I PENDAHULUAN
Pengaruh agama Hindu Budha sudah mulai masuk sejak abad pertama
masehi yang disebarkan oleh para pedagang, golongan ksatria, dan golongan
Brahmana. Setelah tersebarnya agama dan kepercayaan Hindu-dan Budhaterbentuk
pula system kerajaan berbasis agama tersebut dan tersebar di berbagai kawasan
nusantara. Misalnya, pada abad ke 5 M berdiri kerajaan Hindu pertama di
Indonesia. Setelah itu, diikuti dengan berdirinya Kerajaan Tarumanegara (Jaw
Timur), Sriwijaya (Palembang), Mataram Kuno, Majapahit, dan lain-lain.
Berdirinya kerajaan
Hindu-Budha tersebut ternyata telah menumbuhkembangkan hubungan social
masyarakat dari kerajaan yang berbeda melalui bidang perdagangan, agama, serta
lahirnya ketrampilan budaya dalam menghasilkan karya-karya seni, baik sastra,
candi, maupun karya-karya lain. Misalnya, buku sutasoma karya Empu Tantular,
Negarakertagama karya Empu Prapanca, Arjunawiwaha karya Empu Kanwa (sastra),
dan Borobudur, Prambanan, Puri Besakih, (Candi/ Arsetektur)merupakan bukti
adanya pengaruh yang kuat dari kebudayaan Hindu Budha. Melalui local genius,
bangsa Indonesia mengembangkan kebudayaan baru tersebut menjadi kebudayaan asli
Indonesia yang berbeda dengan kebudayaan asal. Bangsa Indonesia memiliki
keterampilan dalam melakukan akulturasi dan sintesa budaya.
II PEMBAHASAN
Pengaruh agama
hindu budha di Indonesia berdampak munculnya kerajaa-kerajaan di Indonesia
yaitu sebagai berikut :
A. KERAJAAN TERTUA DI
INDONESIA
1.
Kerajaan Kutai
Kerajaan
Kutai terletak di Pulau Kalimantan bagian timur. Pada abad ke-4 M berdirilah
sebuah kerajaan yang diperintah oleh Aswawarman yang disebut-sebut sebagai
putra dari kundugga.
Di
Kutai ditemukan 7 buah prasati yang berbentuk Yupa. Yupa adalah tiang batu/tugu
peringatan untuk melaksanakan upacara kurban. Yupa sebagai prasati bertulis
huruf Pallawadan berbahasa sansekerta dan tersusun dalam bentuk syair. Salah
satu diantara batu bertulis tersebut ada yang menuliskan “Sang Maha Raja
Kundungga yang amat mulia,mempunyai putra yang masyur, Sang Aswawarman namanya,
seperti Ancuman (Deawa Matahari), menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang
Aswawarman mempunyai tiga putra, seperti api yang suci ketiganya. Yang
tertemuka dari ketiganya itu ialah Sang Mulawarman raja yang bijaksana, kuat
dan berkuasa.Sang Mulawarman telah mengadakan yajnadengan mempersembahkan emas
yang banyak. Pada bagian yang lain disebutkan pulabahwa “Sang Mulawarman raja
mulia dan termuka, telah mempersembahkan yajna berupa Dua Puluh Ribu (20.000)
ekor sapi kepada para brahman bertempat dilapangan Suci Waprakeswara.
Waprakeswara adalah lapangan suci sebagai tempat untuk memuja siwa.
Drs.
R. Soekarno menyatakan bahwa, Kundunggabukanlah kata Sansekerta. Kundugga
adalah seseorang kepala suku penduduk asli indonesia yang belum banyak trkena
pengaruh kebudayaan India. Sedangkan Prof. Dr. Purbatjaraka mengatakan, bahwa
kundugga bukan sosok yang terkenal di India. Mungkin Beliau adalah orang
Indonesia asli yang sudah menerima pengaruh kebudayaan India. Sehingga
nama-nama keturunannya disesuaikan dengan budaya orang-orang India Selatan yang
sering mempergunakan akhir “warman” (pelindung) dalam memberikan nama-nama
keturunanya. Sedangkan Dr. Krom menyatakan bahwa Kundungga adalah tipe India
Selatan , karena di sana ditemukan istilah tempat yang disebut Kundukura.
Dari
berbagai pendapat yang diketemukan oleh para ilmuwan tentang asal sebutan
Kundugga, yang utama patut kita ketahuidan diingat adalah bagaimana
perkembangan Agama Hinduyang terdapat di Kutai pada masa lalu sampai sekarang.
Berdasarkan penemuan peninggalan sejarah berupa batu bertulis (YUPA) dapat
diketahui bahwa Agama Hindu telah berkembang dengan subur di Kutai. Hindu
sebagai agama yang telah berkembang yang diterima oleh masyarakat Kutai sejak
abad -4 M. Adapun pengaruh Agama Hindu yang diterima oleh masyarakat Kutai
adalah Hindu ajaran Siswa.
2.
Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan
Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah
barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan
tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah
dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat
itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak
ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya
mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal
dalam catatan
sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417
ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi)
sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan
selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah
prasasti batu yang ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak
Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai
tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati
(wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan
Salakanagara.
Prasasti yang
ditemukan
- Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
- Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
- Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
- Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
- Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
- Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
- Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan
tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan
diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19,
tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian
tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung
Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan
sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi
pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih
digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh
pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada
awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu
pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada
zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya
sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.
Prasasti Pasir Muara
Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji
panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya
menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun
(Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan
kepada raja Sunda.
Karena angka tahunnya
bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato
gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam
tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter
dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat
dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman,
beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang
berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah
tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya
menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak
kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur
Purnawarman penguasa Tarumanagara.
Selain itu, ada pula gambar sepasang "padatala" (telapak
kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti
"tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di
kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut
Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di
antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama
"Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang
diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah
airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang
cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan
berkuasa.
Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara
Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi
Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata
seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan
Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian
pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada
prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para
ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah
bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal"
yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang
ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang
labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan).
Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang
"bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala
"kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya
dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.
Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti
batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa
Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai)
Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi
keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura
tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam -
padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati
sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja
yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju
perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah
kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh,
yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia
kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
3 Kerajaan Holing
1. Lokasi
Kerajaan
Berita Cina berasal dari Dinasti T’ang yang menyebutkan bahwa letak
Kerajaan Holing berbatasan dengan Laut Sebelah Selatan, Ta-Hen-La (Kamboja) di
sebelah utara, Po-Li (Bali) sebelah Timur dan To-Po-Teng di sebelah Barat. Nama
lain dari Holing adalah Cho-Po (Jawa), sehingga berdasarkan berita tersebut
dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Holing terletak di Pulau Jawa, khususnya Jawa
Tengah.
J.L. Moens dalam menentukan letak Kerajaan Holing meninjau dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan perdagangan. Menurutnya, Kerajaan Holing selayaknya terletak di tepi Selat Malaka, yaitu di Semenanjung Malaya. Alasannya, Selat Malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktifitas pelayaran perdagangan saat itu. Pendapat J.L. Moens itu diperkuat dengan ditemukannya sebuah daerah di Semenajung Malaya yang bernama daerah Keling.
J.L. Moens dalam menentukan letak Kerajaan Holing meninjau dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan perdagangan. Menurutnya, Kerajaan Holing selayaknya terletak di tepi Selat Malaka, yaitu di Semenanjung Malaya. Alasannya, Selat Malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktifitas pelayaran perdagangan saat itu. Pendapat J.L. Moens itu diperkuat dengan ditemukannya sebuah daerah di Semenajung Malaya yang bernama daerah Keling.
2.sumber sejarah
I-Tsing menyebutkan bahwa seorang temannya bernama Hui-Ning dengan
pembantunya bernama Yunki pergi ke Holing tahun 664/665 M untuk mempelajari
ajaran agama Budha. Ia juga menterjemahkan kitab suci agama Budha dari bahasa
Sansekerta ke bahasa Cina. Dalam menerjemahkan kitab itu, ia dibantu oleh
pendeta agama Budha dari Holing yang bernama Jnanabhadra. Menurut keterangan
dari Dinasti Sung, kitab yang diterjemahkan oleh Hui-Ning adalah bagian
terakhir kitab Parinirvana yang mengisahkan tentang pembukaan jenazah Sang
Budha.
3.kehidupan politik
Berdasarkan
berita Cina disebutkan bahwa Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putri yang bernama ratu sima. Pemerintahan Ratu Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana.
Rakyat tunduk dan taat terhadap segala perintah Ratu Sima. Bahkan tidak seorang
pun rakyat atau pejabat kerajaan yang berani melanggar segala perintahnya.
4.kehiudpan sosial
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena
sistem pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping ini juga sangat adil
dan bijaksana dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan
mentaati segala keputusan Ratu Sima.
5.kehidupan politik
kehidupan
perekonomian masyarakat Kerajaan Holing berkembang pesat. Masyarakat Kerajaan
Holing telah mengenal hubungan perdagangan. Mereka menjalin hubungan
perdagangan pada suatu tempat yang disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka
mengadakan hubungan perdagangan dengan teratur.
B. KERAJAAN MELAYU DAN SRIWIJAYA
1.
KERAJAAN
MELAYU
Kerajaan
Melayu atau dalam bahasa Cina ditulis Ma-La-Yu merupakan sebuah nama kerajaan yang berada
Pulau Sumatra. Dari bukti dan keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan
berita dari Cina, keberadaan kerajaan yang mengalami naik turun ini dapat di
diketahui dimulai pada abad ke-7 yang berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang
berpusat di Dharmasraya dan diawal abad ke 15 berpusat di Suruaso atau
Pagaruyung.
Kerajaan
ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi yang oleh para pendatang disebut sebagai
pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan
dalam mengontrol perdagangan di Selat Malaka sebelum direbut oleh Kerajaan
Sriwijaya pada tahun 1962.
Penggunaan
kata Melayu, telah dikenal sekitar tahun 100-150 seperti yang tersebut
dalam buku Geographike Sintaxis karya Ptolemy yang menyebutkan maleu-kolon.
Dan kemudian dalam kitab Hindu Purana pada zaman Gautama Buddha terdapat
istilah Malaya dvipa yang bermaksud tanah yang dikelilingi air.
Kerajaan
Melayu dapat di golongkan ke dalam kerajaan tertua di Indonesia. Alasannya,
kerajaan ini menempati kedudukan istimewa di dalam perkembangan sejarah
Indonesia. Sumber sejarah yang dapat digunakan untuk menyelidiki Kerajaan
Melayu hanyalah berasal dari sumber Cina, sedangkan berita-berita dari prasati
sama sekali tidak ada.
Dari uraian I-tsing jelas sekali bahwa Kerajaan Melayu
terletak di tengah pelayaran antara Sriwijaya dan Kedah. Jadi Sriwijaya
terletak di selatan atau tenggara Melayu. Hampir semua ahli sejarah sepakat
bahwa negeri Melayu berlokasi di hulu sungai Batang Hari, sebab pada alas arca
Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco terdapat prasasti bertarikh 1208 Saka
(1286) yang menyebutkan bahwa arca itu merupakan hadiah raja Kertanagara
(Singhasari) kepada raja Melayu.
Prof slamet mujana berpendapat, istilah Malayu berasal dari
kata Malaya yang dalam Bahasa Sansekerta bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan
biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju
apabila istana Malayu terletak di Kota Jambi, karena daerah itu merupakan
dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi,
tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Dan menurut
Prasasti Tanjore yang dikeluarkan oleh Rajendra Chola I bertarikh 1030,
menyebutkan bahwa ibu kota kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan
terletak di atas bukit.
SUMBER SEJARAH
Berasal dari sumber Cina karena tidak ditemukan prasasti. Musafir
Cina I-Tsing (671-695 M) menyatakan bahwa pada abad ke-7 M secara politik
Kerajaan Melayu dimasukkan ke dalam Kerajaan Sriwijaya.
Peninggalan Sejarah
Patung Amoghapasa (patug Buddha) hadiah dari penguasa Jawa Timur
pada abad ke-13 M, ditemukan di Jambi.
2. KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya) adalah salah satu
kemaharajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di
Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa
Sansekerta, sri berarti “bercahaya” dan wijaya berarti “kemenangan”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun
671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga
berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh
682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut
dikarenakan beberapa peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa
Teguh dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari
Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan
Dharmasraya.
Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi
Sriwijaya baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George
Cœdès dari École française d’Extrême-Orient.
1.
Historiografi
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah
Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.
Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun
1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam
koran berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi
Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan beberapa
prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar
Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20, kedua kerajaan
tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.
Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa
menyebutnya Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa
Sansekerta dan Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa
Arab menyebutnya Zabaj dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya nama merupakan
alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan. Sementara dari peta
Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei yang
kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.
Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan
berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang
dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang). Namun
sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan
sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi
Jambi sekarang), dengan catatan Malayu tidak di kawasan tersebut, jika Malayu
pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens, yang sebelumnya juga
telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan
Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang), dengan asumsi petunjuk arah
perjalanan dalam catatan I Tsing, serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan
berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li
chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada
kaisar Cina yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian
dari candi yang terletak di Muara Takus). Namun yang pasti pada masa penaklukan
oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota
di Kadaram (Kedah sekarang).
2.
Pembentukan dan
pertumbuhan
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan.
Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim, namun
kerajaan ini tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia
Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh
3.300 mil di barat. Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang menjadi
pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa
memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap
diperintah secara langsung oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya
diperintah oleh datu setempat.
Kekaisaran Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I
Tsing, dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di
bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat
bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan
Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang yang berangka tahun 686
ditemukan di pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan
Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga
menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk
menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini
bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di
Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh
dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda,
Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan
Sriwijaya mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan
observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja.
Di abad ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan
banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja
Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota
Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali
Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer
Jayawarman II, pendiri imperium Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya di
abad yang sama. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain
Tarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan,
pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa
disana. Di abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian
kerajaan. Di masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di
sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia
berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang
ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih
memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa
kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada
tahun 825.
3.
Agama dan Budaya
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak
peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari
Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan
studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, serta di abad
ke-11, Atisha, seorang sarjana Buddha asal Benggala yang berperan dalam
mengembangkan Buddha Vajrayana di Tibet. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya
menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama
Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah
digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana
dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh
budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Raja-raja Sriwijaya
menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad
ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta mengembangkan
bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.
Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar
pusat perdagangan di Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang dan
ulama muslim dari Timur Tengah. Sehingga beberapa kerajaan yang semula
merupakan bagian dari Sriwijaya, kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal
kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh
Sriwijaya.
Ada sumber yang menyebutkan, karena pengaruh orang muslim Arab yang
banyak berkunjung di Sriwijaya, maka raja Sriwijaya yang bernama Sri
Indrawarman masuk Islam pada tahun 718. Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan
sosial Sriwijaya adalah masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat masyarakat
Budha dan Muslim sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya berkirim
surat ke khalifah Islam di Suriah. Pada salah satu naskah surat yang ditujukan
kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) berisi permintaan agar khalifah
sudi mengirimkan da’i ke istana Sriwijaya.
4.
Perdagangan
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan
antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas selat Malaka dan selat
Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah yang
membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini
telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassalnya di seluruh
Asia Tenggara.
Pada paruh pertama abad ke-10, diantara kejatuhan dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama
Fujian, kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, kerajaan Nan Han. Tak diragukan
lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini.
5.
Relasi dengan
kekuatan regional
Untuk memperkuat posisinya atas penguasaan pada kawasan di Asia
Tenggara, Sriwijaya menjalin hubungan diplomasi dengan kekaisaran China, dan
secara teratur mengantarkan utusan beserta upeti.
Pada masa awal kerajaan Khmer merupakan daerah jajahan Sriwijaya.
Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand
Selatan, sebagai ibu kota kerajaan tersebut, pengaruh Sriwijaya nampak pada
bangunan pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya,
Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya, Thatong (Kanchanadit),
dan Khirirat Nikhom.
Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala,
pada prasasti Nalanda berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputradewa
mendedikasikan sebuah biara kepada Universitas Nalanda. Relasi dengan dinasti
Chola di selatan India juga cukup baik, dari prasasti Leiden disebutkan raja
Sriwijaya telah membangun sebuah vihara yang dinamakan dengan Vihara
Culamanivarmma, namun menjadi buruk setelah Rajendra Chola I naik tahta yang
melakukan penyerangan di abad ke-11. Kemudian hubungan ini kembali membaik pada
masa Kulothunga Chola I, di mana raja Sriwijaya di Kadaram mengirimkan utusan
yang meminta dikeluarkannya pengumuman pembebasan cukai pada kawasan sekitar
Vihara Culamanivarmma tersebut. Namun demikian pada masa ini Sriwijaya dianggap
telah menjadi bahagian dari dinasti Chola, dari kronik Tiongkok menyebutkan
bahwa Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) sebagai raja San-fo-ts’i membantu
perbaikan candi dekat Kanton pada tahun 1079, pada masa dinasti Song candi ini
disebut dengan nama Tien Ching Kuan dan pada masa dinasti Yuan disebut dengan
nama Yuan Miau Kwan.
6.
Masa keemasan
Kemaharajaan Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim, mengandalkan
hegemoni pada kekuatan armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur
perdagangan, menguasai dan membangun beberapa kawasan strategis sebagai
pangkalan armadanya dalam mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang, memungut
cukai serta untuk menjaga wilayah kedaulatan dan kekuasaanya.
Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya
telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara,
antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam,
dan Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya
sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang
mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengakumulasi
kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok,
dan India.
Sriwijaya juga disebut berperan dalam menghancurkan kerajaan Medang
di Jawa, dalam prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya yaitu
peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur, di mana Haji Wurawari dari
Lwaram yang kemungkinan merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006 atau
1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir Dharmawangsa
Teguh.
7.
Penurunan
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di
Koromandel, India selatan, mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijya,
berdasarkan prasasti Tanjore bertarikh 1030, kerajaan Chola telah menaklukan
daerah-daerah koloni Sriwijaya, sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang
berkuasa waktu itu. Selama beberapa dekade berikutnya seluruh imperium
Sriwijaya telah berada dalam pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra
Chola I tetap memberikan peluang kepada raja-raja yang ditaklukannya untuk
tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan
adanya berita utusan San-fo-ts’i ke Cina tahun 1028.
Antara tahun 1079 – 1088, kronik Tionghoa mencatat bahwa San-fo-ts’i
masih mengirimkan utusan dari Jambi dan Palembang. Dalam berita Cina yang
berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada tahun 1082
mengirimkan utusan pada masa Cina di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta
besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, yang
merupakan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta
menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Kemudian
juga mengirimankan utusan berikutnya di tahun 1088. Namun akibat invasi
Rajendra Chola I, hegemoni Sriwijaya atas raja-raja bawahannya melemah,
beberapa daerah taklukan melepaskan diri, sampai muncul Dharmasraya sebagai
kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai
dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada
tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat
dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni San-fo-ts’i dan Cho-po (Jawa). Di
Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan
rakyat San-fo-ts’i memeluk Budha, dan memiliki 15 daerah bawahan yang meliputi;
Si-lan (Kamboja), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor, selatan Thailand),
Kia-lo-hi (Grahi, Chaiya sekarang, selatan Thailand), Ling-ya-si-kia
(Langkasuka), Kilantan (Kelantan), Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Terengganu),
Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah Terengganu sekarang), Ji-lo-t’ing
(Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Ts’ien-mai (Semawe, pantai timur
semenanjung malaya), Pa-t’a (Sungai Paka, pantai timur Semenanjung Malaya),
Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), Pa-lin-fong (Palembang), Kien-pi (Jambi), dan
Sin-t’o (Sunda).
Namun demikian, istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak
lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan telah identik dengan Dharmasraya, dari
daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan kerajaan
Dharmasraya, walaupun sumber Tiongkok tetap menyebut San-fo-tsi sebagai
kerajaan yang berada di kawasan laut Cina Selatan. Hal ini karena dalam
Pararaton telah menyebutkan Malayu, disebutkan Kertanagara raja Singhasari
mengirim sebuah ekspedisi Pamalayu atau Pamalayu, dan kemudian menghadiahkan
Arca Amoghapasa kepada raja Melayu, Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa di
Dharmasraya sebagaimana yang tertulis pada prasasti Padang Roco. Peristiwa ini
kemudian dikaitkan dengan manuskrip yang terdapat pada prasasti Grahi. Begitu
juga dalam Nagarakretagama, yang menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit
juga sudah tidak menyebutkan lagi nama Sriwijaya untuk kawasan yang sebelumnya
merupakan kawasan Sriwijaya.
8.
Struktur pemerintahan
Pembentukan satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas
politik Sriwijaya, dapat dilacak dari beberapa prasasti yang mengandung
informasi penting tentang kadātuan, vanua, samaryyāda, mandala dan bhūmi.
Kadātuan dapat bermakna kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal
bini hāji, tempat disimpan mas dan hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang
mesti dijaga. Kadātuan ini dikelilingi oleh vanua, yang dapat dianggap sebagai
kawasan kota dari Sriwijaya yang didalamnya terdapat vihara untuk tempat
beribadah bagi masyarakatnya. Kadātuan dan vanua ini merupakan satu kawasan
inti bagi Sriwijaya itu sendiri. Menurut Casparis, samaryyāda merupakan kawasan
yang berbatasan dengan vanua, yang terhubung dengan jalan khusus
(samaryyāda-patha) yang dapat bermaksud kawasan pedalaman. Sedangkan mandala
merupakan suatu kawasan otonom dari bhūmi yang berada dalam pengaruh kekuasaan
kadātuan Sriwijaya.
Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja, dan
dalam lingkaran raja terdapat secara berurutan yuvarāja (putra mahkota),
pratiyuvarāja (putra mahkota kedua) dan rājakumāra (pewaris berikutnya).
Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan berbagai jabatan dalam struktur
pemerintahan kerajaan pada masa Sriwijaya.
9.
Warisan sejarah
Meskipun Sriwijaya hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi
dan terlupakan dari ingatan masyarakat pendukungnya, penemuan kembali
kemaharajaan bahari ini oleh Coedès pada tahun 1920-an telah membangkitkan
kesadaran bahwa suatu bentuk persatuan politik raya, berupa kemaharajaan yang
terdiri atas persekutuan kerajaan-kerajaan bahari, pernah bangkit, tumbuh, dan
berjaya di masa lalu.
Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan
Sriwijaya sebagai sumber kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia.
Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi sumber kebanggaan nasional dan identitas
daerah, khususnya bagi penduduk kota Palembang, provinsi Sumatera Selatan. Bagi
penduduk Palembang, keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya,
seperti lagu dan tarian tradisional Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga
berlaku bagi masyarakat selatan Thailand yang menciptakan kembali tarian
Sevichai (Sriwijaya) yang berdasarkan pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.
Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai
nama jalan di berbagai kota, dan nama ini telah melekat dengan kota Palembang
dan Sumatera Selatan. Universitas Sriwijaya yang didirikan tahun 1960 di
Palembang dinamakan berdasarkan kedatuan Sriwijaya. Demikian pula Kodam II
Sriwijaya (unit komando militer), PT Pupuk Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di
Sumatera Selatan), Sriwijaya Post (Surat kabar harian di Palembang), Sriwijaya
TV, Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Stadion Gelora Sriwijaya, dan
Sriwijaya Football Club (Klab sepak bola Palembang), semua dinamakan demikian
untuk menghormati, memuliakan, dan merayakan kegemilangan kemaharajaan
Sriwijaya.
C. KERAJAAN MATARAM KUNO
Kerajaan mataram terletak di jawa
tengah dengan daerah pusatnya disebut bhumi mataram. Daerah tersebut
dikelilingi olh pegunungan dan gunung-gunung, seperti pegunungan serayu, gunu
prau, gunung sindoro, gunung sumbing,gunung ungaran, gunung merbabu, gunung
merapi, pegunungan kendang, gunung lawu, gunung sewu, gunung kidul,. Daerah itu
juga di aliri banyak sungai, diantaranya sungai bogowonto, sungai progo, sungai
elo, dan yang terbesar adalah sungai Begawan solo.
Wilayah tersebut merupakan daerah tertutup,
namun subur. Kesuburan tanah itu memudahkan pertambahan penduduk, sehingga
peranan kekuatan masyarakat di daerah itu cukup besar dan merupakan kekuatan
bagi Negara barat.
Sebelah selatan Bhumi Mataram
adalah lautan Indonesia, tetapi laut itu sulit untuk dilayari. Sedangkan
pelayaran dan perdagangan lebih banyak dilakukan melalui pantai utara pulau
jawa, yang agak jauh dari Bhumi Mataram. Oleh karena itu, mata pencaharian
utama rakyatnya adalah pertanian, sementara bidang perdagangan kurang mendapat
perhatian.
1.
Dinasti Sanjaya
a.
Sumber Sejarah
Bukti-bukti berdirinya Dinasti Sanjaya
dapat diketahui melalui Prasasti Canggal (daerah Kedu) tahun 732 M, Prasasti
Blitung, Kitab Carita Parahyangan
1.
Prasasti Canggal 732 M
Prasasti ini dibuat pada masa pemerintahan
raja sanjaya yang berhubungan dengan pendirian lingga sebagai lambing dari Dewa
Siwa. Sehingga agama yang dianutnya adalah agama hindu.
2.
Prasasti Balitung 907 M
Prasasti ini adalah prasasti tembaga yang
dikeluarkan oleh raja Diah Balitung. Diah Balitung mengeluarkan prasasti ini
sehubungan dengan pemberian hadiah tanah kepada lima orang patihnya di
Mantyasih, karena kelima orang patihnya itu telah berjasa besar terhadap
kerajaan. Dalam prasasti itu disebutkan nama raja yang pernah memerintah pada
Kerajaan Mataram dan Dinasti Sanjaya
b.
Kehidupan Politik
Kerajaan
mataram diperintahkan oleh raja-raja keturunan dari Dinasti Sanjaya. Raja-raja
yang pernah berjasa di Kerjaan Mataram diantaranya:
1.
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya,
menurut Prasasti Canggal (732 M), raja sanjaya
adalah pendiri kerajaan mataram dari Dinasti Sanjaya. Raja Sanjaya memerintah
dengan sangat adil dan bijaksana, sehingga rakyatnya terjamin aman dan tentram.
2.
Sri Maharaja Rakai Kayu Wangi.
Dalam
menyatukan pemerintahannya, Rakai Kayuwangi dibantu oleh suatu Dewan Penasehat
merangkap sikap pelaksana yang terdiri atas lima orang patih dan diketuai oleh
seorang mahapatih. Disamping itu, Rakai kayuwangi berusaha keras untuk
memajukan pertanian, karena pertanian dapat menunjang aktivitas kehidupan
perekonomian rakyatnya. Dalam bidang keagaaman, perhatian raja sangat besar.
Hal ini dibuktikan dari prasasti yang di temukan didaerah dieng dan plason
3.
Sri Maha Raja Watuhumalang.
Masa pemerintahan Rakai Watuhumalang tidak
dapat diketahui dengan jelas, karena prasasti-prasasti yang di temukan tidak
dapat menyebutkan masa pemerintahannya. Prasasti-prasasti tersebut lebih banyak
membicarakan masalah-masalah keagamaan. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan
Rakai Watuhumalang, masalah keagamaan mendapat perhatian lebih khusus daripada
masalah pemerintahan.
4.
Sri Maharaja Watukura Diah Balitung
Raja Diah Balitung adalah seorang
raja Mataram yang besar dan cakap. Ia berhasil mengatasi masalah yang dihadapi
kerajaan mataram dan mempersatukan kembali kerajaan-kerajaan yang hamper
terpecah belah akibat pertentangan antarkaum bangsawan. Kesejahtraan rakyak
meningkat dan keamanan terjamin, bahkan daerah kekuasaanya meluas hingga kejawa
timur. Diah Balitung memerintah mataram sampai tahun 910 M. Masa pemerintahanya
banyak meninggalkan prasasti. Prasasti terpenting adalah prasasti Mantyasih
(Kedu) yang berisi tentang sisilah raja-raja mataram dari Raja sanjaya sampai
dengan Raja Diah Balitung.
Pada masa pemerintahanya dikenal tiga
jabatan penting, yaitu Rakryan I Hino ( penjabat tertinggi dibawah
raja). Selanjutannya Rakryan I Halu dan Rakryan I Sirikan. Ketiga
jabatan ini merupakan tritunggal dan nama jabatan ini terus dipakai oleh
kerajaan-kerajaan berikutnya pada zaman Singaraja Majapahit. Sri Maharaja Daksa
pengganti Diah Belitung adalah Daksa. Sebelum menjadi Raja Mataram ia menjabat
sebagai Rakryan I Hino. Pada masa pemerintahannya, raja, pembuatan candi
prambanan berhasil diselesaikan. Masa pemerintahan Raja Daksa tidak berlangsung
lama dan digantikan oleh Tulodhong. Masa pemerintahan Tulodhong sangat singkat
dan tidak terjadi hal-hal yang menonjong atau penting.
5. Sri
Maharaja Rakai Wawa
Penggantinya Raja Tulodhong adalah Rakai
Wawa. Dalam menjalankan pemerintahannya ia dibantu oleh Mpu Sendok yang
menjabat sebagai Rakryan I Hino. Pada masa pemerintahanya terjadi kekacauan
yang menjalas sampai keibu kota kerajaan. Kekacuan itu dapat diatasai, sehinnga
keamanan dapat dipulihkan kembali.
Setelah Rakai Wawa meninngal, ia
digantikan oleh Mpu Sendok. Namun, rasa khawatir terhadap serangan-serangan
yang dilancarkan oleh Sriwijaya, maka Mpu Sendok memindahkan pusat
pemerintahanya, dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Sejak itu, berakhirlah
kekuasaan Kerajaan Mataram Di jawa Tengah.
c. Kehidun
Ekonomi
Secara ilmiah, alam Bhumi Mataram
tertutup dari dunia luar sehinnga sulit berkembang. Selain itu sungai-sungai
tidak dapat dipergunkan sebagai sarana tranfortasi seperti di daerah-daerah
lain. Dengan keadaan alam seperti ini, rakyat Kerajaan Mataram tiding dapat
mengembangankan aktivitas perekonomiannya dengan pesat.
Pada masa pemerintahan kayuwangi,
berkembang usaha-usaha untuk memajukan pertnian. Sementara pada masa
pemerintahan Raja Balitung, kehidupan perekonomian mulai berkembang. Raja
memerintahkan pembangunan pusat-pusat perdagaan seperti yang disebutkan dalam
Prasasti Purworejo (tahun 900 M). Pada prasasti Wonogiri (903M) diterangkan
bahwa desa-desa yang terletak dikanan sungai Bengawan Solo dibebaskan dari
pajak dengan catatan. Penduuk desa itu harus menjamin kelancaran hubungan lalu
lintas melalui sungai tersebut. Kejadian itu menunjukan bahwa raja Balitung
sudah berusaha menjamin soal pengangkutan.
d.
Kehidupan Kebudayaan
Keturunan Raja Sanjaya tetap beragama
Hindu dengan daerah kekuasaan meliputi Jawa Tengah bagian utara. Mereka
mendirikan candi-candi hindu didataran tinggi Dieng dengan masa pembangunannya
berkisar tahun778-850 M. Anehnya, nama-nam candi diambil dari nam tokoh-tokoh
dalam cerita Mahabharat, seperti
candi Bima, Candi Arjuna, dan Candi Nakula.
Berkat kecakapan dan keuletan Rakai
pikatan, semangat kebudayaan Hindu dapat dihidupkan kembali. Kekuasaanya
semakin luas meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada zama Rakai Pikatan
dibangu candi-candi Hindu yang lebih besar, seperti candi Prambanan (candi Loro
Jonggrang). Pembangunan candi Prambanan diteruskan oleh penggantinya dan
selesai pada masa pemerintahan Raja daksa sekitar tahun 915 M. candi-candi lin
diantarany Candi Sambisari, Candi Ratu Baka, dan Candi Gedong Songo.
2, Dinasti Syailendra
Pada pertengahan abad ke-8 M dijawa tengah bagian selatan
yaitu, didaerah Bagelan dan Yogyakarta, memerintah seorang raja dari Dinasti
Syailendra. Kerajaanya juga dikenal dengan Kerajaan Syailendra. Berdasarkan
bukti-bukti peninggalan kerajaan Syailendra yang berupa candi-candi, wilayah
kekusaan Syailendra meliputi Wilayah Jawa Tengah bagian selatan, yaitu wilayah
Yogyakarta dan sekitarnya
a.
Sumber Sejarah
Sumber sejarah bagian Kerajaan Syailendra
tidak begitu banyak yang berhasil diketahu, baik berup prasasti maupun
peninggalan-peninggalan arkeologi. Prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan
diantaranya sebagai berikut:
1.
Prasasti Kalasan 778 M
Prasasti ini menyebutkan tentang
seorang raja dari Dinasti Syailendra (kerajaan Syailendra) yang berhasil
menunjuk Rakai Panangkaran untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara
dan sebuah bihara untuk para pendeta.
2.
Prasasti Kelurak 728 M
Prasasti ini menyebutkan membuat
arca Mansjuri yang merupkan perwujudan Sang Buddha, Wisnu, dan Sanggha. Yang
dapat disamakan dengan Brahma,Wisnu, Siwa. Prasasti ini menyebutkan raja yang
memerintah saat itu bernama raja Indra.
3.
Prasasti Ratu Boko 856 M
Prasasti ini menyebutkn kekalahan
raja Balaputra Dewa dalam perang saudara melawan kakaknya Pramodhawardani dan
slanjutnya melarikan diri ke Sriwijaya
4.
Prasasti Nalanda 860 M
Prasasti ini menyebutkan tentang
asal usul Raja Balaputra Dewa disebutkan bahwa Balaputra Dewa adalah putra dari
Raja Smarotungga dan cucu dari Raja Indra (Kerajaan Syailendra dijawa tengah).
b.
Kehidupan Politik
Pada akhir abad ke-8 M, Dinasti
Sanjaya terdesak oleh dinasti lain, yaitu dinasti Syailendra. Peristiwa ini
terjadi ketik Dinasti Sanjaya diperintah oleh Rakai Panangkaran. Hal itu
dibuktikan melalui Prasasti Kalasan ( tahun 778 M) yang menyebutkan bahwa Rakai
Panangkaran mendapat perintah dari Raja Wisnu Untuk mendirikan Candi Kalasan
(Candi Buddha).
Berdasarkan prasasti yang telah
ditemukn dapat diketahui raja-raja yang pernah memerintah Dinasti Syailendra,
diantaranya.
a)
Raja Bhanu (752-775 M)
b)
Raja Wisnu (775-782 M)
c)
Raja Indra (782-812 M)
d)
Raja Samaratongga (812-833 M)
e)
Raja Balaputra Dewa (833-856 M)
f)
Raja Pramodhawardani (856 M)
Raja
indra Dinasti Syailendra menjalankan politik ekspansi pada masa pemerintahan
Raja Indera. Perluasan wilayah ini ditunjukan untuk menguasai daerah-daerah
sekitar Selat Malaka. Selanjutnya, yang memperkokoh pengaruh kekuasaan
Syailendra terhadap Sriwujaya adalah karena raja Indra menjalankan perkawinan
politik. Raja Indra mengawinkan putranya bernama samarottungga denagan putrid
Raja Sriwijaya.
Raja
Samarottungga pengganti raja indra bernama Samarottungga. Pada zaman
kekuasaanya dibangun Candi Borobudur. Namun sebelum pembangunan Candi Borobudur
selesai, Raja Samarottungga meninngal dan diganti oleh putranya yang bernama
Balaputra Dewa yang merupakan anak dari selir. Akan tetapi yang sebenarnya
berhak menggantikanya adalah putrinya yang lahir dari permaisuri yang bernama
Pramodhawardani. Dia menolak, karena tidak mungkin sanggup untuk memerintah.
Akhirnya tahta kerajaan diserahkan kepada Balaputra adik tirinya.
Setelah
Pramodhawardani menikah dengan Rakai Pikatan terjadi berbagai perubahan. Rakai
Pikatan mendesak pramodhawardani untuk menarik tahtanya kembali, sehingga
terjadilah perang saudara antara pramodhawardani yang di bantu oleh Rakai
Pikatan Dengan Balaputra Dewa dalam perang saudara itu Balputra Dewa kalah di
Bukit Ratu Boko (prasasti Bukit Ratu Boko tahun 856 M) dan selanjutnya
melarikan diri ke Sriwijya, serta langsung diangkat menjadi raja di Sriwijaya
c.
Kehidupn Sosial
Kehidupan social kerajaan Syailendra
tidak dapat di ketahu secara pasti. Namun, melalui bukti-bukti peninggalan
berupa candi-candi, para ahli menafsirkan bahwa kehidupan sosial masyarakat
kerajaan syailendra sudah teratur. Hal ini dilihat melalui cara
bergotong-royong. Di samping itu, pembuatan candi ini menunjukan betapa rakyat
taat dan mengkultuskan rajanya.
d.
Kehidupan Budaya
Kekuasaan
syailendra meninggalkan banyak bangunan candi yang megah dan besar nilainya,
baik dari segi kebudayaan, kehidupan masyarakat dan perkembangan kerajaan.
Candi-candi yang terkenal antara lain: Candi Mendut, pawon, Borobudur, kalasan,
sari, dan Sewu
D. KERAJAAN KEDIRI
1. kerajaan Medang Kamulan
Kerajaan Medang
Kamulan terletak di muara Sungai Brantas, dengan ibukotanya bernama Watan Mas.
Kerajaan itu didirikan oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat
pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa
Timur. Wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu
sindok mencangkup Nganjuk di sebelah barat, Pasuruan di sebelah timur, surabaya
di sebelah utara, dan Malang di sebelah selatan.
a) Sumber
Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan
Medang Kamulan berasal dari berita asing dan prasati-prasasti.
1) Berita
Asing
Berita asing tentang
keberadaan Kerajaan Medang Kamulan di jawa Timur dapat diketahui melalui berita
dari India dan Cina. Berita dari india mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya
menjalin hubungan persahabatan dengan
chola untuk membendung dan menghalangi kemajuan Kerajaan Medang Kamulan
pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.
2) Berita
prasasti
-
Prasasti dari Mpu Sindok, dari Desa
Tangeran
-
Adanya sebuah candi yang bernama Rakryan
Bawang dari daerah Bangil
-
sebuah candi
yang bernama Jayamrata dan Jayastambho desa Anyok Lodang
-
Prasasti Calcuta, prasasti Raja
airlangga.
b) Kehidupan
Politik
Sejak berdirinya dan
berkembangnya Kerajaan Medang Kamulan. Ada beberapa raja yang memerintah antara
lain :
1) Raja
Mpu sindok dengan gelar Sri Isyanatunggadewa.
2) Raja
Dharmawangsa dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan yang
tajam.
3) Raja
Airlangga dalam prasasti Calcuta disebutkan bahwa Raja Airlangga masih termasuk
keturunan Raja Mpu Sindok.
c) Kehidupan
Ekonomi
Raja Mpu Sindok
mendirikan kerajaannya di tepi sungai Brantas, dengan tujuan menjadi pusat
pelayaran dan perdagangan di daerah jawa timur. Aktivitas perdagangan tidak
hanya dijawa timur saja akan tetapi sampai berkembang ke luar
wilayah Jawa Timur. Baranga –barang yang diperjual belikan diantaranya
bergaam tekstil, barang-barang –barang dari porselin, dan barang-barang yang
berasal dari jawa seperti Beras, daging, kayu dan sebagainya.
d) Kehidupan
sosial
Kehidupan sosial masyarakat sudah
teratur. Masyarakatnya dibedakan berdasarkan pembagian kasta, juga berdasarkan
kedudukan seseorang dalam masyarakat, baik kedudukan dalam strruktur birokrasi
maupun kekayaan material.
2. Kerajaan Kediri
Pada akhir pemerintahan Raja Airlangga , wilayah kerajaan dibagi
menjadi dua kerajaan yaitu, Kerajaan Kediri dengan ibu kota Daha, diperintah
oleh Jayawarsa dan kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan , yang
diperintah oleh Jayengrana. Dalam perkembangannya kerajaan kediri lebih pesat
kemajuannya dibandingkan dengan kerajaan Jenggala.
a) Sumber
Sejarah
1) Prasasti
·
Prasasti
sirah keting
·
Prasasti
Ngantang
·
Prasasti
Jaring
·
Prasasti
Kamulan
2) Berita
Asing
Berita asing yang
diperoleh sebagian besar berasal dari Cina, yang merupakan kumpulan cerita dari
para pedagang Cina yang melakukan kegiatan perdagangan di kerajaan kediri.
b) Aspek
Kehidupan Politik
Kejayaan kerajaan Kediri dapat
dikatakan jelas terbukti, dimana dengan raja-raja yang pernah memimpinnya
antara lain :
Raja Jayawarsa, pada
masa`pemerintahannya Rja Jayawarsa memeberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat
telah berjasa kepada raja.
Raja Bameswara, pada masa
pemerintahannya banyak meninggalkan prasasti yang ditemukan di daerah Tulung
Agung dan Kertosono.
Raja Jayabaya merupakan raja yang
terkemuka dari Kerajaan kediri, karena dibawah pemerintahannya kerajaan Kediri
mencapai masa kejayaannya.
Raja Saweswara dan Raja Aryeswara, pada
masa pemerintahannya tidak ditemukannya prasasti-prasasti .
Raja Gandra, masa pemerintahannya dapat
diketahui dari prasasti Jaring, yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam
kepangkatan seperti nama Gajah, kebo dan tikus.
Raja Kameswara, dalam masa
pemerintahaanya di dalam seni sastra sangat pesat. Diantaranya Empu Dharmaja
mengarang Smaradhana.
Raja kerta jaya merupakan raja terakhir
dari kerajaan kediri. Raja kertajaya juga dikenal dengan sebutan Dandang
Gendis.
c) Kehidupan
Sosial
Pada
masa kejayaan Kerajaan Kediri, perhatian raja terhadap masyarakatnya semakin
besar, itu dibuktikan dengan munculnya kitab-kitab /karangan-karangan yang
mencerminkan kehidupan sosial seperti
karangan Lubdhaka yang
mengandung pelajaran moral, bahwa tinggi rendahnya martabat seseorang tidak
ditentukan berdasarkan asal dan kedudukan melainkan berdasarkan tingkah lakunya.
d) Kehidupan
Ekonomi
Didalam
kehidupan ekonomi menyebutkan tentang kehidupan rakyat Kediri seperti :
·
Kediri banyak menghasilkan beras
·
Barang-barang dagangan lain yang laku di
pasaran pada masa itu adalah emas,perak, daging, kayu cendana, pinang dan
lain-lain.
·
Letak kerajaan kediri sangat strategis
dalam pelayaran perdagangan antara indonesia timur dan indonesia Barat.
·
Pajak rakyat terdiri dari hasil bumi
seperti beras, kayu dan palawija
e) Kehidupan
Budaya
Hasil-hasil
sastra pada zaman Kerajaan Kediri di antaranya :
·
Krisnayana
·
Bharatayuda
·
Arjuna Wiwaha
·
Hariwangsa
·
Bhomakavya
·
Smaradhana
·
Wrttassancaya dan Lubdhaka.
E. KERAJAAN SINGASARI
Sejarah Kerajaan Singasari berawal dari Kerajaan
Tumapel, yang dikuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan
yang subur di Wilayah Malang dengan pelabuhannya bernama Pasuruan. Di daerah
inilah Kerajaan Singasari berkembang dan bahkan menjadi sebuah kerajaan besar
di Jawa Timur, terutama setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri dalam
pertempuran di dekat Ganter pada tahun 1222 SM.
1. Sumber
Sejarah
Sumber-sumber sejarah
Kerajaan Singasari berasal dari:
a. Kitab
Pararaton, menceritakan tentang
raja-raja Singasari.
b. Kitab
Negarakertagama, berisi silsilah
raja-raja Majapahit yang memiliki hubungan erat dengan raja-raja Singasari.
c. Prasasti-prasasti
sesudah tahun 1248 M.
d. Berita-berita
asing (berita Cina), menyatakan bahwa Kaisar Kubilai Khan (Cina) mengirim
pasukannya untuk menyerang Kerajaan Singasari.
e. Peninggalan-peninggalan
purbakala berupa bangunan-bangunan candi yang menjadi pendharman raja-raja
Singasari seperti, Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari.
2. Kehidupan
Politik
Kerajaan
Singasari yang pernah mengalami kejayaan dalam perkembangan sejarah Hindu di
Indonesia pernah diperintah oleh raja-raja sebagai berikut.
a. Raja
Ken Arok
Setelah
kemenangannya dalam pertempuran melawan Kerajaan Kediri, Ken Arok memutuskan
untuk membuat dinasti serta membangun kerajaan baru dengan nama Kerajaan
Singasari. Ken Arok sebagai raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi dan
dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan Siwa). Pendirian
dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya Ken Arok dan
mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping itu, agar keturunan-keturunan
Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar) tidak ternoda oleh prilaku dan
tindakan kejahatan yang pernah dilakukan oleh Ken Arok. Raja Ken Arok
memerintah pada tahun 1222-1227 M. masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara
tragis, saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya
(anak Ken Dedes dengan suami pertamanya Tunggul Ametung).
b. Raja
Anusapati
Dengan
meninggalnya Ken Arok, tahta Kerajaan Singasari langsung dipegang oleh
Anusapati. Dalam jangka waktu pemeintahan yang cukup lama itu (1227-1248 M),
Anusapati tidak melakukan pembaharuan-pembaharuan, karena Anusapati telah larut
dengan kegemarannya sendiri, yaitu menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok
akhirnya terbongkar dan terdengar oleh kepada putra Ken Arok dengan Ken Umang
yang bernama Tohjaya. Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati suka menyabung ayam,
karena itu Anusapati diundang untuk menyabung ayam di Gedong Jiwa (tempat
kediaman Tohjaya). Saat Anusapati sedang asyik melihat aduan ayamnya, secara
tiba-tiba Tohjaya mencabut keris Empu Gandring yang dibawa Anusapati hingga ia
meninggal.
c. Raja
Tohjaya
Dengan
meninggalnya Anusapati, tahta kerajaan dipegang oleh Tohjaya. Tohjaya
memerintah Kerajaan Singasari hanya beberapa bulan saja (1248 M), karena putra
Anusapati yang bernama Ranggawuni mengetahui prihal kematian Anusapati.
Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa Cempaka menuntut hak atas tahta kerajaan
kepada Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim pasukannya untuk menangkap Ranggawuni
dan Mahesa Cempaka. Rencana Tohjaya telah diketahui oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, sehingga keduanya melarikan
diri sebelum pasukan Tohjaya menangkap mereka.
Untuk
menyelidiki persembunyian Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, Tohjaya mengirim
pasukan di bawah pimpinan Lembu Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya menyadari
bahwa yang berhak atas tahta kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia berbalik
memihak Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka
dan Lembu Ampal berhasil merebut tahta kerajaan dari tangan Tohjaya. Selanjutnya
Ranggawuni menduduki tahta Kerajaan Singasari.
d. Raja
Wisnuwardhana
Ranggawuni
naik tahta atas Kerajaan Singasari dengan gelar Wisnuwardhana dibantu oleh
Mahesa Cempaka dengar gelar Narasinghamurti. Mereka memerintah bersama Kerajaan
Singasari (1248-1268 M). wisnuwardhana sebagai raja, Narasinghamurti sebagai Ratu Angabhaya. Pemerintahan kedua
penguasa tersebut membawa keamanan dan kesejahteraan. Pada tahun 1254 M, Wisnuwardhana mengangkat
putranya sebagai Yuvaraja (raja muda)
dengan maksud untuk mempersiapkan putranya yang bernama Kertanegara menjadi
seorang raja besar di Kerajaan Singasari. Setelah Wisnuwardhana meninggal dunia
(dialah satu-satunya raja yang meninggal tidak dibunuh di Kerajaan Singasari),
tahta Kerajaan Singasari beralih kepada Kertanegara.
e. Raja
Kertanegara
Raja
Kertanegara (1268-1292 M) merupakan raja terkemuka dan raja terakhir dari
Kerajaan Singasari. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Singasari mencapai masa
kejayaannya. Stabilitas kerajaan yang diwujudkan pada masa pemerintahan Raja
Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan
berani. Setelah keadaan Jawa Timur dianggap baik, Raja Kertanegara melangkah ke
luar Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di bawah
panji Kerajaan Singasari.
Untuk
mencapai cita-cita, Raja Kertanegara menempuh cara-cara sebagai berikut:
a) Melaksanakan
Ekspedisi Pamalayu (1275 dan 1286 M)
untuk menguasai Kerajaan Melayu serta melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di
Selat Malaka.
b) Menguasai
Bali (1284 M).
c) Menguasai
Jawa Barat (1289 M).
d) Menguasai
Pahang (Malaya) dan Tanjung Pura (Kalimantan).
Garis
Pahang-Tanjung Pura mempunyai tiga fungsi. Pertama,
untuk menguasai lalu lintas pelayaran perdagangan di Laut Cina Selatan. Kedua, untuk pertahanan terdepan dalam
menghadapi serangan Cina-Mongol. Ketiga,
untuk mengepung wilayah kekuasaan Sriwijaya.
Di samping itu Raja Kertanegara
menjalin persekutuan dengan Kerajaan Campa melalui pernikahan adik Raja
Kertanegara yang bernama Tapasi dengan Raja Campa. Walaupun menempuh segala
upaya, pasukan Cina-Mongol berhasil menerobos pertahanan Kerajaan Singasari dan
mendarat di Pulau Jawa. Akan tetapi sebelum pasukan Cina-Mongol tiba, Raja
Kertanegara telah meninggal akibat serangan Raja Jayakatwang dari Kerajaan
Kediri.
3. Kehidupan
Sosial
Ketika
Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, ia berusaha meningkatkan
kehidupan masyarakatnya. Terjaminya kehidupan social masyarakat Tumapel
mengakibatnya bergabungnya daerah-daerah yang berada di sekitar daerah Tumapel.
Keadaan seperti ini mengakibatkan kaum Brahmana Kediri yang menentang Raja
Kertajaya melarikan diri ke Tumapel dan meminta perlindungan Ken Arok.
Perhatian Ken Arok terhadap rakyatnya sangat besar, sehingga mereka dapat hidup
dengan aman dan sejahtera.
Namun,
setelah pemerintahan Anusapati, kehidupan masyarakat kurang mendapat perhatian.
Barulah pada masa pemerintahan Wisnuwardhana, kehidupan masyarakat Singasari
mulai teratur rapi. Hak-hak rakyat dipulihkan kembali. Rakyat dapat hidup
tentram dan damai. Keadaan tersebut juga terjadi pada masa pemerintahan Raja
Kertanegara. Raja Kertanegara berusaha untuk menstabilkan keadaan di dalam
negeri Kerajaan Singasari dengan meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya,
sebelum melancarkan politik luar negerinya untuk mencapai cita-cita persatuan
Nusantara.
4. Kehidupan
Ekonomi
Kehidupan
ekonomi, Kerajaan Singasari tidak diketahui secara jelas. Akan tetapi mengingat
Kerajaan Singasari berpusat di tepi Sungai Brantas (Jawa Timur), kemungkinan
masalah perekonomian tidak jauh berbeda dari kerajaan-kerajaan terdahulunya,
yaitu secara langsung maupun tidak langsung rakyatnya ikut ambil bagian dalam
dunia pelayaran. Keadaan ini juga didukung oleh hasil-hasil bumi yang sangat
besar dari rakyat Jawa Timur.
Raja
Kertanegara berusaha untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka.
Panguasaan jalur pelayaran perdagangan atas Selat Malaka itu, bertujuan untuk
membangun dan mengembangkan aktivitas perekonomian kerajaannya. Dengan kata
lain, Raja Kertanegara berusaha menarik perhatian para pedagang untuk melakukan
kegiatannya di wilayah Kerajaan Singasari.
5. Kehidupan
Budaya
Gambaran perkembangan kebudayaan sejak berdirinya
Kerajaan Singasari terlihat dari ditemukannya peninggalan berupa candi-candi
dan patung yang dibangun dari zaman kekuasaan Kerajaan Singasari, di antaranya
Candi Kidal, Candi Jago dan Candi Singasari. Sedangkan patung-patung yang
berhasil ditemukan adalah patung Ken Dedes sebagai Dewi Prajnaparamita lambang
kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam bentuk patung Joko Dolok yang
ditemukan dekat Surabaya, dan patung Amoghapasa juga perwujudan Raja
Kertanegara yang dikirim ke Dharmacraya ibu kota Kerajaan Melayu (patung
Amoghapasa dapat dilihat di Museum Nasional atau Museum Gajah Jakarta). Kedua
perwujudan patung Raja Kertanegara, baik patung Joko Dolok maupun patung
Amoghapasa menyatakan bahwa Raja Kertanegara menganut agama Buddha beraliran
Tantrayana (Tantriisme)
F. KERAJAAN BALI DAN
PAJAJARAN
1. Kerajaan Bali
a. Lokasi Kerajaan
kerajaan bali
terletak disebuah pulau kecil yang tidak jauh dari Jawa Timur. Dalam
perkembangan sejarahnya,bali mempunyai hubungan erat dengan Pulau Jawa karena
letak kedua pulau ini berdekatan. Bahkan ketika Raja Majapahit runtuh, banyak
rakyat Majapahit yang melarikan diri dan menetap disana. Sampai sekarang ada
kepercayaan bahwa sebagian dari masyarkatnya Bali dianggap Pewaris tradisi
Majapahit.
b. sumber sejarah
sumber-sumber
tentang kerajaan Bali dapat diketahui melalui beberapa sumber, seperti
sumber-sumber berita dari Kerajaan Bali dan juga bangunan-bangunan candi.
a) Prasasti sanur (839 c/917) merupakan salah satu
prasasti yang ditemukan oleh para ahli. Prasasti ini menunjukkan bahwa adanya
kekuasaan raja-raja dari wangsa atau dinasti warmadewa.
b) Prasasti
Calcuta, india (1042 M) dalam prasasti ini disebutkan tentang asal-usul Raja
airlangga, yaitu dari keturunan raja-raja bali, dinasti warmadewa. Raja
airlangga terlahir dari pernikahan raja udayana dengan Mahendradata.
c) Bangunan
candi, candi gunung kawi merupakan makam dari raja-raja bali yang dibangun pada
saat pemerintahan Raja Anak Wungsu.
c. Kehidupan Politik
Mengingat kurangnya sumber-sumber atau bukti-bukti dari kerajaan
bali, maka sistem dan bentuk pemerintahan raja-raja Bali Kuno tidak dapat
diketahui dengan jelas. Raja-raja Bali Kuno yang pernah berkuasa di antaranya :
Raja Sri Kesari Warmadewa, merupakan raja pertama dan pendiri dinasti Warmadewa.
Pemerintah-Raja Sri Kesari Warmadewa mempunyai istana di Singhadwala berhasil
diketahui dari prasasti Sanur(835 C/913 M). Dalam prasasti itu disebutkan bahwa
Raja Sri Kesari Warmadewa berhasil mengalahkan musuh-musuhnya di daerah
pedalaman.
Raja Ugrasena (915-942 M) memerintah Kerajaan Bali menggantikan Raja Sri Kesari Warmadewa. Pusat
pemerintahannya terletak di Singhadwala. Masa pesemerintahan Raja Ugrasena meninggalkan
9 buah prasasti yang berisi tentang pembebasan pajak terhadap daerah-daerah
tertentu. Selain itu, terdapat prasasti yang memebritakan tentang pembangunan
tempat-tempat suci. Sistem dan bentuk pemerintahan pada masa itu sudah teratur,
terutama tentang pemberian tugas kepada pejabat-pejabat istana.
Raja Tabanendra Warmadewa menjadi raja Bali menggantikan Raja Ugrasena. Ia memerintah bersama
permaisurinya yang bernama Sang Ratu Luhur Subhadrika Dharadewi. Masa
pemerintahannya tidak diketahui, sebab kurangnya berita –berita dari prasasti
yang menyangkut pemerintahan dari raja tersebut.
Raja Jayasingha Warmadewa sistem pemerintahan dan keadaan kerajaan masa kepemimpinannya tidak
dapat diketahui secara pasti.
Raja Jasadhu Warmadewa Pengganti Raja Tabanendra Warmadewa adalah raja Jayasingha
Warmadewa. Masa pemerintahan raja ini pun tidak berhasil diketahui dengan
pasti.
Sri Maharaja Sri Wijaya
Mahadewi Pada tahun 983 M, kerajaan bali diperintah
oleh seorang raja putri yang bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Tetapi asal usul putri ini tidak pernah
diketahui dengan jelas. Namun , ada beberapa ahli menafsirkan bahwa ia adalah
putri raja Mpu Sindok (dinasti Isyana).
Dharma Udayana Warmadewa setelah masa pemerintahan Sri Maharaja Sri Mahadewi, kerajaan bali
diperintah oleh dharma udayana warmadewa ( 989-1022 M) dan permaisurinya
bernama Mahendrata, masih keturunan Mpu Sindok. Pada masa pemerintahannya ,
hubungan kerajaan bali dengan kerajaan-kerajaan di jawa Timur berjalan baik.
Pada masa inilah penulisan prasasti-prasasti dengan menggunakan huruf dan
bahasa Jawa Kuno dimulai.
Raja Marakta, dengan meninggalnya Raja Udayana , maka kerajaan bali diperintah
oleh putranya yang kedua, yaitu raja marakta. Namun, ia memerintah tidak
terlalu lama dan tahun 1025 M meninggal dunia. Sistem dan bentuk pmerintahannya
tidak dapat diketahui dengan jelas.
Raja Anak Wungsu, melalui berita-berita dari prasasti –prasasti dapat diketahui
bahwa Raja Anak Wungsu (1049-1077 M ) adalah raja bali yang berhasil
mempersatukan seluruh wilayah bali. Pada masa pemerintahannya, kehidupan rakyat
aman dan sejahtera. Rakyat hidup dari bercocok tanam dan bertenak. Disamping
itu sudah terdapat kelompok-kelompok pekerja di dalam masyarakat sebagai
berikut :
a) Pandai
besi ,emas dan tembaga
b) Tukang
kayu,batu,bangunanrumah dan lain sebagainya.
c) Golongan
saudagar dan pedagang
Raja Jaya Sakti, pemerintahannya tidak begitu jelas diketahui, karena kurangnya
prasasti-prasasti yang menunjukkan keberadaan sistem pemerintahan.
Raja Bedahulu, raja bali kuno yang terakhir memeirntah tahun 1343 Madalah Sri
Astasura Ratna Bhumi Banten yang lebih dikenal dnegan sebutan Rja Bedahulu.
Dalam menjalankan pemerintahannya, raja bedahulu dibantu oleh dua orang
patihnya yang bernama Kebo Iwa dan Pasunggrigis. Ketika dilancarkan ekspedisi
majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada ke bali, kerajaan bali tidak dapat
bertahan lagi dan akhirnya menjadi bagian kekuasaan Kerajaan Majapahit.
d. Kehidupan Sosial
Triwangsa ketika bali ke tangan Majapahit, sistem
kehidupan sosial di bali dari bangsawan Jawa dan para pembesar kerajaan.
Sedangkan rakyat bali dianggap sebagai rakyat jajahan yang tidak mempunyai
kekuatan apa-apa. Setelah datangnya Dang Hyang Nirartha, diadakan perubahan
pembagian golongan secara tegas. Keempat putra menduduki tempat tertimggi yang
disebut dengan kasta brahmana diantaranya, Kamenuh, kaniten,manuabadan
mas.tempat kedua untuk keluarga yang memerintah disebut kasta Ksatria dan
tempat ketiga disebut waisya. Ketiga golongan ini dikenal dengan triwangsa yang
semuanya berasal dari jawa.
Anak jaba, disamping itu terdapat pula istilah Jero dan
jaba yang membedakan golongan orang-orang yang berada didalam atau diluar puri.
Istilah anak jaba berasal dari orang yang tidak memegang pemerintahan, tetapi
tidak dapat disamakan dengan sudra di india. Di india sendir orang sudra
berasal dari bangsa dravida, berbeda dengan orang arya yang berasal dari bangsa
ondo-german. Sedangkan orang-orang yang mendiami kepulauan indonesia,termasuk
bali, berasal dari dari satu nenek moyang. Demikian pula halnya dengan
triwangsa dan anak jabanya hanyalah berbeda dalam tugasdan fungsi. Akan tetapi,
karena kesalahpahaman terutama saat penduduk inggris di indonesia, yang
menyamakan keadaan sosial di bali dengan keadaan sosial di india , timbul anggapan
adanya empat kasta yaitu, Brahmana, ksatria,waisya,dan sudra. Jaba meliputi
tugas yang berbeda dalam keagamaan. Dalam perkembangan sekanjutnya, sistem
sosial di bali lebih dipertajam dengan digunakannya titel-titel dalam pemkaian
nama seperti : ida bagus,cokorda, anak agung dan sebagainya. Sedangkan
wayan,nengah,nyoman,nade, dan ketut adalah sebagai keturunan kelahiran yang
dipakai oleh semua golongan.
Wong Majapahit setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit dan pulau Jawa
yang dikuasai oleh islam, maka sebagian penduduk Majapahit yang tidak mau
menerima islam menyingkir ke arah bali.mereka menyebut dirinya Wong Majapahit
atau Bali Majapahit. Penduduk asli bali menyingkir ke daerah pedalaman seperti
di truyan dan di tenganan.
e. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat bali dari hasil pertanian. Jeni-jenis
tanaman yang dapat diperdagangkan antara lain padi,hano
(enau),tals(talas,keladi), nyuh(kelapa),pucang(pinang), biyu(pisang),kapas dan
sarwa biji (padi-padian).selain bercocok tanam rakyat juga memelihara binatang
peliharaan seperti sapi , kambing, babi,anjing,ayam,judadan kerbau.
f. Kehidupan
Budaya
Ada
prasasti-prasasti sebelum pemerintahan raja anak wungsu, telah disebut beberapa
jenis seni yang ada pada waktu itu. Tetapi baru pada zaman raja anak wungsu ,
kita dapat membedakan jenis seni kedalam dua kelompok besar,yaitu seni keraton
dan seni seni rakyat yang biasanya berkeliling menghibur rakyat. Adanya istilah
seni keraton tidak berarti bahwa seni ini tertutup bagi rakyat. Terkadang seni
keraton dipertunjukkan kepada masyarakat didesa-desa. Dalam prasasti julah yang
berangka tahun 987 M yang menyebutkan adanya rombongan seni baikI haji (untuk
raja) maupun ambaran (keleiling)yang
datang ke desa julah. Sangat sulit untuk mengetahui berapa jumlah pemain, namun
demikian mereka mendapat imbalan upah untuk kemampuan seni.
2. Kerajaan Pajajaran
Kerajaan pajajaran terletak di wilayah jawa barat,
namunhingga kini pusat pemerintahannya tidak pernah diketahui dengan jelas.
Keberadaanya dapat diketahui melalui sumber-sumber sejarah.
a. Sumber
Sejarah
Sumber
sejarh yang dapat diketahui melaui sumber-sumber prasasti maupun kitab-kitab
cerita seperti :
a) Prasasti
Rakryan Pangambat (923 M) prasasti ini ditemukan dibogor dengan menggunakan
bahasa jawa kuno bercampur dengan bahasa melayu. Prasasti ini memuat
pengembalian kekuasaan raja pajajaran
b) Prasasti
Horen prasasti ini menyebutkan bahwa penduduk dikampung Horen sering tidak
merasa aman karena adanya gangguan –gangguan musuh dari arah barat. Musuh yang
dimaksud kemungkinan Kerajaan Pajajaran.
c) Prasasti
Citasih(1030)parasasti ini dibuat atas perintah raja yang bernama Maharaja
jayabhupati, untuk memperingati bangunan Sang Hyang Tapak,yaitu sebagai tanda
terima kasih raja terhadap pasukan pajajaran yang berhasil memenangkan perang melawan
pasukan dari Swarnabhumi.
d) Prasasti
Asatanagede(di kawali,ciamis)prasasti ini menyatakan tentang perpindahan pusat
pemerintahan dari Pakwan Pajajaran ke Kawali.
e) Cerita
kitab kidung Sundayana kitab ini menceritakan kekalahan pasukan pajajaran
adalam pertempuran di bubat dan tewasnya Raja Sri Baduga setelah perang Bubat
bernama Hyang wuni Sora.
b. Kehidupan
Politik
Bentuk dan sistem pemerintahan raja-raja pajajaran
hanya dapat diketahui dari beberapa orang raja saja. Raja-raja yang diketahui
pernah memerintah di kerajaan pajajaran dianatranya sebagai berikut :
Maharaja
Jayabhupati dalam parasasti ditulis Maharaja Jayabhupati menyebut dirinya
Haji-ri-Sunda. Sebutan ini bertujuan untuk meyakinkan kedudukannya sebagai raja
kerajaan pajajaran. Raja Jayabhupati agama hindu beraliran waisnawa. Pusat
pemerintahannya diperkirakan berada didaerah pakuan oajajaaran dan kemudian
pindah ke kawali.
Rahyang NiskalaWastu Kencanaa
raja ini naik tahta menggantikan raja Maharaja Jayabhupati. Pusat
pemerintahaanya terletak di kawali dan di isatananya bernamaSurawisesa.
Raja Dewa Niskala raja dewa niskala
atau rahyang ningrat kenacana menjadi raja
menganggantikan rahyang niskala wisnu kencana. Namun tidak diketahui bagaimana
sistem pemerintahannya.
Sri Baduga Maharajabertahta
di pakuan pajajaran pada masa pemerintahannya, terjadi pertempuran yang sangat
besar dalam kitab Pararaton disebut dengan Perang Bubat. Peristiwa ini terjadi
tahun 1357 dalam pertempuran itu semua pasukan pajajaran gugur termasuk Raja
sri baduga beserta putrinya.
Hyang
Wuhi Sora berkuasa menggantikan Raja Sri Baduga Maharaja. Setelah ia memerintah
berturut-turut digantikan oleh parbhu nisakala Wastu Kencana (1371-1474),
Tohaan (1475-1482) yang berkedudukan di galuh, ratu jaya dewata (1482-1521 M).
Ratu
Samian pada masa pemerintahannya pada tahun1512 M dan 1521 M, ia berkunjung ke
Malaka meminta bantuan portugis dalam rangka menghadapi kerajaan demak. Namun
bantuan yang diharapkan itu ternyata sia-sia, karena pelabuhan terbesar
pajajaran yaitu sunda kelapa sudah dikuasi oleh pasukan kerajaan demak dibawah
pimpinan Fatahilah. Akhirnya hubungan pajajaran dengan dunia luar terputus.
Prabu
Ratu Dewata (1535-1543) raja ini memerintah menggantikan Prabhu Surawisesa.
Pada masa pemerintahannya, terjadi berbagai serangan dari kerajaan banten yang
dipimpin oleh MaulanaHasanuddin, dibantu oleh anaknyaMaulan Yusuf. Berkali-kali
paasukan banten berusaha merebut ibukota pajajaran tahun 1579 M. peristiwa ini
mengakibatkan runtuhnya kerajaan Hindu pajajaran di Jawa Barat.
c. Tani
Kehidupan sosial
Keehidupan
sosial masyarakat pajajaran meliputi :
a) Golongan
seniman
b) Golongan
petani
c) Gologan
pedagang
d) Golongan
yang dianggap jahat sperti tukang copet, maling dan sebagainya.
d. Kehidupan
Ekonomi
a) Perdagangan
di laut, kerajaan pajajaran meliki enam pelabuhan penting yakni pelabuhan
banten, pontang,cigede,tamgara,kelapa atau Jakarta sekarng.dan cimanuk. Setiap
pelabuhan dikepalai oleh seorang syahbandr yng bertanggung jawab kepada raja
dan bertindak sebagi wakil raja-raja dibandar-bandar yang dikuasai. Melalui
keenam badar pelanuhan itu , kerajaan pajajaran melakukan perdagangan dengan
Negara lain. Wilayah perdagangan mencapai pulau Sumatra bahkan ke pulau
Maladewa. Barang-barang dagaangan sebagai sumber penghasilan dari kerajaan
pajajaran umumnya berupa bahan makanan dan lada. Tetai barang dagangan yang
lebih penting dalah beras. Barang-barang yang lain yang dapat diperolaeh di
pelabuhan kerajaan pajajaran sperti sayur-sayuran ,sapi, kambing, tuak dan
buah-buahan disamping itu ada juga bahan pakain yang didatangkan dari india.
Mata uang yang digunakan sebagai alat tukar adalah mata uang cina.
b) Perdagangan
Darat, kerajaan-kerajaan juga memiliki lalu lintas darat yang cukup penting.
Jaalan dart itu berpusat di pakuan pajajran , ibikota kerajaan. Jalan yang satu
kearah timur dan yang lain menuju kearah barat. Jalan menuju kearah timur
menghubugkn pakuan pajajaran dengan karang sambung yang terletak ditepi sungai
Cimanuk, melalui Cileungsi dan Cibarusa lalu membelokke ke kerwang. Dari
tanjung pura ini diteruskan ke cikao dan purwakarta dan berakhir di karang
sambung.
Sedangkan jalan yang
lain menuju kearah barat, mualai dari pakuan pajajaraan melalui jasinga dan
rangkassibitung menuju serang dan
berakhir dibanten. Jalan darat lain dari pakuan pajajaran menuju ciampea mulai
dari muara cianten. Melalui jalanitu pula bahan yang diperlukan oleh penduduk
yang beradaa di daerah pedalaman disalurkan. Dengan demikian sistem
perekonomian di kerjaan pajajaran sudah berkmbang dan sudah maju saat itu.
e. Kehidupan
budaya
Sejak
zaman kerajaan Tarumanegara, kehidupan kebudyaan rakyat jawa baratdipengaruhi
oleh budaya hindu. Pengaruh agama hindu terhadap kerajaan Tarumanegara dapat
diketahui dari :
a) Arca-arcaWisnu
di daerah cibuaya dn arca-arcarajarsi
b) Kitab
parahyangan dan kitab sanghyang siksakanda
c) Cerita-cerita
dalam sastra Sunda kuno bercorak hindu.
G. KERAJAAN
MAJAPAHIT
Dalam sejarah
Indonesia Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang besar dan disegani oleh
banyak bangsa asing.Namun sejarah Majapahit pada hakikatnya menerima banyak
unsur politis ,kebudayaan,social ,ekonomi dari kerajaan singasari,sehingga
pembahasan Kerajaan Majapahit tidak
dapat dipisahkan dari sejarah Kerajaan Singasari.
1.
Sumber Sejarah
Sumber informasi mengeni berdiri dan berkembangnya
Kerajaan Majapahit berasal dari beberapa sumber ,yakni:
a} Prasasti
Prasasti Butak
(1294 M) Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia naik tahta
.Prasasti ini memuat peristiwa-peristiwa keruntuhan Kerajaan Singasari dan
perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan.
b} Cerita Kitab
Kidung HarsaWijaya
dan kidung Panji Wijayakrama.kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika
menghadapi musuh dari kediri dan tahun-tahun awal perkembangan Majapahit.
Kitab Pararaton yang menceritakan tentang pemerintahan raja-raja
Singasari dan Majapahit.
Kitab Negarakertagama yang menceritakan tentang perjalanan Hayam
Wuruk ke jawa Timur.
2.
Kehidupan Politik
Raden Wijaya memeritah Kerajaan Majapahit dari tahun 1293-1309
M.Raden Wijaya sempat memperistri keempat putri Kertanegara,yaitu Tribhuwana
,Narendraduhita,Prjnaparamita,dan Gayatri.pada awal pemerintahannya terjadi
pemberontakan – pemberontakan itu terjadi karena rasa tidak puas atas jabatan –
jabatan yang diberikan oleh raja .Akan tetapi ,pemberontakan – pemberontakan
itu dapat dipadamkan .
Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 M dan dimakamkan pada dua
tempat,yaitu dalam bentuk jina (Buddha)di Antapura alam bentuk Wisnu dan Siwa
di Candi Simping (dekat Blitar).
Raden Wijaya wafat meninggalkan seorang putra yang bernama Kala
Gemet.Putra ini diangkat menjadi raja
Majapahit dengan gelar Sri Jayanegara (raja Jayanegara)pada tahun 1309 M.
Jayanegara memerintah Majapahit dari tahun 1309-1328 M. Masa
pemerintahan Jayanegara penuh dengan pemberontakan dan juga dikenal sebagai
suatu masa yang suram dalam sejarah Kerajaan Majapahit.Pemberontakan –
pemberontakan itu dating dari juru demung (1313 M),Gajah Biru(1314
M),Nambi(1316 M),dan Kuti(1319 M ).
Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling bahaya dan
hamper meruntuhkan Kerajaan Majapahit.Raja Jayanegara terpaksa mengungsi ke
Desa Bedander yang diikuti oleh sejumlah pasukan Bhayangkara (pengawal pribadi
raja)di bawah pimpinan Gajah Mada.setelah beberapa hari menetap di Desa
Bedander (tempat ini belum dapat ditentukan di mana letaknya) maka Gajah Mada
kembali ke Majapahit untuk meninjau suasana.
Setelah diketahui keadaan rakyat dan para bangsawan istana tidak
setuju dan bahkan sangat benci kepada Kuti,Gjah Mada akhirnya merencanakan
suatu siasat untuk melakukan serangan terhadap Kuti ,Berkat ketangkasan dan
siasat jitu dari Gajah Mada ,Kuti dan kawannya dapat dilenyapkan.
Rja jayanegara dapat kembali lagi ke istana dan menduduki tahta
kerajaan majapahit.sebagai penghargaan atas jasa gajah mada, maka ia langsung
diangkat menjadi patih di kahuripan (1319-1321 M),tidak lama kemudian diangkat
menjadi patih di kediri (1322-1330 M).
Raja tribhuanatunggadewi raja jayanegara meninggal tanpa
meninggalkan seorang mahkota.tahta kerajaan majapahit jatuh ketengan
gayatri,putrid raja kerta Negara yang masih hidup. Namun ,karena ia sudah
menjadi seorang petapa, tahta kerajaan diserahkan kepada putrinya yang bernama
Tribhuwanatunggadewi.
Tribhuwanatunggadewi
memerintah kerajaan majapahit dari tahun 1328-1350 M.pada masa pemerintahannya,
meletus pemberontakan sadeng (1331 M). nama sadeng sendiri adalah nama sebua
daerah yang terletak di jawa timur. Pemberooontakan sadeng dapat dipadamkan
oleh Gajah Mada dan Adityawarman.
Karena jasa dan
kecakapannya, Gajah Mada diangkat menjadi patih Amangkubhumi Majapahit
menggantikan Arya Tadah.saat upacara pelantikan, Gajah Mada mengucapkan
sumpahnya yang terkenal dengan nama sumpah palapa (Tan Amukti Palapa) yang
menyatakan bahwa gajah mada tidak akan hidup mewah sebelum nusantara berhasil
disatukan dibawah panji Kerajaan Majapahit. Sejak saat itu, Gajah Mada menjadi
pejabat pemeintahan tertinggi sesdah raja. Ia mempunyai wewenang untuk
menetapkan politik pemerintahan Majapahit.
Raja hayam wuruk,raja hayam
wuruk yang terlahir dari pernikahan Tribhuwanatunggadewi dengan Cakradara
(Kertawardhana) adalah seorang raja yang yang mempunyai pandangan yang luas.
Kebijakan politik Hayam Wuruk banyak memiliki kesamaan dengan politik Gajah
Mada, yaitu mencita-citakan persatuan Nusantara di bawah panji Majapahit.
Hayam Wuruk memerintah
kerajaan Majapahit dari tahun 1350-1389 M.pada massa pemerintahannya, Gajah M
ada tetap merupakan salah satu tiang utama kerajaan Majapih dalam mencapai
kejayaannya. Bahkan kerajaan Majapahit dapat di sebut sebagai kerajaan nasional
setelah kerajaan Sriwijaya.
Selama hidupnya, patih Gajah
Mada menjalankan politik persatuan nusantara, cita-citanya di jalankan dengan
begitu tegas,sehingga menimbukan peristiwa Sunda yang terjadi tahun 1351 M. peristiwa
itu berawal dari usaha Raja Hayam Wuruk untuk meminang putrid dari
Pajajaran,Dyahpitaloka. Lamaran itu diterima oleh Sri Baduga, Raja Sri Baduga
berserta putrid dan pengikutnya pergi ke Majapahit.
Selanjutnya, timbul
persilisihan paham antara Gajah Mada dan pimpinan lascar pajajaran. Gajah Mada
ingin menggunakan kesempatan ini agar pajajaran mau mengakui kedaulatan
Majapahit, yakni dengan menjadikan putrid Dyah Pitaloka sebagai selir Raja
Hayam Wuruk dan bukan sebagai permaisuri. Hal ini tidak dapat diterima oleh
pajajaran karena dianggap merendahkan derajat.Akhirnya,pecah pertempuran yang
mengakibatkan terbunuhnya Sri Baduga dengan putrinya dan seluruh pengikutnya di
lapangan Bubat.
Akibat peristiwa itu
politik Gajah Mada
menemui kegagalan , karena
dengan adanya peristiwa
Bubat belum berarti
pejajaran sudah menjidi
wilayah kerajaan Majapahit.
Bahkan kerajaan pajajaran
terus berkembang secara
terpisah dari Majapahit.
Ketika Gajah Mada wafat
tahun 1364 M Raja
Hayam Wuruk kehilanga
orang yang sangat
diandalkan dalam memerintah
kerajaan . Oleh karena
itu, Raja Hayam
Wuruk mengadakan siding
Dewan Sapta prabu
untuk memutuskan pengganti
patih Gajah Mada.
Namun, tidak ada
satu orang pun
yang sanggup menggantikan
patih Gajah Mada.
Kemudian diangkatlah empat
orang menteri di
bawah pimpinan punala
Tanding. Hal itu
tidak berlangsung lama.
Keempat oran menteri
tersebu digantikan oleh
dua orang menteri,
yaitu Gajah Enggon
sebagai patih mangkubumi
menggantikan posisi Gajah
Mada.
Keadaan Kerajaan
Majapahit bertambah suram
dengan wafatnya Tribhuwanatunggadewi [ibunda
Raja Hayam Wuruk]
tahun 1379 M. Kerajaan
Majapahit semakin kehilangan pembantu – pambantu yang
cakap. Kemanduran Kerajaan
Majapahit semakin jelas
setelah wafatnya Raja
Hayam Wuruk tahun
1389 M. Berakhirlah masa
kejayaan Majapahit.
Wikrama
Wardhana Raja Hayam
Wuruk digantikan oleh
putrinya yang bernama
Kusuma Wardhani . putrid
ini menikah dengan
Wikrama Wardhana [kemenakah Hayam
Wuruk]. Wikrama Wardhana
memerintah kerajaan Majapahit
dari tahun 1389-1429 M.
Tetapi Hayam Wuruk
juga mempunyai seorang
putra [yang lahir
dari selir] bernama
Wirabhumi. Wirabhumi diberi
kekuasaan di ujung
timur pulau Jawa,
yaitu di daerah
Blambangan sekarang.
Pada mulanya antara
Wikrama Wardhana dan
Wirabhumi terjalin satu
hubungan yang baik.
Tetapi pada tahun
1400 M, Kusumawardhani
wafat, sementara Wikrama
Wardhana mempunyai maksud
untuk menjadi bhiksu.
Hal ini menyebabkan
kekosongan dalam pemerintahan
Majapahit . Wirabhumi memanfaatkan
kesempatan ini untuk
merebuy kekuasaan di
Majapahit , sehingga
menimbulkan perang paregreg
antara tahun 1401-1406 M ,
Dalam perang ini
Wirabhumi dapat dibunuh .
Meskipun perang paregreg
telah berakhir , keadaan
Kerajaan Majapahit makin
lemah . satu persatu
daerah kekuasaan Majapahit
melepaskan diri dari
kekuasaan pemerintahan pusat
.Seiring dengan itu ,muncul Kekuasaan Kerajaan – kerajaan islam di pesisir.
Suatu tradisi lisan
yang trkenal di pulau jawa menyatakan bahwa Kerjaan Majapahit hancur akibat
serangan dari pasukan-pasukan Islam dibawah pimpinan Raden Patah(Demak).Pada
waktu itu disebutkan bahwa raja yang memimpin di Majapahit adalah Brawijaya V
yang merupakan raja trakhir dari kerajaan Majapahit ,karena setyelah
wafatnya,Kerajaan Majapahit mengalami kehancuran (sekitar awal abad ke-16 M).
3 . Kehidupan Ekonomi
Majapahit
menjalankan politik bertetangga yang baik dengan kerajaan asing,seperti
kerajaan Cina,Ayodya(Siam),Champa,dan Kamboja.Sekitar tahun 1370-1381 Majapahit
telah berapa kali mengirim utusan persahabatan
ke Cina, hal itu diketahui dari berita kronik Cina dari Dinasti Ming.
Hubungan
persahabatan yang dijalin dengan Negara tetangga itu sangat penting bagi
Kerajaan Majapahit.Khususnya dalam bidang perekonomian (pelayaran dan
perdagangan ),karena wilayah Kerajaan majapahit
terdiri atas pulau dan daerah kepulauan serta sebagai sumber barang
dagangan yang sangat laku di pasaran .Barang yang di pasarkan antara lain
beras,lada ,gading, timah,besi,intan ,ikan,cengkeh,pala,kapas,dan kayu cendana.
Dalam hal ini
perdagangan ,Kerajaan Majapahit memegang dua peranan pening.
1)
Sebagai kerajaan produsen
.Kerajaan Majapahit mempunyai wilayah yang sangat luas dan kondisi tanah yang
sangat subur.dengan daerah yangsubur ,Kerajaan Majapahit menjadi produsen
banyak barang dagangan .
2)
Sebagai kerajaan perantara
.Kerajaan Majapahit juga bertindak sebagai pedagang perantara.Artinya,membawa
hasil bumi dari daerah yang satu kedaerah lainnya.
4 . Kehidupan Budaya
Perkembangan kebudayaan di Kerajaan Majapahit dapat
diketahui dari peninggalan – peninggalan berikut.
1)
Candi ; Candi peninggalan
Kerajaan Majapahit antara lain Candi Panataran (Blitar ),Candi Tegal
Sawentar(Blitar),Candi Sumberjati(Blitar),Candi Tikus (Trowulan),dan
bangunan-bangunan purba lainnya ,terutama yang terdapat di daerah Trowulan .
2)
Sastra ;Hasil sastra zaman
Majapahit dapat kita bedakan menjadi:
Sastra Zaman Majapahit Awal Hasil sastra pada zaman ini
adalah :Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca (tahun 1365),Kitab Sutasoma
dan Kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Tantular ,Kitab Kunjarakarna tidak
diketahui pengarangnya ,dan Kitab Parthayajna ,tidak diketahui pengarangnya.
Sastra Zaman Majapahit Akhir Hasil sastra zaman
Majapahit akhir ditulis dalam bahasa jawa tengah ,di antaranya ada yang ditulis
dalam bentung tembang (kidung) dan gancaran (prosa).Hasil sastra terpenting
antara lain :Kitab Pararaton,
Menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit
;Kitab Sundayana ,menceritakan peristiwa Bubat ;Kitab Sorandaka ,menceritakan
pemberontakan Sora,Kitab Ranggalawe,menceritakan pemberontakan Ranggalawe
;Panjiwijayakrama ,menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja ;Kitab
Usana Jawa ,tentang penaklukan pulau bali
oleh Gajah Mada dan Aryadamar,pemindahan keratin Majapahit ke Gelgel
,dan penumpasan raja raksasa Maya Denawa;dan Kitab Usana Bali ,tentang
kekacauan di Pulau Bali akibat keganasan Maya Denawa yang akhirnya dibunuh oleh
dewa .Selain kitab – kitab tersebut
,masih ada Kitab0kitab sastra lainnya seperti Paman cangah ,Tantu Pagelaran
,Calon Arang ,Korawasrama ,Babhuksah,Tantri Kamandaka,dan Pancatantra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar