan benteng antara lain Mahenjodaro dan Harappa (Ardhana, 2002:9). Pada jaman Weda ini bahwa kegiatan keagamaan ditandai dengan pemujaan kepada dewa-dewa yang mengacu sumber catur weda saamhita seperti rgveda yang memuat mantra-mantra suci, samaveda  yang memuat mantra serta lagu suci agama Hindu, yajurveda yang memuat mantra untuk pelaksanaan persembahan atau yajna, dan atharvaveda yang memuat mantra gaib untuk memohon kerahayuan umat manusia. Jadi jaman weda ini diperkirakan sekitar 2500 SM telah berkembang agama Hindu di India.
Selanjutnya ada jaman berikutnya adalah jaman Brahmana. Bagaimana keberadaan agama Hindu pada jaman Brahmana tersebut? Brahmana adalah kitab suci yang menguraikan masalah yajna atau sesaji dan upacara-upacaranya, yang meliputi arti dari suatu sesaji atau yajna serta tenaga gaib apa yang tersimpul dalam upacaranya dan sebagainya. Tiap-tiap yajna ditetapkan dengan cermat sekali menurut peraturan-peraturannnya. Menyimpang sedikit saja dari peraturan-peraturan itu berarti batalnya, tidak sahnya yajna itu (Ardhana, 2002:                                     11-12). Jaman ini ada beberapa sumber pedoman yang ada bernama pustaka Kalpasutra berisi tuntunan upacara yajna yang begitu rumit, kemudian ada pustaka Ghryasutra berisi tuntuna yajna yang kecil dalam lingkungan keluarga, sedangkan tuntunan yajna yang tergolong besar diatur dalam pustaka srautasutra. Dalam srautasutra ada diatur mengenai upacara rajasuya dan upacara asvamedha yajna. Jaman ini diperkirakan keberadaannya pda tahun 1000 SM.
Selanjutnya pada jaman upanisad yang menitikberatkan aktifitas keagamaan pada spiritual atau rohani. Kata upanisad berarti duduk dibawah dekat kaki guru, untuk mendengarkan upadesa atau ajaran mengenai Brahman, samsara, swarganaraka, dan moksha. Upadesa dari sang guru mengandung ajaraan-ajaran yang bersifat ilmiah dan karena itu upanisad merupakan ilmu pengetahuan suci (jnana) yang dapat membuka mata hati pembacanya dalam membuka misteri kehidupan alam semesta ini. upanisad disebut juga kitab rahasia karena isinya mengajarkan tentang hal-hal yang bersifat dan hakikat Brahman Upanisad inilah yang memuat berbagai ajaran yang membahas ajaran ketuhanan (brahmawidya) yang merupakan dasar kehidupan beragama Hindu (Ardhana, 2002: 13-14). Jaman upanisad ini diperkirakan keberadaaannya sekitar tahun 800 SM. Sedangkan jaman yang terakhir adalah jaman Tantrayana sekitar tahun 600 SM. Dalam Tantrayana aspek yang menonjol adalah konsep teologinya yang melihat dari segi peranan sakti. Manusia mendambakan kesaktian yang ada pada Sang Hyang Widhi dan berharap supaya kesaktian-Nya itu diberikan kepada manusia sehingga dengan demikian dapat memiliki apa yang ada pada Brahman itu (Ardhana, 2002:16). Tantrayana berorientasi kepada Siva dan karena itu sekte ini dikenal pula sebagai sekte Siva. Dalam sekte siva ini, nama siva selalu disebut-sebut sebagai ista dewatadengan seribu nama (siwa sahasra nama) antara lain, Siwa, Hara,Rudra, Puspalocana, Sambhu, Maheswara, Trilocana, Wamadewa, Wiswarupa, Ganeswara, Pasupati, Tejomaya, Sadasiwa,Dhurga, Mahakala, Dhneswara, Padmagarbha, dan selanjutnya banyak sekali sampai seribu (Ardhana, 2002:17-18). Jaman ini bersumber pada Weda atau Agama atau Tantra yang sesungguhnya tidak dapat dipisah-pisahkan begitu rupa mengingat Tantranya bersumber pada Weda, seperti jaman Kertayuga bersumber pada Sruti, tretayuga bersumber pada Smrti, dwaparayuga bersumber pada purana, dan kaliyuga bersumber pada agama atau tantra. Dalam menyelenggarakan upakara yajna termasuk samskara ada beberapa alat peraga yang sering dipakai dhupa, dhipa, puspa, gand aksata, tirtha, dan mantra (Ardhana, 2002;19).          
2.2. Saiva Siddhanta
Saiva Siddhanta adalah Saivite tertua, paling kuat dan secara luas dipraktekkan Hindu sekolah hari ini, meliputi jutaan penggemar, ribuan candi aktif dan puluhan tradisi monastik dan hidup asketis. Meskipun popularitasnya, masa lalu yang mulia Siddhanta sebagai sebuah denominasi semua-India relatif tidak dikenal dan diidentifikasi hari ini terutama dengan perusahaan India Selatan, Tamil bentuk. Para Saiva Siddhanta istilah berarti "kesimpulan akhir atau mapan Saivism." Ini adalah teologi formal dari wahyu ilahi yang terkandung dalam dua puluh delapan Agamas Saiva. Guru pertama yang diketahui dari Shuddha, "murni," adalah tradisi Saiva Siddhanta Maharishi Nandinatha Kashmir (ca 250 sM), dicatat dalam buku tata bahasa Panini sebagai guru resi Patanjali, Vyaghrapada dan Vasishtha. Karya ditulis hanya bertahan dari Nandinatha Maharishi adalah dua puluh enam bahasa Sansekerta ayat, yang disebut Kashika Nandikeshvara, di mana ia dipindahkan ajaran kuno. Karena pendekatan monistik nya, Nandinatha sering dianggap oleh para sarjana sebagai eksponen dari sekolah Advaita. Guru terkemuka pada catatan berikutnya adalah Resi Tirumular, seorang siddha di garis Nandinatha yang datang dari Lembah Kashmir India Selatan untuk mengajukan ajaran suci dari dua puluh delapan Agamas Saiva. Dalam karya yang mendalam Tirumantiram, taruh "Kudus Incantation," Tirumular untuk pertama kalinya tulisan-tulisan besar dari Agamas dan Shuddha filsafat Siddhanta ke dalam bahasa Tamil manis. Tirumular Rishi, seperti, Nandinatha Satguru nya Maharishi, mengemukanakan teisme monistik di mana Siva adalah baik material dan penyebab efisien, imanen dan transenden. Siva menciptakan jiwa-jiwa dan dunia melalui emanasi dari diri-Nya, akhirnya reabsorbing mereka dalam samudera Makhluk-Nya, karena air mengalir ke dalam air, api ke dalam api, eter ke dalam eter. Tirumantiram terungkap cara Siddhanta sebagai jalan, progresif empat kali lipat dari charya, hidup berbudi luhur dan moral; kriya, kuil penyembahan, dan yoga-diinternalisasi ibadah dan persatuan dengan Parasiva melalui kasih karunia yang hidup Satguru-yang mengarah kepada negara dari jnana dan pembebasan. Setelah pembebasan, tubuh jiwa terus berkembang sampai sepenuhnya menyatu dengan Tuhan-jiva menjadi Siwa. Tirumular yang Shuddha Saiva Siddhanta saham akar jauh umum dengan Mahasiddhayogi Gorakshanatha yang Siddha Siddhanta di bahwa keduanya silsilah ajaran Natha. Tirumular garis keturunan yang dikenal sebagai Sampradaya Nandinatha, yang Gorakshanatha disebut Sampradaya adinatha. Saiva Siddhanta berbunga di India Selatan sebagai gerakan bhakti kuat diresapi dengan wawasan tentang yoga siddha.
Selama abad ketujuh sampai kesembilan, orang-orang kudus Sambandar, Appar dan Sundarar pilgrimaged dari kuil ke kuil, bernyanyi soulfully kebesaran Siwa. Mereka berperan dalam berhasil mempertahankan Saivism terhadap ancaman dari Buddhisme dan Jainisme. Tak lama kemudian, seorang raja Perdana Menteri, Manikkavasagar, meninggalkan dunia kekayaan dan ketenaran untuk mencari dan melayani Tuhan. Hati lebur Nya ayat, yang disebut Tiruvacagam, penuh dengan pengalaman visioner, cinta ilahi dan mendesak berjuang untuk Kebenaran. Lagu-lagu dari keempat orang kudus adalah bagian dari ringkasan dikenal sebagai Tirumurai, yang bersama dengan Veda dan Agamas Saiva membentuk dasar alkitabiah Saiva Siddhanta di Tamil Nadu. Selain, filsuf-orang kudus dan pertapa, ada Siddha tak terhitung banyaknya, "orang-orang berprestasi," Tuhan-mabuk pria yang menjelajahi jalan mereka melalui berabad-abad sebagai orang kudus, guru, umat terinspirasi atau bahkan membenci orang-orang tersisih. Saiva Siddhanta membuat klaim khusus pada mereka, tetapi kehadiran mereka dan memotong wahyu di semua, filosofi sekolah dan garis keturunan untuk menjaga semangat sejati yang hadir Siva di bumi. Ini Siddha menyediakan sumber utama kekuatan untuk memacu agama dari zaman ke zaman. Terkenal termasuk nama Sage Agastya, Resi Bhoga, Tirumular dan Gorakshanatha. Mereka dihormati oleh Siddhantins Siddha, Kashmir Saivites dan bahkan oleh cabang Nepal Buddhisme. Di India Tengah, Saiva Siddhanta dari tradisi Sansekerta pertama kali dilembagakan oleh Guhavasi Siddha (ca 675). Penerus ketiga dalam garis keturunannya, Rudrashambhu, juga dikenal sebagai Amardaka Tirthanatha, mendirikan ordo monastik amardaka (ca 775) di Andhra Pradesh. Dari waktu ini, tiga ordo monastik muncul bahwa berperan dalam difusi Saiva Siddhanta di seluruh India. Seiring dengan urutan Amardaka (yang diidentifikasi dengan salah satu kota tersuci Saivism, Ujjain) adalah Orde Mattamayura, di ibukota dinasti Chalukya, dekat Punjab, dan urutan Madhumateya Tengah India. Masing-masing dikembangkan berbagai sub-order, sebagai bhikkhu Siddhanta, penuh semangat misioner, menggunakan pengaruh patron kerajaan mereka untuk menyebarkan ajaran-ajaran di kerajaan tetangga, terutama di India Selatan. Dari Mattamayura, mereka mendirikan biara-biara di Maharashtra, Karnataka, Andhra dan Kerala (ca 800). Dari guru banyak dan Acharya berikutnya, menyebarkan Siddhanta melalui seluruh India, dua Siddha, Sadyojyoti dan Brihaspati dari India Tengah (ca 850), dikreditkan dengan sistematisasi teologi dalam bahasa Sansekerta. Sadyojyoti, diprakarsai oleh guru Kashmir Ugrajyoti, dikemukakan pandangan filosofis Siddhanta seperti yang ditemukan dalam Agama Raurava. Ia digantikan oleh Ramakantha I, Shrikantha, Narayanakantha dan Ramakantha II, yang masing-masing menulis banyak risalah-risalah tentang Saiva Siddhanta. Kemudian, Raja Bhoja Paramara dari Gujarat (ca 1018) terkondensasi tubuh besar teks-teks kitab suci Siddhanta yang mendahului dia ke sebuah risalah ringkas satu metafisik disebut Tattva Prakasha, dianggap sebagai kitab suci bahasa Sansekerta terkemuka di Saiva Siddhanta.
Menegaskan pandangan monistik dari Saiva Siddhanta adalah Shrikumara (ca 1056), menyatakan dalam komentarnya, Tatparyadipika, pada karya Bhoja Paramara, bahwa Pati, pashu dan pasha pada akhirnya satu, dan wahyu yang menyatakan bahwa Siva adalah satu. Dia adalah inti dari segalanya. Shrikumara menyatakan bahwa Siva adalah kedua yang efisien dan penyebab material dari alam semesta. Saiva Siddhanta itu mudah diterima di mana pun menyebar di India dan terus berkembang sampai invasi Islam, yang hampir dimusnahkan semua jejak Siddhanta dari Utara dan India Tengah, membatasi praktek terbuka ke daerah selatan benua itu. Itu pada abad kedua belas yang Aghorasiva mengambil tugas amalgamating tradisi Sansekerta Siddhanta Utara dengan, Southern Tamil Siddhanta. Sebagai kepala sebuah biara cabang Orde amardaka di Chidambaram, Aghorasiva memberikan suatu pandangan yang unik untuk teologi Siddhanta Saiva, membuka jalan bagi sebuah sekolah pluralistik baru. Dalam kuat menyangkal segala interpretasi monist dari Siddhanta, Aghorasiva membawa perubahan dramatis dalam pemahaman tentang Ketuhanan dengan mengelompokkan lima prinsip pertama, atau Tattva (Nada, Bindu, Sadasiva, Ishvara dan Shuddhavidya), ke dalam kategori pasha (obligasi), menyatakan mereka adalah efek dari sebab dan zat inheren tidak sadar. Ini jelas keberangkatan dari pengajaran tradisional di mana lima adalah bagian dari sifat ilahi Allah. Aghorasiva demikian meresmikan Siddhanta baru, berbeda dari Saiva Siddhanta asli monistik dari Himalaya. Meskipun pandangan pluralistik Aghorasiva dari Siddhanta, ia berhasil dalam melestarikan ritual Sansekerta berharga dari tradisi Agamic kuno melalui tulisan-tulisannya. Sampai hari ini, Aghorasiva yang Siddhanta filsafat diikuti oleh hampir semua candi imam keturunan Sivacharya, dan teks Paddhati nya pada Agamas telah menjadi pedoman puja standar. Kriyakramadyotika Nya adalah pekerjaan yang luas mencakup hampir semua aspek ritual Siddhanta Saiva, termasuk diksha, Samskara, puja atmartha dan pemasangan Dewata.
Pada abad ketiga belas, lain perkembangan penting terjadi di Saiva Siddhanta ketika Meykandar menulis dua belas ayat Sivajnanabodham. Karya ini dan berikutnya oleh penulis lain meletakkan dasar dari Sampradaya Meykandar, yang mengemukanakan sebuah realisme pluralistik dimana Tuhan, jiwa dan dunia adalah yg hidup berdampingan dan tanpa awal. Siva efisien tetapi tidak sebab material. Mereka melihat jiwa yang penggabungan dalam Siva sebagai garam dalam air, suatu kesatuan abadi yang juga twoness. Literatur ini sekolah telah begitu mendominasi beasiswa yang Saiva Siddhanta sering keliru diidentifikasi sebagai eksklusif pluralistik. Sebenarnya, ada dua penafsiran, satu monistik dan lain dualistik, dimana yang pertama adalah premis filosofis asli ditemukan di pra-Meykandar suci, termasuk Upanishad. Saiva Siddhanta kaya akan tradisi kuil, festival keagamaan, seni suci, budaya spiritual, klan imam, ordo monastik dan guru-murid garis keturunan. Semua masih berkembang. Hari ini Saiva Siddhanta adalah paling menonjol di antara enam puluh juta Saivites Tamil yang tinggal sebagian besar di India Selatan dan Sri Lanka. Di sini dan di tempat lain di dunia, menonjol Siddhanta masyarakat, kuil dan biara berlimpah.

2.3. Saiva Siddhanta di India
2.3.1.   Sumber Ajarannya
Ada beberapa sumber ajaran Saiva Sidhanta di India yakni Veda, Saiva Agamas, serta sumber tertulis lainnya yang digunakan (Subagiasta, 2002:43). Selain itu ada juga naskah tradisional yang dinamai Meykanda Sastra sebagai filsafat kebenaran antara lain: 1) Siva-Jnana-Bodha, 2) Siva-Jnana-Sidhiyar, 3) Irupavirupatha, 4) Tiruvuntiyar, 5) Tirukhalirruppadiar, 6) Unmaivilakka, 7) Sivaprakasa, 8) Tiruarudpayan, 9) Vinavenba, 10) Porripakrodai, 11) Kadikkawi, 12) Nencuvidututu, 13) Unmainerivilakka, 14) Sankalpanirakarana (Subagiasta, 2002:44). Jadi selain sumber tersebut bahwa ada juga sumber yang penting lainnya berupa agamas, puranas, itihasa, upanisad, yoga, dan sebagainya.
Saiva Sidhanta adalah filsafat dari Saivaismei bagian selatan, yang bersumber tidak dari penyusun tunggal, yang merupakan jalan tengah antara adwaita-nya Sankara dan Wasista-advaita-nya Ramanuja. Kepustakaanya terutama terdiri dari : 1) 28 buah tentang Saiwita Agama, 2) kumpulan dari pujian-pujian Saiwita yang dikenal sebagai Tirumrai, 3) kumpulan tentang kehidupan orang-orang suci Saiwita yang dikenal sebagai Periyapuranam, 4) Siwajnanabodham-nya Meykandar, 5) Siwajnanasiddhiyar-nya Arulnandi, dan 6) karya-karya dari Umapati. Karya Tirumular yaitu Tirumantiram merupakan dasar dari struktur filsafat Saiva Siddhanta (Sivananda, 2003:261). Demikian beberapa sumber penting dalam Saiva Siddhanta.
2.3.2.      Ajarannya
Ajaran pokok dari filsafat Saiva Siddhanta adalah bahwa Siwa merupakan realitas tertinggi dan jiwa atau roh pribadi adalah dari intisari yang sama dengan Siwa, tetapi tidak identik. Pati (Tuhan), Pasu (roh) dan Pasa (pengikat) dan 36 tattwa atau prinsip yang menyusun alam semesta, kesemuanya nyata. System filsafat Saiva Siddhanta merupakan intisari saringan dari Wedanta (Sivananda, 2003:261).
Siwa merupakan cirri realitas tertinggi, merupakan kesadaran tak terbatas, yang abadi, tanpa perubahan, tanpa wujud, merdeka, ada dimana-mana, maha kuasa, maha tahu, esa tiada duanya, tanpa awal, tanpa penyebab, tanpa noda, ada dengan sendirinya, selalu bebas, selalu murni, dan sempurna. Ia tidak dibatasi oleh waktu yang merupakan kebahagiaan dan kecerdasan yang tak terbatas, bebas dari cacat, maha pelaku, dan maha mengetahui (ibid,262). Lima kegiatan Tuhan (Panca Krtya) adalah: srsti (penciptaan), sthiti (pemeliharaan), samhara (penghancuran), tirobhawa (menutupi), dan anugraha (karunia), yang secara terpisah dianggap sebagai kegiatan dari Brahma, Wisnu, Rudra, Maheswara, dan Sadasiwa (ibid, 262). Dewa Siwa meresapi alam dan ciptaan ini melalui saktinya. Juga Dewa Siwa berkarya melaui saktinya. Dewa Siwa memiliki kekuatan (sakti). Dewa Siwa merupakan hakikat kesadaran (caitanya). Siwa adalah kesadaran murni sedang materi (sarana) kesadaran tidak murni. Sedangkan sakti adalah mata rantai perantara di antara keduanya.
2.3.3.      Tempat Pemujaannya
Tempat pemujaan bagi umat Hindu di India termasuk bagi pengikut Saiva Siddhanta dinamai Mandir. Dalam istilah lainnya juga dinamai Dewalaya. Sebagai sentra pemujaan Siwa di India kalau di daerah Uttar Pradesh ada di daerah Benares atau juga dinamai kota Kasi. Umat pada umumnya menyebutnya dengan nama kota Siva. Oleh karena di sana para umat Hindu untuk memuja Bhatara Siwa. Nama Mandirnya adalah Viavanath Mandir. Ada juga sebuah tempat suci yang sangat megah untuk pemujaan Dewa Siwa yakni Golden Temple yang terletak di tengah-tengah kota Benares di tempat sungai Gangga.
Selain itu ada juga beberapa mandir besar lainnya seperti: Somnath Mandir, Kedarnath Mandir, Mahakaleshwar Mandir, Omkareshwar Mandir, Mallikarjuna Mandir, Vaidhyanath Mandir atau Baijnath Dham Mandir, Bhismashankar Mandir, Ghushmeshwar Mandir, Tryambhakeshwar Mandir, Nageshwar Mandir, Setubandha Rameshwar Mandir, dan sebagainya (Subagiasta, 2002:49-57). Dalam praktek kehidupan beragama Hindu bahwa pada setiap rumah tangga juga ada untuk pemujaan Dewa Siwa berupa altar atau sejenis pelangkiran bagi umat Hindu di Bali. Pada masing-masing altar itu juga disediakan tempat khusus untuk menempatkan sesaji, sarana pemujaan, atau hal lainnya yang diperlukan. Umumnya disiapkan ruangan khusus yang memang disicikan.
2.3.4.      Penerapan Saiva Siddhanta di India
Mengenai penerapan Saiva Siddhanta di India dapat dilihat dalam praktek nyata dalam kehidupan beragama Hindu di India secara sosiologis nampak dengan jelas. Kemudian secara religiusnya terlihat dalam praktek pemujaan (upasana atau puja). Yang paling rutin diterapkan adalah di suatu mandir, baik ditingkat perseorangan maupun dalam kondisi komunal. Ada dua cara dalam penerapannya yang dilakukan adalah dengan cara sarana, sadhana, material, upakara, banten/bali, atau simbol-simbol tertentu yang dinamai pratika atau saguna upasana. Sedangkan cara penerapan yang lainnya adalah dengan ahamgraha upasana atau nirguna upasana. Cara ini dilakukan dengan cara meditasi pada patung, arca, pratima, gambar/citra, dewa-dewi, aksara atau hal yang dapat meningkatkan kualitas meditasi menuju spiritual yang paramaartha serta parasiwa. Cara pratika upasana atau saguna upasana adalah bentuk meditasi yang real atau sakala, sedangkan ahamgraha upasana atau nirguna upasana adalah bentuk abstrak meditasi.
Bilamana dibandingkan dengan penerapan yang di Indonesia atau di Bali bahwa penerapan Saiva Siddhanta melaui ritual yang paling banyak dengan konsep panca maha yajna. Juga atas asas dan konsepsi catur marga. Penerapan di India pun juga ada kemiripan, karena juga diterapkan panca yajna yakni dewa yajna, manusa yajna, bhuta yajna, resi yajna dan pitra yajna. Kelihatannya dalam penerapan di India kesederhanaan dalam berupacara terutama dalam praktek upakara atau sesajen. Di Indi juga digunakan banten yang dinamai Bali namun masih tergolong lebih sederhana, tetapi bukan berarti lebih irit, tentu itu tidak bisa disamakan. Bisa saja menjadi lebih tidak irit mengingat biaya yang lainnya sangat membengkat, terutama dalam sangu pada para tamu (atithi uja) serta yang lainnya. Sehingga jika ditanya para bhakta disana juga menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Hal ini tergantung kepada pemujanya atau bahktanya. Tidak lantas langsung dibandingkan bahwa yang ini irit dan yang ini boros, yang ini benar dan yang ini salah. Hal demikian tidak bisa dirasiokan secara kasat mata. Karena kehidupan beragama Hindu sesungguhnya dasarnya adalah ketulusan hati. Umat Hindu tidak perlu bertindak gegabah dengan memvonis langsung bahwa beragama Hindu sulit, beragama Hindu boros, beragama susah dan lain-lainnya. Hal yang demikian jangan sampai terjadi dalam penerapan agama Hindu. Bila di India Nampak irit dan gampang, itu berarti yang kita miliki di Bali harus direformasi, tentu tidak. Ingatlah bahwa beragama Hindu memiliki drsta dan sadacara.
Dalam penerapan agama Hindu di India ada yang dinamai sepuluh samskara meliputi: garbhadana samskara (mensucikan kegiatan penciptaan), pumsavana samskara (upacara mantra-mantra kandungan berumur bulan ketiga bagi anak), Simantonnayana samskara (pengucapan mantra weda pada saat kandungan berumur tujuh bulan), Jatakarma samskara (upacara segera kelahiran anak), Namakarana samskara (upacara pemberian nama anak), Annaprasana samskara (pemberian makanan pertama kali saat berumur enam bulan), Cudakarana samskara (upacara pencukuran rambut pertama kali bagi anak), Upanayana samskara (upacara mendekatkan anak untuk belajar pada gurunya), Samavartana samskara (upacara mengakhiri masa belajar agama atau weda) dan Vivaha samskara (upacara perkawinan atau masa berumah tangga). Ada dikenal dengan homa untuk dewa yajna, tarpana atau sradha untuk pitra yajna, belajar weda atau brama untuk resi yajna, bali untuk bhuta yajna, dan penghormatan atau keramahtamahan untuk manusya yajna. Demikian penerapan ajaran Saiva Siddhanta di India yang sudah tentu ada kemiripan penerapan yang berlangsung di Bali, mengingat konsep yang utama juga sama yakni mengenai hakikat ketuhanan yang esa yaitu Dewa Siwa realitas tertinggi.
2.3.5.      Pengikutnya
Bila diperhatikan tentang pengikut dari Saiva Siddhanta bahwa pada umumnya adalah para bhakta Siva. Terutama umat Hindu pada umumnya yang tersebar diberbagai pelosok wilayah di Negara bagian India, mulai dari daerah utara sampai ke daerah selatan. Daerah utara kebanyakan ada di Uttar Pradesh, Uttaranchal, Jammu Kashmir, Bengala, Bihar, Madhya Pradesh. Sedangkan di daerah selatan adalah sekitar Karnataka, Andra Pradesh, Tamil Nadu, dan sebagainya. Demikian juga sekte-sekte Saiva lainnya seperti: Akas Mukhi, Gudara, Jangama, Karalingi, Nakhi, Rukhara, Sukhara, Urdhabahu, Ukkara yang kesemuanya ini adalah sekte-sekte Saiva (Sivananda, 2003:150). Pengikut lainnya adalah para Brahmana dari Tamil Nadu dengan gelar Aiyer dan mereka disebut Smarta (ibid, 149). Cirri umumnya yang Nampak adalah mereka semua menggunakan tiga garis mendatar dari Bhasma dan Wibhuti (abu suci) pada dahinya dan kesemuanya memuja Dewa Siwa. Masih di daerah Tamil Nadu bahwa sebutan pengikut Saiva Siddhanta ada dinamai Gurukkal. Tetapi pengikut Waisnawa dinamai Pattar. Pada daerah lainnya seperti di Malabar bahwa pengikut Saiva Siddhanta dinamai Nambudiri, Muse dan Embantiri; sedangkan di daerah Bengala dinamai: Cakrawarti, Cunder, Roy, Ganguli, Coudhury, Biswa, Bagci, Majumdar, dan Bhattacarji (ibid, 149). Kalau di daerah Karnataka bahwa para Brahmana pengikut Saiva Suddhanta dinamai Smarta, Hawiga, Kota, Siwali, Tantri, Kardil, dan Padya (ibid, 149). Selanjutnya di daerah Telugu Smarta adalah Murkinadu, Welandu, Karanakammalu, Puduru, Drawidi, Telahanyam, Konasimadrawidi, dan Anuwela Niyogi (ibid, 150). Untuk di daerah Mysore dan Karnataka (Lingayat) mereka dinamai Wirasaiva, mereka mengenakan sebuah Linga Siwa yang diletakkan dalam sebuah kotak perak kecil pada lehernya (ibid, 150).
Ada juga dinamai pengikut dalam sebutan dasanama sannyasin, tetapi mereka tidak semua pemuja dan pengikut Siwa. Ada sebagian yang memuja Visnu atau dari paksa Vaisnawa. Sisanya lagi dari para bhakta yang ada di India. Khusus para Bhakta Hindu sebagai pemuja Siwa, diantaranya ada yang dinamai Saraswati, Puri, Bharati, Tirtha, Asrama, Wana, Aranya, Giri, Parwata dan Sagara. Semua para sannyasin sebagai pengikut Siwa tersebut merupakan para pemuja Siwa dari berbagai daerah di India, seperti: di Dwaraka, Josi, Puri, dan beberapa daerah lainnya di India. Tidak saja mereka sebagai pemuja Siwa, tetapi juga mereka sebagai pemuja Visnu. Kemudian para snnyasin Tamil mereka yang termasuk pada Kowilur Mutt dan Dharmapuram Adhinam yang semuanya mereka itu sebagai pemuja dan pengikut Saiva. Satu yang unik nampak pada saat perayaan Kembha Mela, Adha Kumbha Mela, dan Maha Kumbha Mela bahwa para pengikut Saiva Nampak memiliki kekhasan sekali, yakni mereka melumuri badannya dengan abu suci dan janggut mereka disimpul mati, sannyasin demikian dinamai Naga oleh karena kondisi realnya mereka dalam keadaan telanjang, tanpa busana sediktpun, namun mereka memiliki ketulusan hati, kesucian pikiran, perilaku yang mulia sebagai penyembah dan pemuja Siwa yang sejati. Satu lagi pemuja atau pengikut Saiva Siddhanta ada dinamai Gorakhnath Panthi yang berada di Gorakphur di wilayah Uttar Pradesh. Pengikut dari Gorakhnath biasanya disebut Kanphata, karena mereka melubangi telinganya dan mereka memakai anting-anting ada saat inisiasi mereka. Mereka memuja Dewa Siwa (ibid, 156). Jadi yang dinamai dasanama sannyasi itu adalah para bhakta atau umat Hindu India yang memiliki kepercayaan yang sangat kuat baik terhadap Dewa Siwa, sebagian lagi kepada Dewa Visnu, pemuja Rama, pemujaAnoman, serta pemuja lainnya sesuai ista dewata dalam agama Hindu.
2.3.6.      Hari Sucinya
Seperti halnya di Indonesia dan juga di Bali bahwa perayaan suci agama Hindu Nampak ada persamaan dan sedikit perbedaan. Ada yang sama dalam sebutan perayaan sucinya seperti : Perayaan Siwaratri, perayaan Saraswati, Purnima atau Purnama, Amavasya atau Tilem, dan juga menyucikan sekali bagi perayaan umat Hindu setiap hari selasa, yang oleh umat Hindu dinamai Mangala Wara merupakan hari suci untuk pengendalian diri, menasehati diri, menggembleng diri, serta koreksi diri. Cara yang lazim dilakukan pada saat perayaan suci adalah dengan melakukan upawasa selama sehari penuh bahkan lebih dari sehari Bhakta ya ng telah mampu melaksanakannya setiap perayaan suci diikuti dengan upawasa tersebut. Bahkan bagi yang telah mantap juga diikuti dengan brata ( pantangan ), yoga ( gerakan sikap badan yang tenang dan damai untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widi Wasa ( Bhatara Siwa ), dan juga dengan cara semedi ( melakukan meditasi). Sedangkan bagi bhakta yang mampu memusatkan pikiran dengan hening dan suci juga diikuti dengan japa yakni mengucapkan mantram suci berkali-kali seperti “Om Namah Siwaya” demikian seterusnya diulang dan diulang lagi dalam hati tanpa ada yang terdengar suara atau ucapan dari para bhakta.
Satu hal lagi yang menarik bahwa para bhakta Saiva Siddhanta di India tidak saja memilih setiap hari suci untuk melakukan pemujaan kepada Dewa Siwa, tetapi bersifat rutin dan kontinyu. Kapanpun dan dimanapun bila ada ditemui dan ada dijumpai sebuah mandir ( sebuah tempat suci untuk memuja Siwa ) maka seketika itu pula dilakukan pemujaan dan penghormatan kepada Bhatara Siwa. Caranya sesungguhnya tidak berat dan tidak juga gampang yang utama tetap landasannya adalah kesucian dan ketulusan hati. Bentuk atau sikap pemujaan kepada Bhatara Siwa adalah dengan cara mencakupkan kedua telapak tangan ditaruh di hulu hati dan ada diatas ubun-ubun juga ada dengan cara sungkem yakni dengan mencium pelataran mandir dan sebelumnya dilakukan pembunyian genta yang ada di mandir yang telah disiapkan sedemikian rupa. Maka bagi bhakta yang datang ke mandir diawali dengan membunyikan genta setidaknya satu kali atau tiga kali sesuai tradisi yang berlaku di mandir tersebut.
Bilamana pada saat siwaratri atau mahasiwaratri yang dipuja adalah Dewa Siwa. Pada saat itu para bhakta melakukan pemujaan kehadapan Dewa Siwa. Kalau di India perayan Siwaratri dilakukan sekitar bulan kapitu atau dinamai Sasi Magha sekitar bulan januari dan februari pada setiap tahunnya. Saat itulah umat Hindu datang berduyun-duyun ke tempat-tempat suci, seperti mandir, ada yang kecampuhan yakni tempat suci berupa pertemuan sungai, seperti ada yang disangam ada di wilayah kota suci Hindu bernama Prayaga. Disanalah umat Hindu atau pengikut Saiva Sidanta melakukan penyucian diri ( kalau di Bali malukat, mesiram, melasti, jika disana dinamai snan dalam bahasa Hindhi, dan sananam dalam bahasa Sansekerta ). Tempat suci sangan tersebut merupakan pertemuan dari tiga sungai suci Hindu yang bernama sungai Ganga, Yamuna, dan sungai Saraswati, jadi ketiga sungai suci itu dinamai Triveni atau Trinadhi.
Hari suci yang lainnya lagi adalah pemujaan kehadapan sakti Siwa yang dinamai Durga Puja yakni hari suci unutk memuja Dewi Durga sebagai ibu suci dan ibu niskala yang memberikan kekuatan lahir bhatin terhadap umat Hindu. Dalam tradisi India ada yang disebut nawaratripuja yaitu pemujaan selama Sembilan hari Sembilan malam terhadap Dewa Siwa dan Dewi Durga. Praktek pemujaannya adalah dengan vreta atau brata, yang dalam bahasa Hindinya dinamai ‘bret’ artinya tidak makan dalam kurun waktu yang diingin oleh para bhakta. Sembilan hari pemujaan dewi atau ibu dikenal sebagai nawaratripuja, merupakan sifat dari upacara wijaya utsawa kemenangan ‘sembilan hari’ dipersembahkan kepada ibu, karena keberhasilannya berjuang dengan para raksasa dipimpin oleh sumbha dan nisumbha ( Siwananda, 2003 : 108-109 ). Jadi pemujaan Siva dan pemujaan Durgha saat nawa ratri puja tersebut merupakan proses bagi umat Hindu atau para bhakta untuk memperpendek proses evolusi dari asas kejiwaan menuju asas kesiwaan dan hal itu sebagai awal untuk penghancuran mala/pataka/dosa ( kekotoran, kekeliruan, dan kesalahan ).
2.3.7.      Orang Sucinya
Orang suci umat Hindu yang ada di India ada yang dinamai Pandit. Kata pandit ( bahasa Hindi ) sedangkan dalam bahasa Sansekerta disebut Pandita. Kalau di Indonesia disebut “Pendeta” yakni orang suci yang memimpin suatu upacara keagamaan Hindu. Tidak saja itu juga diagama non Hindu juga menamai pendeta. Selain itu ada juga yang dinamai para sadhu. Dalam kenyataan masyarakat Hindu di Bharatiya bahwa peran orang suci adalah sangat menentukan oleh kalangan Brahmin, maka peran para orang suci sangat menentukan. Orang suci kalau di Bharatiya sangat dihormati dan disucikan oleh umat Hindu. Terutama oleh pengikut Saiva Siddhanta bahwa para pemuja Siva dan para bhakti Siva begitu berbhakti kepada orang suci Sapta Rsi. Ketujuh rsi penerima wahyu yaitu Grtsamada, Wiswamitra, Wamadewa, Atri, Bharadwaja, Wasistha, dan Maharsi Kanwa. Di samping tujuh maharsi diatas pula dua puluh Sembilan maha resi penerima wahyu dan mereka itu dikenal dengan sebutan “nawawimsati krtyasca veda vyastha Maharsibbih” yaitu maha resi Swayambhu, Daksa, Usana, Wrhaspati, Aditya, Mrtyu, Indra, Wasista, Saraswata, Tridathu, Tridrta, Sandhyaya, Akasa, Dharma, Triyaguna, Dhananjaya, Krtyaya, Ranajaya, Bharadwaja, Gotama, Uttama, Parasara dan Maha resi Vyasa. Menurut tradisi Hindu, maharesi terbesar dan sangat banyak jasanya dalam menghimpun dan mengkodifikasikan Weda adalah maharesi Vyasa ( tim penyusun, 1987 : 7 ). Selain itu juga ada dinamai maharesi penyusun Catur Samhita yakni maharesi Paila ( Pulaha ) sebagai penyusun Reg Weda Samhita, maharesi Waisampayana sebagai penyusun Yajur Weda Samhita, maharesi Jamini sebagai penyusun Sama Weda Samhita, dan Maharesi Sumantu sebagai penyusun Atharwa Weda Samhita. Itulah para orang suci Hindu yang juga sebagai orang suci bagi bhakta Siwa.






























BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Adapun kesimpulan dari penulisan makalah ini adalah perkembangan agama Hindu di India dapat di pilah menjadi empat jaman (yuga) yakni: pertama jaman Weda, kedua jaman Brahmana, ketiga jaman Upanisad, dan keempat jaman Tantrayana. Saiva Sidhanta adalah filsafat dari Saivaismei bagian selatan, yang bersumber tidak dari penyusun tunggal, yang merupakan jalan tengah antara adwaita-nya Sankara dan Wasista-advaita-nya Ramanuja. Kepustakaanya terutama terdiri dari : 1) 28 buah tentang Saiwita Agama, 2) kumpulan dari pujian-pujian Saiwita yang dikenal sebagai Tirumrai, 3) kumpulan tentang kehidupan orang-orang suci Saiwita yang dikenal sebagai Periyapuranam, 4) Siwajnanabodham-nya Meykandar, 5) Siwajnanasiddhiyar-nya Arulnandi, dan 6) karya-karya dari Umapati. Karya Tirumular yaitu Tirumantiram merupakan dasar dari struktur filsafat Saiva Siddhanta (Sivananda, 2003:261).
Ajaran pokok dari filsafat Saiva Siddhanta adalah bahwa Siwa merupakan realitas tertinggi dan jiwa atau roh pribadi adalah dari intisari yang sama dengan Siwa, tetapi tidak identik. Tempat pemujaan bagi umat Hindu di India termasuk bagi pengikut Saiva Siddhanta dinamai Mandir. Dalam istilah lainnya juga dinamai Dewalaya. Ada dua cara dalam penerapannya yang dilakukan adalah dengan cara sarana, sadhana, material, upakara, banten/bali, atau simbol-simbol tertentu yang dinamai pratika atau saguna upasana. Sedangkan cara penerapan yang lainnya adalah dengan ahamgraha upasana atau nirguna upasana. Bila diperhatikan tentang pengikut dari Saiva Siddhanta bahwa pada umumnya adalah para bhakta Siva. Terutama umat Hindu pada umumnya yang tersebar diberbagai pelosok wilayah di Negara bagian India, mulai dari daerah utara sampai ke daerah selatan. Seperti halnya di Indonesia dan juga di Bali bahwa perayaan suci agama Hindu Nampak ada persamaan dan sedikit perbedaan. Ada yang sama dalam sebutan perayaan sucinya seperti : Perayaan Siwaratri, perayaan Saraswati, Purnima atau Purnama, Amavasya atau Tilem, dan juga menyucikan sekali bagi perayaan umat Hindu setiap hari selasa, yang oleh umat Hindu dinamai Mangala Wara merupakan hari suci untuk pengendalian diri, menasehati diri, menggembleng diri, serta koreksi diri. Orang suci umat Hindu yang ada di India ada yang dinamai Pandit. Kata pandit ( bahasa Hindi ) sedangkan dalam bahasa Sansekerta disebut Pandita. Kalau di Indonesia disebut “Pendeta” yakni orang suci yang memimpin suatu upacara keagamaan Hindu. Tidak saja itu juga diagama non Hindu juga menamai pendeta. Selain itu ada juga yang dinamai para sadhu.

3.2. Saran
Adapun saran dari penulisan makalah ini agar para pembaca dapat melengkapi segala kekurangan dari penulisan makalah ini serta diharapkan kedepannya dapat memberikan suatu pemahaman yang lebih mendalam, entah itu dari sejarah perkembangan agama Hindu ataupun pemahaman tentang Saiva Siddhanta di India. Selain itu, pemahaman kita tidak hanya berhenti sampai disitu saja tetapi juga mengetahui perjalanan Sejarah Agama Hindu ataupun Saiva Siddhanta sampai ke Indonesia khususnya Bali serta perkembangannya samapai saat ini.















DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, I Ketut Pasek. 2012. Pengantar Bahan Ajar Sivasiddhanta 1. Singaraja.
Sivananda, Sri Swami. 1993. Intisari Agama Hindu. Surabaya : Paramita
Subagiasta, I Ketut. 2006. Saiva Siddhanta di India dan di Bali. Surabaya : Paramita.



Tidak ada komentar: